Beberapa sudah rapi dan sudah siap untuk check out. Dan sisanya masih bersiap. Mereka tak akan langsung kembali kerumah masih ada makan siang sebelum keluar dari hotel, sedangkan yang sedang menunggu yang lain hanya Vania dan Rizal sisanya masih bersiap. Oke itu bukan beberapa sih malah cuman satu, gimana mereka ga cepet orang barang barang Rizal yang beresin Vania sedangkan barang Vania sudah dibersihkan nya dari semalam. Dan sekarang mereka hanya duduk berdua di lobby sedangkan barang sudah dimasukan ke mobil, barang Rizal ke mobilnya dan barang Vania ke mobil keluarga Vania, Mereka tak pulang bersama karena habis ini Rizal akan pergi.
"Entar Riz mau pergi kemana?" tanya Vania yang berhenti melihat ke layar handphone-nya.
"Mau ke kantor SunMorning , soalnya ada yang harus aku Check. Kenapa mau ikut?" Tanya Rizal, "Ohh...bentar SunMoring? Kan sekarang dah siang?" Jawab Vania polos.
"Itu perusahaan papa yang kedua, oh iya ya aku belum pernah kasih tau tentang perusahaan papa ya?" Jawab Rizal sambil mengingat-ngingat apa dia sudah menceritakan perusahaan nya ke Vania atau belum.
"Belum, mangkanya aku heran Sun Morning itu apa." Jawab Vania yang masih belum mengerti.
"Jadi itu perusahaan papa yang kedua, bukan perusahaan papa sih lebih ke perusahaan keluarga lah. Nah aku kan bakal jadi penerus atau pemegang di perusahaan itu jadi ya ada beberapa hal harus aku urus, kamu mau liat kantornya ga?" Jelas Rizal sembari menanyakan untuk mengajak kekasihnya.
Memang papa Rizal tak hanya punya satu perusahaan saja, ada sekitar empat perusahaan belum lagi dengan usaha Rita yang bejibun. Jadi sudah terlihat lah seberapa sultan nya keluarga Rizal, tapi ya tak hanya keluarga Rizal saja yang berduit sebaliknya juga keluarga Vania. Keluarga Vania sendiri hampir mempunyai delapan cabang klinik kesehatan, satu rumah sakit, satu perusahaan Dedi atau perusahaan keluarga mereka yang namanya unik "PALUGADA" yang artinya apa lu minta gua ada. Dan belum dengan usaha kecil kecilan keluarga mereka.
Dedi dan Ridwan mempunyai satu perusahaan yang naungan ya ditangani mereka berdua, dan itu lah yang membuat mereka dekat sekali. Kalau pekerjaan inti dari Dedi dan Ridwan memang bakat atau keinginan mereka dan keluar dari zona hukum itu hobi mereka. Oke bro Hobby sultan beda ya.
"Ohh..Kalo ganggu aku ga ikut, tapi kalo ga ganggu boleh deh. Pengen liat liat juga heheheh," jawab Vania yang sepertinya tertarik ajakan Rizal.
"Ga kok, cuman bentar aja disana" jawab Rizal.
"Pagi Pak Rizal !" ucap Arslan yang sepertinya baru turun dari kamar,
"Ehhh pagi Arslan," jawab Rizal kepada Arslan yang baru datang.
"Pagi Vania!" ucap Arslan dan dibalas "Pagi juga" jawab Vania dengan tambahan senyum di akhir kalimatnya.
"Oh iya Pak Riz ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan Pak," tanya Arslan ke Rizal.
"Santai aja Slan lagi diluar kantor ini juga kok, Van kamu tau Arslan kan?" Tanya Rizal sambil ingin memperkenalkan Arslan.
"Tau kok." jawab Vania.
"Eh iya bisa slan," jawab Rizal menjawab pertanyaan Arslan,
"Ke sebelah sana Pak," jawab Arslan sambil menunjuk Rizal untuk jalan dahulu.
