Chereads / MILO(Akmil dan Akpol ku) / Chapter 26 - Bagian ke dua puluh enam: Asam manis

Chapter 26 - Bagian ke dua puluh enam: Asam manis

Rizal menjajarkan tatapan nya dengan mata Vania,

Vania tak menjawab sama sekali, kepala nya hanya menunduk kebawah.

"Aku tanya, kamu dari mana? kenapa parfum kamu beda?" Rizal mendekatkan bibirnya ke arah kuping Vania,

Arslan yang hendak menenangkan Rizal dicegat oleh Rizal sendiri "Lu diem di situ arslan!"

Arslan berburu memundurkan langkah kakinya.

"Pertanyaan nya susah?" Rizal melipat dua tangan nya diatas dada.

Semua teman Vania tak ada yang bersuara, mereka hanya terdiam menyaksikan huru hara dua pasangan baru ini.

Vania perlahan membuka mulutnya "Dari kamar Nissa." pandangan nya masih ke lantai-lantai hotel.

"Kenapa Nissa ke atas bawa barang tanpa kamu?"

"Aku ketiduran tadi dikamar Nissa.."

"Ketiduran?" alis kanan Rizal sudah naik,

"Bukan nya kamar Nissa gabung sama yang lain?" Rizal memberi tatapan tajam nya lagi,

Dum! Mati sudah Vania, tak tau lagi dia harus mengelak kemana lagi jika begini. Bodoh sekali ia lupa jika acara ini disiapkan oleh Rizal. Pastinya Rizal akan lebih tahu segalanya dibandingkan Vania.

"Nissa emang Vania tadi ketiduran di kamar lu?" Rizal memutar badan nya mengarah ke Nissa yang tepat berdiri disamping Vania,

"Iya ketiduran dia tadi."

Alis kanan Rizal naik lagi, "Kenapa tadi lu ga bilang ke kakak kalo Vania ketiduran di kamar lu?"

"Vania tadi kecapean dan emang ide Nissa buat ga bilang ke lu, takut lu mau ngajak di makan malam atau apa. Kita mikir lah mana Vania ga akan nolak kalo ajakan lu, yaudah kita sepakat kalo Rizal nanya kita gatau." Tivanka langsung merapat panjang menjelaskan dengan karangan cerita buatan dirinya,

Rizal langsung memutar kembali arah kepalanya ke Vania yang masih menunduk, "Emang iya?"

Vania hanya membalas dengan anggukan kepalanya. "Vania ga bisa nolak ajakan kak Rizal, mangkanya ide aku yang jangan kasih tau siapa siapa kalo Vania tidur dikamar Kita. Tadi emang tante Tita minta tolong personal ke aku buat naro box tadi." Nissa membantu lagi untuk membuat cerita semakin real.

"Kalian Berempat balik ke kamar aja, ada hal yang mau gua omongin sama Vania." Mintak Rizal menatap ke empat kawan Vania,

"Arslan lu juga balik duluan aja." Termasuk Arslan pun diusir oleh Rizal.

Arslan hanya menunduk dan langsung berjalan cepat menuju ke arah lift turun. Tiga kawan Vania pun sudah berjalan mengarah ke lift, "Sampe Vania mewek dikit gua pindahin leher lu ke biji mata kaki!" Nissa berbisik di Kuping Rizal sebelum ia berjalan mengikuti kawan-kawannya yang lain.

Seketika Rizal langsung menelan air ludah nya dengan kasar.

"Duluan Van!" Nissa mengelus lengan Vania dan langsung berjalan mengikuti kawannya yang sudah di dalam lift.

Rizal tak bicara sepatah kata pun, ia langsung membuka pintu kamar yang akan Vania tepati. Tangan Rizal membuka jalan untuk Vania masuk dahulu,

"Kalo kakak mau ngomong..disini aja." Vania menahan lengan Rizal sebelum dirinya melangkah masuk ke kamar. "Aku ga akan marahin kamu didepan teman-temen kamu kok..sekarang kamu ganti baju terus tidur, udah malem juga ga enak kalo ada yang lihat kita di depan kamar kayak gini." Rizal membuang arah matanya dari wajah Vania yang berdiri di sampingnya.

