Setelah melihat om Danu dengan Isabela tempo hari, aku mulai berinisiatif untuk mencari tahu tentang dirinya. Informasi yang pertama aku dalami adalah dari Nada. Dia memang orang yang bisa dibilang serba tahu, terlebih tentang gosip-gosip kehidupan sekitar kampus.
"Nad, tentang Isabela bolehkah Aku tahu tentangnya lebih banyak lagi?" tanyaku pada Nada.
Nada menjawab, "Memang kenapa kok Kamu sampai segitu penasarannya? Mending Kamu enggak usah dekat-dekat dengan dia deh. Takut malah nanti Kamunya ketularan image buruk yang sudah melekat pada dirinya."
"Aku tidak ingin mendekatinya atau bagaimana, Aku hanya ingin mengorek informasi lebih banyak lagi saja. Yang pasti Aku harus memastikan sesuatu. Dan itu ada hubungannya dengan Isabela. Aku tidak bisa cerita padamu sekarang, jadi Aku hanya bisa meminta tolong padamu sekaligus meminta maaf karena tidak bisa bercerita lebih jauh lagi," jelasku.
"Baiklah, Aku pun tidak ingin memaksamu untuk bercerita. Kamu punya hak untuk menyimpan ceritamu. Yang harus Kamu tahu juga Yum, Aku akan membantumu sebisaku," balas Nada.
"Terima kasih Nada. Kamu memang yang terbaik. Sahabatku yang luar bisa. Enggak rugi deh sekamar dengan informan sepertimu," kataku.
"Informan?" tanya Nada heran.
"Iya, informan! Habisnya Kamu tahu banyak hal sih. Hampir semua hal yang tidak Aku tahu, Kamu bisa menjawabnya," ungkapku.
"Masak sih? Keren dong Aku!" canda Nada.
"Jadi apa yang Kamu tahu lagi tentang Isabela?" tanyaku kembali.
"Jadi setahuku, Isabela itu anak kampus sebelah yang seperti banyak orang bilang, dia itu simpanan om-om. Sebenarnya dulu dia ngekos di kos yang sama dengan temanku SMA dulu. Nah, kata temanku dia sering banget pulang malam. Makannya akhirnya dia pindah ke kontrakan biar lebih bebas sepertinya. Soalnya kan di kos temanku itu ada jam malamnya. Jadi dia enggak bebas gitu," terang Nada.
"Oh, jadi sekarang dia tinggal di kontrakan?" Aku masih merasa penasaran.
"Kayaknya sih gitu. Tapi Aku dengar-dengar, dia sempat cuti kuliah 2 semester. Gosipnya sih gara-gara hamil. Karena enggak lama setelah dia pindah itu dia cutinya," jelas Nada.
"Hus … Kamu jangan ngarang. Mungkin cuma gosip saja itu. Tidak perlu menambah garam di lautan," tanggapku.
"Yeee … dibilangin! Nah, ingat tidak kemarin setelah keluar dari kafe Mawar. Kamu lihat sendirikan, dia keluar dari toko perlengkapan bayi sama om-om." Nada mencoba mengingatkan.
"Deg …." Aku mulai kepikiran lagi dengan ucapan Nada. "Jangan-jangan memang benar dengan gosip yang beredar," ucapku dalam hati. Perkataan Nada membuatku semakin tidak tenang. "Ah sudahlah, bukan urusanku."
Aku sudah mencoba untuk tidak mau tahu dan bersikap masa bodoh. Namun sayangnya, semakin aku mencoba untuk menghindari kenyataan bahwa ada sesuatu yang janggal di antara hubungan om Danu dengan Isabela, aku malah lebih sering memergoki mereka bersama yang terlihat mesra. Untungnya selama ini, om Danu belum pernah tahu bahwa aku melihatnya bersama wanita lain.
***
Malam ini aku berencana untuk malam mingguan bersama Andra, sembari mempersiapkan pekerjaan barunya dengan Sintia. "Jadi Sintia ngajak pemotretan kapan? Besok ya?" tanyaku.
"Iya besok. Mau di taman dekat perempatan situ katanya," jawab Andra sambil menunjuk tempat yang dia maksud.
"Oh, iya dia sempat cerita kemarin. Semoga lancar ya dan sukses pengambilan gambar pertamanya. Semoga kalian cocok biar kerjasamanya lanjut terus," ungkapku.
"Aamiin … tapi apa enggak apa-apa Sintia enggak tahu tentang hubungan kita?" Andra bertanya kepadaku.
"Sebenarnya Aku juga sedikit ragu sih, cuma ya mau bagaimana lagi," jawabku.
"Maaf ya jadi membuatmu serba salah begini gara-gara hubungan kita yang belum jelas ini. Bukannya tak mau berpacaran denganmu, Aku hanya ingin membuktikan kesungguhanku saja biar Kamu yakin untuk menerimaku nantinya," ungkap Andra.