"Van ku tinggal sebentar ya, ada yang mau diomongin bentar..." Ucap Rizal sambil berpindah posisi untuk ikut dengan Arslan,
"Iya siap, santai aja kok kak!" jawab Vania.
Mereka berdua sudah pergi ke tempat nya untuk mengobrol dan Vania mulai fokus kepada handphone-nya, belum handphone itu menyala sudah ada dua orang lewat Di Hadapannya dan menarik perhatiannya, siapa lagi jika bukan Wildan dan Ami. Ditambah pemandangan yang Vania Liat itu Wildan yang membawa kan koper Ami , oke sekarang rasanya pengen Nyebur ke kolam lagi deh.
"Ya Allah thank you udah bawain, cape ga? Kan aku tadi bilang pake bellboy aja." dumel Ami yang baru saja sampai lobby bersama Wildan yang membawa dua koper sekaligus. "Hahaha cuman ini doang kok santai, dari pada nungguin bellboy makin lama entar," jawab Wildan sambil menaruh koper-koper itu dipinggir.
"Oh iya ini koper nya masuk mobil siapa?" Tanya Wildan, "Masuk mobil Vania kayaknya," jawab Ami sambil duduk di salah satu kursi lobby,
"Entar Nai disini sampai kapan?" Tanya Wildan lagi sambil menyusul duduk di samping Ami,
"Aku pindah kesini udah, ga di klinik Bandung lagi." jawab Ami.
"Jadi ga dibandung lagi? Tinggal dimana entar Nai?"
"Di rumah Vania."
"Ohh jadi ikut kesini, kalo di bandung gimana?"
"Udah ada yang urus, kata mama Vania enak di Palembang bisa ikut tante Tita,"
"Nai udah lama ya ikut ke mama Vania?"
"Lumayan lah, oh iya Wil kamu kapan balik ke asrama? "
"Sekitar lima hari lagi sih kayanya, emangnya kenapa?
"Temenin aku buat ngurus perpindahan boleh? Eh tapi Wildan tau daerah sini kan?"
"Nak kemano? Payo aku anter,kecik igo cuman kesano." (mau kemana? Ayo aku anter,kecil banget cuman kesana) Sambil terkekeh Wildan mengucapkan kalimatnya, jarang sekali Seorang Wildan berbicara menggunakan bahasa asli Palembang.
"Hahahaha!" Ami masih tertawa dengan satu tangan menutup mulutnya dan satu tangan memukul ke badan Wildan.
"Eh ngerti ga bahasa palembang kamu?" Tanya Wildan ,
"kecik igo dek bahaso ini, balek kemano kau dek?" jawab kak Ami dengan serius
(kecil banget dek bahasa ini, pulang kemana kamu dek)
"Gahahhahahah!" Wildan jadi ikut tertawa dengan benar-benar terbahak bahak, bagi mereka itu sangat lucu ditambah Ami yang terus memanggilnya "dek" bagi mereka itu hanya hal lucu ditambah umur mereka memang sedikit jauh ya hanya seling dua tahun lah. Di Dua orang ini Ami lah yang paling tua, sedangkan Wildan disini paling mudah.
Mereka sepertinya semakin dekat, Topik yang dibicarakan juga banyak sudah ada banyak percikan keUwUan dan kebahagian. Tapi beda dengan orang yang ada disebrangnya yang malah panas melihat mereka berdua sangat dekat.
Sudah dari awal Vania memperhatikan mereka, malah dari mereka datang sampai sekarang. Vania terus mengikuti omongan mereka dari jauh, tak ada waktu nya untuk fokus ke yang lain atau pun fokus ke Rizal yang ditarik oleh Arslan, dia benar benar hanya melihat ke arah Wildan dan Ami yang terus terusan membuat nya seperti di padang mahsyar. Yang pasti yang sekarang dia ingin lakukan menarik Wildan menjauh dari Ami yang terus memegang Wildan dengan beribu canda tawa nya.
fuck harusnya gue tuh yang gitu sama dia, baru jadian aja godaan udah berat bet ya allah, itu juga satu kenapa sih nempel banget.