"Kalo kamu aja ga bisa nolak permintaan aku, berarti aku juga ga bisa nolak kalo kamu gamau ngomong sama aku." Rizal memundurkan langkah kakinya dari depan pintu kamar,

Ia sadar jika Vania seakan menghindar untuk bertemu denganya.

"Aku bukan gamau ngomong kak...tapi emang tadi ketiduran sumpah."

"Iya ngerti Van, Yaudah sekarang kamu masuk tidur ganti baju. Kalo ga ada nanti telepon aku aja ntar minta tolong Arslan anterin baju nya." Rizal membuka pintu lebih lebar lagi,

Rizal menunjuk ke ponsel Vania yang Vania genggam di tangan sebelah kirinya, "Telepon nya dihidupin biar orang ga khawatir."

"Aku duluan. Kamu langsung tidur jangan kemana-mana lagi." Rizal memutarkan dirinya menghadap ke lorong hotel dan bersiap untuk berjalan.

"Satu."

"Dua."

Rizal masih belum melangkah, ujung matanya melirik ke arah pintu yang masih diisi oleh Vania di depan nya.

"Iya aku Masuk, Night Zal!" Vania mengunci pintu kamarnya. Ia tak begitu ingin memulai pertengkaran lain. Sudah lelah perasaan nya dari pagi hingga malam dibuat seperti roller coaster.

Badan Vania melemah di belakang pintu, rasanya ringkih sekali hatinya dibuat oleh Rizal.

punggung badan nya menempel di pintu kamar yang dingin ini. Sebegitu lemahkah perasaan nya? Hingga harus menangis di belakang pintu dan hanya memeluk kakinya sendiri?

Arah kepala Rizal berputar sembilan-puluh derajat. Mata nya mengarah ke pintu kamar Vania. "Gua cuman gamau lu jadi sama yang lain." Lirih batin Rizal. Terngiang jelas ucapan Vania yang kasar dengan bantingan pintu yang keras.

Batin nya menjawab kalimat dingin Vania, "Night too Van." dengan cepat Rizal langsung melangkah meninggalkan lorong kamar Vania.

Malam ini Rizal tak akan keluar kemana-mana. Mata dan badan nya cukup lelah berdiri di atas panggung dari pagi, dan di akhir dengan hampir terjadi nya pertengkaran.

"Slan lu balik ke kamar lu aja, gua cape banget mau tidur aja gamau keluar dulu. Kalo lu mau keluar langsung aja ya." Rizal berusaha membawa dirinya yang sudah lemas kedalam kamar dan langsung membanting dirinya ke kasur. "Tolong tutup pintu kamar gua ya!" Teriak Rizal meminta tolong ke Arslan yang hanya terdiam melihat bos nya seperti orang mabuk dengan sempoyongan masuk ke kamar. Tak ada jawaban apa pun dari Arslan, ia langsung menutup pintu kamar bos nya dan segera pergi dari kamar bosnya.

mata Rizal langsung terlelap dengan setelan kemeja dan celana nya. mata nya terlalu berat untuk melek dan badan nya terlalu lelah untuk berdiri dari kasur.

Berbeda dengan Wildan yang baru kembali ke hotel sudah sangat larut malam. Ia baru kembali dari kantor teman nya, ada urusan yang harus ia selesaikan, tidak harus namun menjadi harus agar otak nya melupakan masalah yang baru terjadi tadi siang.

Mata nya sudah sangat mengantuk dan badan nya juga sudah sangat remuk, tapi ia harus menahan nya karena papa nya yang tiba tiba memasuki kamarnya dan langsung menarik dirinya keluar dari kamar hotel.

"Papa apa sih! Wildan udah gede bisa jalan sendiri!" ucap Wildan menarik tangan nya dari cengkraman papanya yang sangat kuat namun mau sekuat apapun Wildan menarik tangannya, ia pasti akan kalah dengan cengkraman papanya yang lebih kuat dari dirinya.

