Perjalanan menuju ke rumah Wildan tak begitu lama, walau ini jam-jam padat pulang kerja.
Wildan memang berhenti sebentar di salah satu masjid di jalan untuk menyelesaikan kewajibannya.
Mobil nya sudah terparkir rapi di depan rumah, dengan cepat ia memasuki rumah bertujuan untuk menghindari bertemu dengan mama nya yang akan bertanya panjang lebar atau mengomelinya.
Perlahan ia membuka pintu, betapa kesal nya Wildan orang yang ia hindari benar benar berada di depan hadapannya. "Assalamualaikum…"
"Waalaikumsalam." Jawan kak Ayu dan mama Rita.
"Baru pulang Wil?" Tanya mama Rita sembari melipat kedua tangan nya di depan dada,
"Iiya...Wildan mau ke atas maa.."
"Ga mau makan dulu sayang?" Ucap mama Rita yang langsung merangkul anak bungsu nya ini.
"Ga maa..entar aja.."
"Yahh...Yaudah langsung ganti baju dulu kalo mau tidur tiduran." Mama Rita melepas rangkulan nya,
"Iya maaa…" Wildan berjalan perlahan ke lantai atas melalui tangga.
"Adik kamu kalo ngambek kayak anggep mama nih mama tirinya tau…" Mama Rita melirik ke atas memastikan Wildan sudah masuk ke atas, "Tuh mama tau.." Kak Ayu tetap berfokus menonton.
Mama Rita terdiam meratapi lengan nya yang tercium sangat jelas bau anak bungsunya, sudah lama sekali ia tak merangkul nya bahkan memeluknya dengan hangat setelah Wildan sibuk dengan urusan nya dan jarang berada dirumah. Nama nya juga beranjak tumbuh, seorang anak pasti akan menghabiskan waktunya di luar rumah dibandingkan di dalam kamar nya.
Wildan hendak melepaskan bajunya namun terhentikan karena Rizal yang nyelonong masuk tanpa mengetuk, "Dari mana?" Rizal hanya berhenti didepan pintu saja.
"Ketemu cewek gua."
"Sejak kapan lu punya cewek?"
"Sejak lu mau nikah."
"Uudah lahh sana keluar ngurusin idup orang banget sihh!" Wildan mengusir badan Rizal yang berdiri didepan pintunya dan langsung mengunci pintunya.
'Ribet banget jadi orang!" Wildan sengaja membesarkan suaranya dan masuk kedalam kamar mandi sembari membanting pintu kamar mandi.
"Sejak kapan Wildan jadian.." tanya Rizal sembari berjalan masuk kedalam kamarnya.
Wildan baru saja selesai mandi ia hendak menarik baju di lemari. "Yang ini dipisah aja deh..mayan bau parfum Vania.." Wildan meletakan Baju yang ia gunakan tadi di tempat terpisah dari baju kotor.
Ia sudah menggunakan Baju piyama nya yang berwarna biru, baru saja ingin merebahkan diri sudah ada yang mengetuk kamar Wildan.
'Tok tok!'
"Dek wildan ini makanan nya.." Sahut Bu ime yang berdiri di depan kamar wildan sembari membawa nampan,
"Ohh bu ime...bentar bu," Wildan membuka pintu kamar,
"Ini dek makan malam, kata ibu disuruh bawa ke atas aja.." jelas bu ime,
"Makasih bu..taro di atas meja aja bu," Wildan membuka pintu lebih besar lagi.
Wildan berjalan ke arah kasurnya dan menarik gitar di samping nya.
"Dek?"
"Ya bu?" Wildan langsung memalingkan wajahnya ke Bu Ime,
"Lagi ada masalah ya?"
"Ga ah bu.."
"Masa ? Ini tulisan buat siapa hayooo…" Kekeh Bu ime menunjuk ke arah kertas yang terdapat di atas meja belajar Wildan.
"Buat cewe yang aku suka tapi calon orang.." Jujur sekali bukan Wildan.
"Adek suka istri orang?!"
'Eh!" Mata Wildan langsung membesar, terkejut dengan ucapan Bu ime yang pasti.
"Bu-Buukan istri orang tapi calon bu.."
Bu ime masih berusaha mencerna ucapan Wildan, "Dia calon istri orang bu.."
"Astagfirullah!" Bu ime langsung berteriak dengan mengelus dadanya,
"Bu-Bu inem cuman bisa doa aja deh den Wildan.." Bu ime memundurkan langkah kakinya keluar dari kamar Wildan, "Bu jangan kasih tau yang lain..termasuk kak Ayu!"
"Aaaa iya iyaa…." Bu Ime dengan cepat menutupi pintu kamar dan berjalan kembali kedapur. "Maksud den Wildan itu calon istri orang…?" Bu ime bertanya sendiri sembari mencuci piring, "Jangan jangan...calon nya bang Riz.."
"Bu!" Salah satu satpam rumah mengaket kan bu Ime yang sedang sibuk mencuci piring, "Ih! ngagetin saya aja kamu! sudah tua di kagetin pula kaya nyuruh mati aja!" Bu ime menyemprotkan air ke arah pak satpam. "kaburrr!" Sebelum baju nya basah disiram bu Ime pak satpam berlari kembali ke pos depan rumah.
Kembali ke kamar Wildan yang sangat dingin karena AC dibuat menjadi tujuh belas derajat celcius. "Buat jodoh gua yang lagi sama orang lain, semangat ya! aku kasihan sama kamu demi ketemu aku harus ngelewatin perjalanan seribet ini." Wildan memandangi layar ponselnya dengan terkekeh tipis.