Mungkin hanya kata kata itu lah yang ada di kepala Vania yang sudah panas melihat Ami yang malah mencubit spot kesayangan, apa lagi jika bukan pipi Wildan yang chubby yang hanya bisa disentuh Vania jika mereka sedang berdua atau jauh dari keluarga dan pastinya nya dari Rizal, dia saja menyentuhnya baru beberapa kali. sepertinya baru beberapa kali.
Vania yang tertuju dengan orang seberang nya sampai tak sama sekali menoleh ke arah Rizal, sedangkan Rizal yang sedang memanas membahas hot topic baginya dan Arslan. "Gimana gimana?" Ucap Rizal,
"Tiket DWP nya ada yang VIP doang bos, kalo yang VVIP pake orang dalem harus tambah tiga jutaan buat satu orang itu"
"Yaudah gas aja, jangan kaya orang susah deh,"
"Hahahaha siap siap, eh iya hari ini ke kantor kan?"
"Jadi dong, mana mungkin gua ninggalin sungai duit gua."
"Hahahha sungai duit slur, oh iya ciwi ciwi buat dwp udah siap dan jangan lupa DWP tangga 11!"
"Siapp..eh iya jangan lupa hotel sama tiket and must business class oke!"
"Siap lah bos mana mungkin gua lupa kalo masalah itu, Eh ada sisa satu tiket tuh bos, ga mau ngajak calon istri bos?"
"Dih ogah lah!"
"Kenapa tuh bos, orang Kemaren kalian UwU banget malah sampe tadi aja masih UwU banget tuh..."
"Nak baik gitu ga bisa diajak nakal, gua UwU juga karena ada ortu and ga enak aja,"
"Coba Aja dulu bos siapa tau ya kan?"
"Udah udah daripada ngurusin itu enak lu cari tau tentang siapa yang naro saham 40% di perusahaan kita."
"Gua belum dapet banget info itu bos, katanya sih yang dapet saham itu C.V yang baru buka juga,"
"C.V? Sejak kapan? Itu perusahaan baru? Kok berani banget dan 40% berarti.."
"Yaps C.V bos, yang baru dikenal sih yang megangnya anak muda atau pengusaha muda lah dan katanya cuman dia yang berani main tinggi disini."
"40% itu lumayan gede loh, emang ga ada yang punya kartu namanya or something? Masa dia investor di perusahaan malah ga ada yang tau sih."
"Ada bos ini kartu namanya," Arslan memberi kan satu kartu nama berwarna hitam ke Rizal,
"Wait..." Terdiam Rizal melihat kartu nama nya, entah apa yang membuat nya terhentak terdiam.
"Kenapa bos?"
"C.V nya masih baru cuy kok papa boleh bolehin aja dah?"
"Gua aja gatau gimana ceritanya Pak Bos mau nerima,"
"Let me finish this one." Ucap Rizal seketika mendiam.
Otak nya terus berpikir, bagaimana bisa papa mau nerima investor ini sedangkan ada beribu investor bagus yang lebih yakin dibanding dengan investor ini.
>>
"VAN!" sentak Rizal dengan nada rendah yang melihat Vania melamun,
"Ehh sori!, aku ga nyadar maaf maaf.." kaget Vania yang langsung tersadar dari lamunannya.
"Kamu kenapa? Tumben ga liat liat tiktok?" Tanya Rizal sembari duduk disamping Vania,
"Ah..ohh itu takut handphone nya habis batre, eh kamu udah selesai sama Arslan nya?" Tanya Vania yang mata nya masih linglung dan masih menatap ke arah seberang,
"Udah kok...sayang liat apa sih?" Sentak Rizal lagi karena heran, Vania menanya ke Rizal tapi kepalanya melihat arah seberang.
"Ehh...maaf maaf bangett, aku lagi pikirin mau nyari buat ganti batre hp ku.." nyeletuk Vania sambil kembali fokus ke arah Rizal,
"Handphone mu kenapa? kok sampe mau ganti batre," tanya Rizal sambil meminta hp Vania.