"Kamu udah gede?! Bisa jalan sendiri ?! Tapi kenapa kamu harus papa tuntun untuk masalah perempuan?!" Ia membanting lengan anak bungsu nya dengan keras. terlihat jelas bekas cengkraman yang sangat merah terjiplak di pergelangan tangan Wildan.

Bola mata Wildan langsung membesar seketika "Maksud papa apa?" Kalimat nya terbata-bata sangking gemetar dirinya. Ini yang dimaksud itu Vania kah? atau hubungan nya sudah bocor?

"WILDAN! UMUR MU ITU SUDAH DEWASA! APA KAMU GA MENGERTI KAKAK MU ITU SUDAH TUNANGAN! UNTUK APA KAMU MASIH MENGEJAR VANIA!" Bentak Ridwan di depan hadapan Wildan. Urat di lehernya seakan mau keluar dari kulit lehernya sangking dirinya menahan emosi untuk tidak memukul anak nya sendiri, walau ia sudah menarik tangan anaknya dengan kasar.

"Hah? wil...wildan..." belum kata kata itu terselesai kan

"Kamu itu ga bisa ngalah! Terlalu egois!" Ridwan membentak anak nya lagi,

"PAPA STOP LAH WILDAN PUNYA TUJUAN WILDAN SENDIRI, MAU WILDAN SUKA SAMA SIAPA AJA ITU BEBAS! MASING MENDING WILDAN SUKA CEWE DARI PADA SUKA COWO! " Dengan keras Wildan membalas papanya. ia tahu ini tidak sopan, tapi kali ini dirinya sudah terlalu letih untuk terus mengalah.

"WILDAN!"

tak ada kata lanjutan dari Wildan, ia sentak terdiam.

"Kamu tuh mau malu maluin papa hah?!"

"BERHENTI DEKETIN CALON KAKAK IPAR KAMU NGERTI!" Dengan keras Ridwan membentak anak nya langsung di kupingnya.

"APA?! MALU MALUIN?! KAPAN PA?! YANG MALU MALUIN PAPA ITU RIZAL! HERAN AKU TUH APA ISTIMEWANYA RIZAL SI? MASUK AKMIL AJA NYOGOK ORANG?! HARTA PAPA ABIS DIRIZAL! WILDAN NGALAH TERUS PA! WILDAN ANAK SIAPA SIH DISINI?! RIZAL YANG SELALU ISTIMEWAH DI MATA PAPA MAMA! AKU?! APA KABAR AKU?! YANG HARUS KERJA NYARI DUIT SENDIRI, GA DIANGGAP DI RUMAH!

DAPET BEKAS TERUS WILDAN TUHHHH!....KITA LIHAT PA DIDEPAN NANTI SIAPA YANG MALU MALUIN PAPA , AKU ATO ANAK KESAYANGAN PAPA ITU?! "

"BRAKKKK!" satu tamparan melayang ke pipi kiri Wldan.

"Puas pa? " Wildan hanya mengelus pipinya.

"Pa?!" kak Ayu berlari ke arah Wildan dan papa nya. "Dek kamu kenapa?! Pa?! kenapa?!" ucap suara kak ayu yang sedikit bergetar khawatir.

"Papa mau ngomong lagi ga? udah puas kan? yaudah kalo gitu Wildan keluar dari rumah kali aja rumah tambah seru tanpa wildan." Wildan berjalan meninggalkan papa nya yang terdiam membeku,

"Dek!" teriak kak Ayu sambil lari mengejar Wildan "Dek kamu kenapa? kamu berantem sama papa? Will!" Kak Ayu hanya menahan tangan Wildan yang hampir menekan tombol lift.

"LU NGASIH TAU KE PAPA?! KAKAK MACAM APA YANG NGEJEBAK ADEKNYA SENDIRI?! " Wildan memutar kepalanya,

"Hah?! Ngasih tau apa wil?!" kak ayu terdiam keheranan dengan ucapan Wildan.