"Iya Aku paham kok. Aku juga tidak ingin terburu-buru, jadi hanya bisa memberikanmu kesempatan untuk saat ini," terangku.
"Dasar laki-laki tidak tahu malu. Selingkuh sama bocah yang seumuran dengan anak sendiri!" teriak salah satu wanita dari depan resto tempat aku dan Andra berada. Aku menatap ke arah luar. Tak kusangka, ternyata ada tante Lidya yang tengah berdiri sambil menangis dan menunjuk-nunjuk ke arah seorang laki-laki yang sedang berdiri di hadapannya. Ternyata laki-laki itu tidak lain adalah om Danu.
Tanpa tersadar, aku meninggalkan Andra yang masih duduk di hadapanku dan berlari ke arah tante Lidya. "Sudah Tante, yuk kita masuk ke dalam saja," ajakku. Tante Lidya kaget melihat aku di sana. Aku tahu, mungkin dia lebih malu jika aku tahu semuanya. Tapi itu tidak penting lagi.
Setelah duduk sejenak, akhirnya tante Lidya mulai agak tenang. "Kamu kok di sini Yum?" tanya tante Lidya.
"Iya Tante, kebetulan memang Saya kuliah di sini," jawabku.
"Yumi lihat semuanya ya?" tanya tante Lidya.
"Sayangnya iya, Tan. Mohon maaf kalau Saya malah ikut campur," jawabku.
"Tidak, Nak. Malah Tante berterima kasih dengan Kamu. Kalau tidak ada Kamu, mungkin Tante akan menjadi tontonan di luar sana karena sudah marah-marah seperti orang gila," terang tante Lidya.
"Iya Tante, Yumi paham kok. Sabar ya Tante. Oh iya, perkenalkan ini teman Saya Andra." Aku memperkenalkan Andra kepada tante Lidya.
"Iya Nak, salam kenal ya. Maaf lo, Tante malah mengganggu kalian berdua," ucap tante Lidya.
"Iya tidak apa-apa, Tante," jawab Andra.
"Tante menginap di mana?" tanyaku.
"Tante menginap di hotel dekat sini. Kebetulan tiap nyusul om Danu, tante sudah sering ke Bandung jadi lumayan tahu daerah sini," terang tante Lidya.
"Baiklah jika memang Tante Lidya sudah ada tempat menginap. Kalau misal Tante perlu sesuatu, hubungi Yumi saja ya," pintaku.
"Iya, Nak. Terima kasih banyak karena sudah menemani Tante malam ini. Oh iya, gimana hubunganmu dengan Dito? Kalau bisa, Tante minta tolong untuk Yumi tidak cerita tentang kejadian malam ini kepadanya ya. Tante takut nanti malah mengganggu pikirannya di sana," pinta tante Lidya.
"Baik, Tante. Saya tidak akan menceritakannya kepada Dito." Aku tidak ingin bercerita lebih banyak tentang hubunganku dengan Dito kepada tante Lidya. Mengingat Andra masih bersama kami.
"Ya sudah, Tante pamit dulu ya Yum. Hati-hati nanti Kamu pulangnya. Nak Andra, titip jagain Yumi ya," pinta tante Lidya penuh perhatian.
Setelah kepergian tante Lidya, Andra menatapku dengan penuh tanda tanya. Tanpa dia bertanya pun sebenarnya aku sudah tahu apa yang ingin dia tanyakan. Aku masih perlu berpikir, bagaimana seharusnya aku menceritakannya kepada Andra tentang om Danu, tante Lidya, bahkan tentang Dito.
"Jadi om-om yang ribut dengan tante Lidya itu siapa?" tanya Andra.
"Itu suami tante Lidya. Sepertinya dia selingkuh dengan cewek tadi," jawabku singkat.
"Kok Kamu kenal mereka? Kalau tante Lidya bilang menginap di hotel, jadi sebenarnya bukan orang Bandung dong?" tanya Andra kembali masih penasaran.
"Iya, memang benar tante Lidya bukan orang Bandung. Kami sama-sama orang Jakarta. Setahuku om Danulah yang bekerja di Bandung. Bahkan mereka punya vila keluarga yang sesekali mereka tinggali. Cuma memang yang sering tinggal di sana adalah om Danu, suami tante Lidya yang memang bekerja di sini." Aku mencoba menjelaskan kepada Andra tentang siapa mereka.
"Terus hubungannya denganmu apa? Kalian masih saudaraan?" Andra masih mencoba mengorek informasi.
"Bukan saudara sih, tapi kenal saja," ungkapku secukupnya.
"Terus kalau Dito? Dia siapanya Kamu, kok barusan tante Lidya bertanya tentang hubungan kalian?" Andra bertanya tentang Dito kepadaku. Aku masih bingung harus menjawab bagaimana.