"Healthy battery handphone ku udah nurun banget jadi harus diganti, soalnya kalo aku main hp dikit auto mati, hehehehe sorry hp tua.." jawab Vania.
Bisa bisanya dia bilang handphonenya tua, handphonenya saja iphone 11. Memang sudah sedikit lama dia menggunakannya tapi kan setidaknya, dia juga anak sultan bisa bisanya dia malah mau mengganti baterai hp nya saja bukan menganti dengan handphone baru. Anak sultan yang terlalu merendah atau malah bego?
"Ihhh ngapain mau di ganti, udah abis ini kamu ikut aku ke Kantor bentar terus kita ke mall, jangan simpan barang rusak sayang," cubit Rizal ke pipi Vania dengan gemas,
"Hehehe, entar mau ngapain ke mall?" Tanya vania, belum dijawab sudah ada orang datang lagi.
"PAGI SEMUANYA!" Teriak kak Ihsan yang baru turun dari lift,
"SEMUANYA BISA LANGSUNG PINDAH KE CAFE YA, SEMUANYA UDAH PADA NUNGGU TUH!" teriak kak Ihsan yang dari lift dan langsung pergi ke cafe hotel. Tanpa sadar sudah banyak yang mengumpul di lobby hotel.
"Entar ke mall ada yang mau kucari." jawab Rizal sambil menggandeng tangan Vania dan pergi ke cafe hotel.
Disusul dengan yang lain, tapi dua orang masih tertawa terbahak bahak dengan leluconan mereka berdua, mereka berjalan ke arah cafe tapi mereka berdua seperti sedang didunia mereka berdua saja, tak ada orang lain yang bisa memisahkannya kecuali mbak yang sudah masuk ke Cafe duluan bersama seorang laki laki.
"Sumpah ya kamu tuh kalo masalah gini tuh emang paling bobrok banget." kekeh Ami yang satu tangan nya menutup mulut dan satu tangan nya memukuli badan Wildan.
"Tuh tuh kann..kenapa gua selalu jadi korban lu sih, sakit tau!" gerem Wildan yang dari lobby dipukuli oleh kak Ami yang terbahak bahak tertawa.
"Hahhaha sorry Wildan ganteng!" ucap Ami dan langsung kabur masuk kedalam cafe.
"Udah pada dateng rupanya," Ucap Wildan yang melihat isi cafe itu sudah dipenuhi sepupu dan keluarganya.
"Lapor komandan, KAPAL UWU NYA WILMI BARU SAMPAI!" ucap kak Ihsan kepada Om esa, membuat semuanya langsung berfokus ke Wildan dan Kak Ami yang masih didepan pintu masuk.
"UWU banget sihh nihh kapal.." teriak om Esa yang lewat di hadapan Mereka berdua dan langsung lari ke mejanya,
"Apa sih ga ada ya." ucap Wildan dengan santai, santai untuk Wildan salting untuk Ami. Pipi Ami sudah merah abis abisan karena diteriaki oleh setengah orang di dalam cafe.
>>
masing masing, dengan ricuh obrolan keluarga dan keUwUan yang ada disana. Tenang cafe itu sudah disewa oleh papa Rizal kali ini, jadi seperti cafe itu milik keluarganya saja, dan bisa dibayangkan lah dua keluarga ya akur saling tertawa dan bahagia dalam satu waktu.
"Udah Van makanya? Kenyang ga?" tanya Rizal sambil mengelap bibirnya dengan tisu,
"Bangett!" jawab Vania dengan sedikit tertawa kecil. Padahal yang baru ia makan setengah porsi tapi sudah seperti menghabiskan dua piring.
"Abis ini ke mama sama papa mu bentar ya," Ucap Rizal sambil meneguk air minum nya,
"Buat?" Tanya vania yang masih sibuk dengan dessert -nya kali ini.