"Masalah Vania! lu doang yang tau! kenapa sampe papa tau hah?! mau nyelametin adik kesayangan lu?! "

"Sumpah dek kakak ga tau apa apa! demi allah kakak ga ngasih tau siapa siapa demi allah dek! " Kak Ayu bersumpah jika bukan dirinya yang memberitahu pasal ini. Siapa yang memberitahu soal Vania ke papa nya? Orang masalah ini hanya diketahui dirinya dan Arslan kan?

"Ga usah dibahas lagi, Lu tenangin papa aja, takut penyakitnya kambuh. Gua tidur di mobil aja atau balik kerumah aja." Wildan melepas kan genggaman kak Ayu di lengan nya.

"Ga Ga! Kamu tidur di kamar kakak aja yaaa!" Kak ayu mengobok celana nya untuk mengeluarkan kartu kunci kamar miliknya,

"Kamu sama kak Adian aja yaaa!" Kak Ayu memberikan paksa kunci kamar miliknya,

"Ga usah, gua bisa nginep di apart nya bim kok." Wildan melangkah kan kakik nya masuk ke dalam lift,

"Udah sana masuk kamar, kasian calon keponakan gua." dengan cepat Wildan menekan lantai lobby dan pintu lift langsung tertutup dengan cepat.

"Wil!"

Dengan terpaksa kak ayu tak bisa mengejar Wildan, ia harus menenangkan papa nya yang hanya terdiam bermenit-menit di lorong Hotel.

"Halo!" Sambungan telepon Wildan sudah terhubung,

"Assalamualaikum, gue nginep tempat lu! jangan kemana-mana! kunci apart jangan diganti!" Tak panjang lebar Wildan langsung mematikan sambungan telepon nya dan segera bergegas ke mobilnya.

dengan kecepatan tinggi ia menembus jalanan malam kota palembang yang mendingin jika malam dan memanas jika siang.

Pagi datang. Wildan di minta mama nya untuk ke hotel. Kak Ayu pun sudah mencerita kan apa yang terjadi semalam. Dan itu membuat jantung Rita tak tenang semalaman, mana ponsel Wildan yang tak bisa dihubungi semakin membuatnya cemas.

Wildan baru saja sampai, Papa nya langsung mendorong dirinya keluar dari kamarnya

"MAU PAPA APA SIH?! NYESEL AKU BALIK KE SINI." bentak Wildan di luar kamar

"LANCANG YA KAMU SEKARANG?! UDAH HEBAT BANGET KAMU?! SOK SOK MAU TINGGAL SENDIRI, ALAH UJUNG NYA JUGA BALIK LAGI KE SINI! KALO GA ADA UANG GA USAH BANYAK NGOMONG DEH!" Bentak Ridwan,

"Pa udah paa! Malu...ga enak sama keluarga besan paa!" Rita dan kak ayu yang saling menahan Ridwan dan Wildan.

"KALO BUKAN KARENA Va..." belum kata kata dari Wildan terselesaikan Vania sudah datang menarik lengan Wildan seakan membantu memisahkan, "Hmmm karena gua inget mama gua balik bukan karena lu ya!" Wildan menurunkan nada bicaranya.

"Van kamu ngapain kesini sayang?!" Rizal berburu keluar dari kamarnya yang mendengar suara Vania didepan kamarnya, "Ehhh ada mantu tante.....pagi pagi udah bangun aja, kenapa Van? Nyari rizal ya?" tanya Rita yang langsung melepaskan tangan nya dari lengan suaminya

"Ga Ma....tadi Vania denger suara om..Vania kira tadi itu Rizal jadi Vania langsung kesini...." ucap Vania mengarang cerita, sejak kapan dia mau peduli ke Rizal, dia kesana pastinya mau liat Wildan, dia takut pacar nya ini kenapa napa pastinya.

tatapan mata Wildan mengarah ke Vania yang berdiri di sampingnya, awalnya iya tak mengerti tapi beberapa menit otak nya langsung tersadar saat melihat kedipan mata Vania.