"Mau izin ngajak kamu pergi," ucap Rizal sambil memberi Vania dessert lagi,
"Ya allah santai aja kali Riz, maaf pak saya udah kenyang pak.." Celetuk Vania yang langsung mendorong piring yang berisi Dessert pemberian Rizal, perutnya terasa sangat mengemuk bahkan baju yang ia kenakan seketika terasa mengencang.
"Hahhahahha yaudah sini aku habisin, mubazir juga kalo ga dimakan." jawab Rizal sambil mengambil dessert Vania yang ga dihabisin.
"Yukk, udah nih!" Ucap Rizal setelah lima menit menghabiskan makanan Vania tadi,
"Let ce go!" jawab Vania sambil berdiri dari kursinya dan disusul Rizal yang berdiri dari kursinya. Mereka berjalan ke arah meja papa dan mama vania.
"Ma, pa.." ucap Vania sambil menyalami mereka, dan disusul lagi dengan Rizal.
"Ya sayang, kenapa?" jawab Tita masih sibuk dengan makananya, "Ma Rizal izin ajak vania keluar ya," Tanya Rizal yang masih menyalami tangan TIta
"Oh iya iyaa, mau kemana kalian?" Tanya Tita yang berhenti sejenak mengunyah makanan nya.
"Mau ke kantor sebentar ma, sama mau ke mall sebentar ada yang mau dicari ma heheh.." jawab Rizal, "Oh iya iya, yaudah gapapa hati hati ya kalian." Tita langsung senyum cemringgah.
"Hati hati ya kalian." Ucap Rita yang satu meja dengan Dedi dan Tita,
"Siap ma!" jawab Rizal menyalami orang tua mereka dan diikuti juga dengan Vania.
"Hati hati ya sayang, riz awas ya kamu jagain ini!" celetuk Rita disaat Vania sedang menyalami tangan nya.
"Hahaha siap ma, kalo rizal nakal entar dilapor." jawab Vania dengan kekeh.
"Yaudah kalian hati hati ya!" Ucap Dedi dan Ridwan yang menyaksikan dua anak nya sekarang yang sudah bersama dengan tawa bahagia.
"Yaudah, Rizal sama Vania pamit ya pa ma.." Ucap Rizal sebelum keluar dari cafe.
Mereka sudah keluar dari ruangan cafe hotel dengan ditatap oleh Wildan yang terheran, mau kemana Vania dan Rizal? Kenapa mereka keluar dahulu?
Wildan langsung menarik handphone nya , dan membuka aplikasi Whatsapp.
Vania🦭
Van
13.20
Vannnn
13.20
Vaniaa
13.20
Kamu mau kemana?
13.21
Kenapa keluar duluan
13.21
Mbak nya ilang geis
13.21
Yaudah kabarin aja ya
13.22
/off/
"Kemana sih Vania sama Rizal?" Tanya Wildan didalam hatinya ke dirinya sendiri,
"Wil? Kenapa?" Tanya Ami yang heran melihat tangan Wildan yang sudah siap mengepal seperti akan meninju.
"Hah? Ohh gapapa, kenapa Nai? Butuh sesuatu?" jawab Wildan sambil menganti topik pembicaraannya dan tangannya yang ia turunkan ke bawah meja makan.
"Seriusan gapapa? Kenapa sampai tangannya dikepal gitu?" Celetuk Ami sambil mengangkat alis kanan nya,
"Ahh..ga ga apa namanya kangen olahraga aja biasanya kan kalau di asrama jam segini lagi jam latihan badan," jawab Wildan mengalihkan perhatian Ami yang terus melihat ke mata Wildan.
"Iya deh iya in, eh Wil abis ini langsung balik atau ada kerjaan lain?" Tanya Ami ke Wildan, "Ga ada sih...kenapa emangnya?" Jawab Wildan yang tengah menghabiskan dua roti coklat dihadapan nya.
"Temenin gua mau ga? Gua ke palembang tapi ga tau tempat apa apa disini.." jawab Ami sambil memberikan muka yang memelas.
"Dihh Nai muka lu ga usah di melas melasin juga kali, entar dikira yang lain gua mau culik lu terus lu melas melas minta di lepas." jawab Wildan yang aneh melihat Ami yang menggunakan muka melas nya.
"Yang ada kalo gua diculik lu gamau anjir dilepas, jangankan dilepas gua sendiri auto ngasih diri gua ke lu~tapi kalo penculiknya lo." jawab Ami dengan senyum lebarnya.
Wow untung Vania udah pergi coba kalo belum saja, ga kebayang tuh nasib kak Ami abis ngomong itu.
Vania sama Rizal sudah sampai di kantor SunMoring, kantornya tidak begitu besar hanya memiliki tujuh lantai yang terletak di JL.Kapten A. Rivai no xx.
"Wah baru tau kalo SunMorning tuh yang ini, padahal aku sering lewat sini." Celetuk Vania yang melihat gedung tinggi perusahaan milik Ridwan.
"Haha dasar kamu, yaudah yuk!" jawab Rizal yang melepaskan seat belt nya,
"hah?" Jawab Vania keheranan dan terdiam.
"Lepas dulu sayang seatbelt nya." badan Rizal tiba tiba menyilang ke badan Vania dan melepaskan seat belt Vania.
"Lah aku turun?" Tanya Vania yang masih tak mengerti ajakan Rizal.
"Ya iya lah, masa kamu dimobil, kan entar kantor ini juga jadi punya kamu Van." jawab Rizal yang merapikan baju nya.
"Yaudah yuk entar tambah sore loh!" jawab Rizal membuka pintu mobilnya,
Vania masih sedikit terdiam mendengar kalimat terakhir yang ada nama nya. Maksudnya gedung ini akan menjadi milik nya itu apa? Apa ini yang dimaksudkan harta harta itu? ini yang diperebutkan Rizal agar mendapatkan gedung ini? Sampai ia mengusir pacar aslinya ke singapore dan bertunangan dengan anak SMA yang bagi nya terlalu polos?
"Oh iya iya.." jawab Vania menyusul Rizal setelah ia meraup mukanya menyadarkan dari lamunan nya.
Mercedes benz e class itu berhenti didepan pintu lobby, ya pastinya yang memarkirkan mobil itu bukan Rizal tapi salah satu pegawai yang bertugas.
"Siang pak Rizal." sapa seorang satpam dengan senyum, "Siang juga..pake rizal aja pak saya ga enak kalo pake kata bapak," jawab Rizal sambil merangkul pinggang Vania. "Siang bu Vania." sapa pak satpam lagi kepada Vania, "Siang juga pak." jawab vania ramah. Beberapa warga kantor sudah tahu tentang Vania, karena masuk list calon menantu kesayangan Boss Ridwan. Oh tes untuk menjadi pacar anak-anaknya saja susah sekali apalagi menjadi menantu, bersyukur bisa masuk list calon menantu.
"Oh iya ini kuncinya, Rizal duluan ya.." Ucap Rizal sambil memberikan kunci mobilnya dan berjalan masuk ke dalam gedung bersama Vania.
Kantor nya terlalu cozy Untuk disebut kantor, karena memang tempatnya cozy banget. Orang orang di dalam gedung itu menggunakan pakaian rapi tanpa harus dibaluti pakaian kantor yang menggunakan jas atau hal hal tentang kantor, dan di dalam sana pun seperti tempat bermain.
Ada banyak hal hal yang membuat kita tidak merasa di dalam kantor, pokoknya bener bener cozy.
"Siang pak Rizal!" sapa Beberapa orang yang lewat, sepertinya mereka yang bekerja di kantor ini.
"Kamu ikut ke ruangan aku ya." Ucap Rizal ke Vania yang sudah di depan lift dan tangan Rizal yang masih stay di pinggang Vania. "Ruangan kamu?" Tanya Vania.
"Iya ruangan aku," Jawab Rizal sambil masuk ke dalam Lift bersama Vania dan menekan lantai tujuh. "Oh oke.." jawab Vania yang masih tercengang.