" Wildan minta maaf pa..karena Wildan emang pa..Wildan minta maaf." Wildan langsungl memeluk papanya dengan suara paru seperti ingin menangis,

"Papa juga minta maaf udah marahin kamu,maafin papa ya." Ridwan membalas peluk anaknya, "Papa bener bener ngerasa ga enak sama kamu wil..papa gamau kamu tinggal ga jelas diluar sana kamu itu anak papa.." Ridwan menangis di pundak anaknya, ia menyesal, ia merasa sangat bersalah tangisannya saja bisa melihatkan semuanya.

"Nahh kan gitu enak...sini pelukan kita semua...sini anak anak mama!" ucap Rita memeluk Wildan dan suaminya yang sedang berpelukan. Rizal dan kak Ayu meraih tubuh tiga orang itu. Dan terbentuklah pelukan hangat keluarga Ridwan.

"Yuk kita breakfast dulu udah mau abis loh jamnya!" ucap kak ayu sambil mengelap air matanya yang mengalir di pipinya. Vania dan kak Adian hanya menonton saja kehuruharan keluarga ini.

"Ayo ayoo! " Ridwan melepas pelukannya dan meraup wajahnya

"Mama siap siap dulu belum mandi ini, nih karena kalian berdua tadi ini!" Oceh Rita ke suaminya yang matanya masih sembab karena abis berbaikan dengan anaknya.

"Hahahahah iya ma sana mandi dulu, mandi dulu semuanya baru turun kebawa ya!" ucap Ridwan yang mengikuti istrinya yang sudah masuk ke dalam kamar.

"Mah! tunggu papa mau ikut Mandi!"

"PA!" Tiga anak nya berteriak malu mendengar ucapan ayahnya sendiri didepan mantunya. "Memang suka rada-rada papa tuh…" Ucap Kak Ayu sambil meninggalkan depan kamar orang tua nya dan berjalan masuk ke kamarnya,

"Kamu mau juga?" Tanya kak Ayu ke suaminya yang mengintilinya,

"Kalo boleh mah ya..hayuuu!"

"Dasar maruk!"

"Yang belum nikah jangan ikutan!" Kak Ayu menyoraki dua pasangan yang baru selesai dari acara lamaran nya. Dua pasangan itu sudah menghilang masuk kedalam kamarnya dan tinggal Vania, Rizal dan Wildan masih di lorong kamar,

Rizal masuk ke dalam kamar untuk mengambil ponselnya sebentar dan meninggalkan Wildan dan Vania didepan. "Thank you van! udah selametin aku, i do this just for you ya!" ucap Wildan mendatangkan Vania yang berdiri di dekat ujung lorong hotel,

"Shutt!! Awas ntar ada rizal!" ucap Vania melirik ke kanan ke kiri, takut Rizal keluar dari kamar tiba tiba.

"Hahahaha tenang gann." Wildan memberi jari oke ke Vania,

"yang....sayang!" Rizal langsung mencari Vania, ia baru keluar kamar sambil membenarkan tas nya.

"ehhh kenapa sayang?" Vania buru buru menghampiri Rizal,

"Wait my boy!" ucap Vania dalam hati sambil melihat mata Wildan

"Oke baby i will wait!" jawab Wildan dalam hatinya sambil menatap vania, seakan akan menjawab pertanyaan vania. Oke sekarang mereka berdua sudah terhubung di dalam hatinya sampai mata nya pun sudah bisa berbicara.

"kamu udah mandi sayang?" Tanya Rizal menghampiri Vania,

"Udah dong..kak rizal?"

Rizal memposisikan badan nya di samping Vania "Pas waktu kamu dateng aku baru selesai mandi itu."

"Ohhh.." Vania hanya menganggukan kepalanya saja menjawab ucapan rizal.

Tangan Rizal meraih tangan Vania yang kosong, "Kita kebawa bentar yukk liat pool nya!"