Mereka sampai di lantai tujuh, Rizal membawa Vania ke ruangan nya.
"Cleck" Pintu warna coklat itu terbuka dan behhh, ruangan itu bener bener tertata ada banyak foto dan dokumen dengan kursi, meja , sofa , kulkas, dan ada permainan sepak bola diujung ruangan. Dengan warna hitam dan kecoklatan yang menambah eksen mewah.
"Yuk masuk!" Ajak Rizal.
"Ini ruangan kamu?" Tanya Vania yang tercengang dengan isi ruangan Rizal karena ruangannya bener bener cozy walau dibalut dengan nuansa kantor tapi tetap saja rasanya nyaman.
"Tapi kan kamu sekarang lagi Sekolah?" Jawab Vania yang diajak Rizal duduk di kursi kerjanya, "Aku sekolah karena papa nyuruh aku buat ambil pendidikan keakademian." Jawab Rizal yang sudah pergi ke arah kulkas.
"Kenapa papa nyuruh Rizal sekolah kalo passion kamu dibidang business?" Tanya vania
"Hmm mungkin biar anak cowo nya pada gentleman kali.." jawab Rizal menghampiri Vania sambil membawa dua kaleng minuman.
"Gentlemen kan ga diukur dari ikut pendidikan akademi, tapi dari sifat dan sikap orang itu sendiri. Kalau mereka ikut akademi tapi mereka sendiri bla bla mah tetep aja, ikut hal kaya gitu kan ga bisa ngerubah seseorang. Mungkin tampak depan nya seperti mangga baru matang tapi dalamnya? Kalo dalemnya busuk gimana? Mau mangga nya di bungkus atau dirawat sebagus mungkin kalo mangga nya emang busuk bakal tetep busuk." jawab Vania panjang lebar.
"Hmm.. tapi kalo orang itu mau berubah pasti bisa," jawab Rizal,
"Mungkin berubah tapi kemungkinan itu hanya 80% persen dan sisanya hanya bisa berharap." jawab Vania.
"Seorang kodok bisa berubah jadi manusia jika dia dicium oleh orang yang benar benar mencintainya dan benar benar tulus kepadanya," Jawab Rizal sambil memberi Vania minuman kaleng yang ia ambil dati.
"Iya udah berubah jadi manusia eh malah ninggalin cewenya terus nyari yang lebih hot lah lebih beh lah, sama aja." jawab Vania, mampus sih vania kelepasan dengan kata katanya.
"Ga ah, nih ya seorang cewe bakal dianggap Bak ratu kalo dia ketemu sama prince nya yang tepat. mencari prince buat cewek mudah tapi yang memperlakukan dia bak ratu itu susah. Sama kaya cowo, kalo cowo itu ketemu sama Ratu yang tepat pasti dia ga akan berani untuk keluar dari kerajaannya selagi Ratu itu membuatnya nyaman di dalam kerajaan itu pasti disitu kok." Jawab Rizal sambil membuka kan Minum kaleng Vania.
"Tapi kalo Ratu nya udah baik eh si Kepala raja itu malah bawa tamu dan menghancurkan kerajaan nya, yang salah siapa?" Celetuk Vania.
"Tapi kan tamu ga akan masuk kalo ga dibukain dari sang rajanya, yang penting ratu harus bisa jaga rajanya." jawab Rizal.
"Bukan ratu yang bisa jaga buat terus kokoh kerajaannya, tapi yang bisa itu dirinya sendiri. Sama kaya kamu aku cuman harap kamu bisa jaga diri kamu sendiri, I've given my trust to you, so it's your job to use my trust to use it well." Ucap Vania sambil meneguk minuman kaleng yang Rizal buka kan untuknya.
"Pasti lah, eh iya kenapa jadi kesana bahas ini...Oh iya udah jam segini juga aku kebawa bentar ya kamu disini gapapa sendirian?" Tanya Rizal sembari melihat kearah jamnya, memastikan jika menit yang ia lihat tidak salah.