"Ayoo aku dari kemaren pengen bangettt kesana tauuu!" Vania berloncat kesenangan. Oh memang hotel ini salah satu hotel yang selalu masuk list staycation nya, tapi terlalu sulit untuk staycation di jadwalnya yang sering penuh.

"Ehh will, mau ikut ke bawa ga?" Rizal melirik ke arah Wildan yang tepat berdiri samping nya.

"Ga ah gua dikamar aja mau mandi dulu." Wildan langsung berjalan cepat memasuki kamar hotelnya dengan lesu, Meninggalkan kakaknya dan kakak iparnya yang sedang membucin.

"Ohh oke deh!"

"Gua sama Vania kebawa ya!" teriak Rizal menyahut Widan yang hampir menutup pintu kamar,

"Duluan kak wildan." Vania tersenyum manis dan mengikuti arah langkah Rizal.

Jawaban dari Wildan hanya anggukan kepala dan setelah itu pintu kamar berbunyi keras.

"Mau emosi tapi kehalang status…."

Wildan bercepat mengambil handphone nya dan bergegas turun. Sebenarnya ia tak mau melihat pacarnya bermesraan dengan kakaknya sendiri, tapi lebih emosi lagi jika ia harus menunggu di kamar dengan segala pikiran nya.

Vania meraup lengan Rizal yang berdiri di samping kolam renang. wewarnanan hijau yang asri dicampur dengan air kolam yang membuat serasa ingin mandi dan cuaca kota palembang yang akan memanas di saat masuk arah jam sebelas siang.

"Kakak…."

"Yaa?" Rizal langsung menoleh ke arah sumber Suara.

Vania yang menggandeng tangan nya dengan hangat terdiam berdiri di salah satu sudut kolam renang, "Bagus banget ya...yang pemandangan nya."

Rizal sentak terdiam, kuping nya terasa di sentil oleh tawon. Apakah seorang Vania sudah terbiasa memanggil Rizal menjadi kata 'Yang.'

"Hahahha iya bagus banget.." Kekeh Rizal melihat tawa Vania di ujung bibirnya,

"Sorry semalem ya." Padangan Rizal berpindah ke arah bawa. Oh jangan lupa kan kejadian semalam tentunya.

"Hahahah gapapa kok..aku juga ya salah ga ngabarin kamu." Vania tersenyum lagi, ia berusaha menetralisir kan suasana.

"Aku cuman khawatir kamu kenapa-napa."

Vania terdiam. arah matanya melirik ke lelaki disampingnya yang sedang ia gandeng.

"Halah bohong banget Riz!" Batin Vania ingin mengucapkan kalimat itu, tapi

Rizal menyadari Vania yang terdiam beberapa menit, "Aku khawatir takut kamu kenapa napa, aku ga mau ya cpw aku berubah!" Rizal mengacak ngacak rambut Vania dengan geram.

Wajah Vania menjadi raut sangat terkejut namun menjadi tawa yang cemringgah "HAHAHAHA apa sihh kak!"

"Kak.."

"Apaaa Cantikkk.."

"Boleh minta tolong ga?" tanya Vania menatap bola mata Rizal,

"Minta tolong apa sayang?" dengan tangan Rizal yang masih mengacak-acak rambut wanita di depannya,

"VANIA CAPE NYATOK TAU KAK RIZALLL! Ini rambut Vania malah diginiin!" Dengan cepat Vania mengusir tangan Rizal di atas kepalanya, "kaya ga ada harga diri rambut aku kamu buat!" dengan kesal Vania merapikan lagi rambutnya.

"Ututututu, kacian nya pacar aku..ehh calon istri aku, sampe berapa jam itu nyatoknya tuhh..."

"Satu jam!"

Rizal sontak membantu membenahi rambut Vania yang tadi di acak-acak.

"Udah ga usah, udah berantakan juga."

"Ihh gaa kokk masihh cantikkkk." Rizal berusaha mengembalikan senyum di bibir Vania.

"Sini aku mau ngomong." Vania menarik baju Rizal yang membuat sontak jarak bereka berdua hanya sekilas jari. Vania mendekatkan bibirnya ke kuping Rizal,

"Aku boleh minta satu hal kak?"

Rizal membalas anggukan untuk jawaban dari permintaan Vania.

jarak mereka yang sudah dekat masih belum cukup bagi Vania, sekarang mulut Vania dan kuping rizal hanya sejengkal bakan tidak sampai sejengkal.

"Bisa ga..ga usah minum minum or smoke? jangan ikut ke club club, bisa?" Bisik Vania,

pertanyaan ini membuat jantung Rizal sentak berhenti sekian detik.

"Hah?!" Rizal sontak menjauh kan kepalanya, ia menatap Vania dengan tatapkan terkejut,

"Aku ga pernah minum Vann dan ga pernah dugem juga kok sayang...kamu kena...paa nanya gitu sih?" tanya Rizal dengan suara yang sedikit bergetar

"Emang kalo nanya ga boleh?"

"Ah Ahhh boleh lahh, masa ga bolehh." Rizal langsung ketar ketir,

"Yaudah kan aku juga cuman nanya kok." Vania memutar bola matanya dengan malas dan meninggalkan Rizal yang berdiri dengan terkejut.

Set! Rizal menarik tangan Vania dan sontak membuat badan Vania hampi memeluk badan gagah Rizal.

"Riz ayo lah aku laper!" Dengan cepat Vania menjauhkan badan nya dan berlari meninggalkan Rizal yang berharap pelukan dari Vania.

sebelum drama makin panjang Rizal mengejar Vania yang sudah berjalan masuk kedalam restaurant.

Makan pagi itu berjalan biasa saja, walau hampir dua orang tadi berantem. Dua keluarga sudah saling asik berbincang, pemandangan yang dilihat Vania sekarang sangat indah. Rita bersama Tita sedang asik mengobrol dengan canda tawa. Ridwan dan Dedi juga sama sedang mengobrol, ditambah dengan kak ayu yang mengobrol dengan kakak-kakak ipar perempuan dari keluarga Vania. termasuk Algo dan Marcel yang sedang sangat asik mengobrol dengan Rizal. Rasanya sejuk sekali, walau dirinya hanya menonton tapi setidaknya ini suatu kebahagian yang tak pernah ia bayang kan terjadi.

Pemandangannya memang bagus tapi pikiran Vania tetap kacau. Rasa sakit hati itu lah yang terus terbayang dimana laki laki yang dia tatap, Rizal. Sudah memainkan perasaan tapi, ada hal lain yang membuat hati Vania terhentak dimana dia melihat dua keluarga ini bisa sangat sangat bahagia dengan acara lamaran antara dirinya dan lekaki yang lebih tua di atasnya.

Bagaimana jika Vania jadi penghancur kebahagian dua keluarga ini? Ditambah dia yang habis membuat Wildan dan papa nya bertengkar, semua pertanyaan itu bercampur di pikiran Vania. Sekarang rasanya dia ingin teriak dan dimengerti oleh seseorang.

"Gua bukan orang yang jahat kan disini? Gua seneng kok bisa deket sama Wildan. Seneng kok gue tapi gue gamau nyakitin dua keluarga ini. Gua ga bisa bayangin gimana mereka berantem karena gue..tapi gue juga sakit disini!"

"Riz...gua awalnya sayang kok sama lo seneng kok gua kira semuanya bener tapi ga nyata. Segitu nya lu pengen harta Riz? Riz disini yang bakal sakit bukan cuman gua tapi lu juga kok, lu ngajak gua mainkan di permainan kecil mematikan ini. We'll see how will be the strongest in this game and let's use our second face." Ucap Vania didalam hatinya.

Di pikirannya hanya rizal sekarang yang ingin dia hilangkan, sakit hati yang Vania rasa kan sangat menusuk rasanya. Gimana tidak sakit hati kalo perilaku manis rizal hanya untuk dapetin perusahaan. Sometimes don't every sweet behaviour is truthful.