Oke ternyata waktu yang ia lihat memang benar. "Entar kunci aja ya pintunya kalo kamu takut, sama chat aja kalo kamu mau apa apa." Ucap Rizal bergegas mengenakan jas nya.
"Aku kebawa ya sayang!" Ucap Rizal dengan tergesah-gesah untuk membuka pintu,
"Rizz bentar!" Ucap Vania berlari ke arah Rizal.
"Kenapa sayang? You have something to tell?" Jawab Rizal yang sudah berdiri didepan pintu dengan sibuk membenarkan jam tangan nya,
"Jas kamu itu loh." Ucap Vania yang langsung membenarkan kerah baju Rizal yang berantakan.
Ruang Rizal yang sangat dingin karena Air conditioner, seketika menjadi sangat hangat seketika. Dengan wajah Vania yang berada di hadapan nya sedang fokus membenarkan jasnya, hangat- sangat hangat jaket tebal yang bisa menghangatkan tubuh di musim dingin.
"Ehh iya iya lupa.." Lamunan Rizal memecah disaat Vania sudah membenarkan kerah jasnya.
"Ini juga, jangan gitu salah kalo kek gitu." sekarang Vania berpindah membenarkan tangan jas Rizal yang sebelah kiri.
"Sori jadi telat karena ngobrol yang ga jelas sama aku.." Ucap Vania dengan pelan.
"Eh, ga ya!" belum terselesai ucapan Rizal, tiba tiba Vania pindah berlutut mengikatkan tali sepatu Rizal yang terlepas.
"Van ga usah ihh, gapapa!" Rizal bergegas membangunkan Vania dari posisi duduk berlutut.
"Ihh diem dulu entar kamu jatoh tau," Vania mengusir tangan Rizal dari lengan nya, ia lebih mengikat tali sepatu Rizal dengan kencang dan membuat pita di akhirnya.
"Nah gini kan enak rapih sama ga jatoh." Ucap Vania berdiri sesudah menali kan sepatu Rizal, "Tapi kan tangan kamu jadi kotor," Rizal langsung menarik telapak Tangan Vania.
"Hahahha ya allah ga lah, santai kak." Sebelum Rizal menambah lebay Vania langsung menjauhkan telapak tangan nya dari Rizal.
"Yaudah sana entar tambah telat kamu, entar ruangan aku kunci ya!" Jawab Vania sambil menyuruh Rizal keluar dari ruangan karena waktunya semakin memepet.
"Ah ahh iya iya thank you ya Van!" jawab Rizal dan lari menghilang ke arah lift.
Rizal sudah di dalam lift dengan pikiran dia yang seketika mengacau dan hati yang meleleh. Baru kali ini dia diperlakukan oleh wanita seperti itu, bahkan setelah dia memperlakukan Fisa bak ratu pun dia tidak pernah dibalas seperti ini.
Saat dia membelikan mobil, apartment, ataupun uang dan barang barang mahal. Fisa tidak begitu ke Rizal paling paling dikasih kiss di pipi saja. Bahkan lebih pengertian Vania dibanding Fisa, oke sekarang yang rizal tau lebih enak mendapatkan hal seperti tadi dibandingkan mendapatkan kiss di pipi.
Hampir lima menit Rizal merenung tanpa sadar dari tadi ia turut lift bahkan diri nya saja tak terasa berjalan ke arah ruangan yang berada di lantai empat. Dirinya berdiri didepan pintu ruangan beberapa menit.
"PAK RIZAL AYO!" teriak Arslan yang baru keluar dari lift dan melihat Rizal hanya terdiam di depan pintu. Pantas saat ia ke ruangan Rizal tak ada jawaban bakan pintu tak bisa dibuka Ternyata orangnya berada di dekat area ruang rapat.
"EH IYA IYA GUA NYUSUL" jawab Rizal dan berlari ke ruang rapat.
Rapat dimulai empat menit kemudian setelah Rizal masuk.