Chereads / MILO(Akmil dan Akpol ku) / Chapter 15 - Bagian ke LimaBelas: Indomie

Chapter 15 - Bagian ke LimaBelas: Indomie

"Ada dehhh!" Tante Ica langsung menutup mulut Om esa sebelum ia menyebut nama seseorang itu, "Udah-udah ayo ini barang- barangnya ditaro dimobi!!" Tante Ica menyoraki Yang lain agar mengangkat barang barang yang penuh dikarpet.

"Apan sih te ica..serius dong.." Wildan memberi muka melas nya dengan mata yang berbinar-binar.

"WIL PLEASE MUKA LOH!" Iran berteriak sambil menutup matanya,

"Kenapa? Imut ya? Aku tau itu kok..." Wildan menempelkan dua jarinya di pipinya dan menggunakan senyum sok manis, tapi bukan sok manis memang manis.

"Please deh wil, idih amit amit ya allah jangan sampe anak gua gini..." Sinta mengetukkan jari nya ke lantai,

"Jan sampe anak gua gini ya allah amit amit.." Kak Ihdan yang merupakan suami Kak sinta pun ikut mengetuk jarinya ke lantai.

"Aqu tuh manis tau qaqaq..." Suara Wildan dibuat seolah anak berumur 3 tahun.

Tante ica melirik ke arah Wildan,

"Ya allah Wil..."

"Wil..Wil" Om esa pun ikut terkekeh,

Kak ayu memraup muka Wildan yang masih bertahan dengan muka sok imutnya,

"Udah udah ah hahhahah,"

Wildan langsung menjauh dari tangan Kak Ayu dan menghentikan muka imutnya.

"Udah ah mau beres-beres.." Om esa langsung berdiri dari duduk nya dan membawa sekotak barang-barang.

Semua orang ikut membantu Om esa kecuali wanita-wanita yang sedang berbadan dua,

"Bentar..gua ke palembang juga?" Tanya Wildan pusing melihat barang-barang yang tak habis-habis.

"Lahh gimana sih luu?" Iran menoleh ke Wildan yang ada dibelakangnya,

"Gua aja ga tau apa apa..." Wildan tak tau apa apa bahkan tentang hal ini,

"Kan sama kakak Wil.." Kak Ayu menyahut Wildan yang sedang berdiri di dekat Pintu,

"BARANG AKU BELOM SIAP!"

"Udah kakak Siapin Will.." Oh memang kakak kesayang Wildan ini.

"Aahhh kakak...maachii kakak qu!" Mengeluarkan muka sok imutnya lagi,

Kak ayu langsung menghalang kan lima jarinya dan membuang muka ke arah lain, "Wil jijik serius!"

"Hahahha.." Wildan terkekeh tak henti sampai kembali ke ruang tamu setelah semua barang sudah masuk,

"Udah beres ya ini?" Wildan melihat sekeliling nya,

"Wildan mau ke atas yaa! dadah semuanya!" Wildan berjalan ke dekat tangga dan menaikin anak tangga perlahan,

"Emang nih anak satu disuruh bantuin malah kabur.." tante ica memutar bola mata nya dengan lesu, memang barang barang sudah di angkat yang besar-besar. Sedangkan yang kecil-kecil masih setengah lagi.

"HAHAHAHHA DADAHH!" Kekeh Wildan dan berteriak dari lantai atas.

Semua orang sedang berberes menyelesaikain sebelum malam terlalu larut. Sedangkan Wildan,

Ia membuka Baju nya dan membuka lemarinya menjadi kaos lain untuk ia gunakan, menarik baju berwarna Biru tua dan membawa nya ke area kasur.

"Galeri gua isinya apaan sih sampe muncul notif penyimpanan Penuh?" Wildan membuka layar handphonenya,

Ada satu folder tersembunyi di galeri ponsel Wildan, isi satu folder itu foto kenang-kenangan antara Wildan dan Rizal di zaman mereka SMP.

Wildan meletakan kembali ponselnya buru-buru di atas kasur dan langsung menggenakan Baju nya. Ia tak mau membuka kembali handphonenya, pikiran nya terdiam.

Foto-foto yang tak sengaja Wildan lihat  membuat Nya merasa kembali di saat ia SMA dan masih menjadi adik kesayangan Rizal.

Momen momen di mana ia dan kakaknya selalu bersama, bahkan semua kenangan manis yang sengaja Wildan tutupi namun tak pernah ia hapus.

"Dia emang abang gua,kakak gua dan sodara kandung gua sendiri...Cuman bedannya luh selalu yang dapet segalanya apa pun yang luh mau pasti luh dapetin..ga kaya gua, selalu dapet bekas luh,selalu jadi yang terakhir dan ga pernah dapetin yang gua mau!!" Wildan mempukul tangan nya ke dinding tanpa sadar,

"Kalo Vania jodoh punya rizal..gua ikh-ets ga juga sih...duhhh kenapa sih gua sekarang malah kaya gini, gua ga pernah ngejer-ngejer cewe yang ada cewek ngejer gua...kenapa sihhh!" Wildan mengacak-acak rambutnya tak karuan,

"Kenapa feeling gua ke Vania itu beda yaa..

Tapi kan ahhh tau ah pusing palak gua pikirin beginian!" Wildan membantingkan dirinya kekasur hingga tak sadar ia tertidur hingga pagi.

Fajar mengawali pagi yang dingin di daerah Bandung, suara kincuan burung dan suara angin yang bertabrak kan dengan pohon pun sangat terdengar jelas.

Vania sudah siap dengan satu koper nya di ruang Tamu sambil menunggu supir nya. Kali ini ia tak dengan Om Am karena ada urusan lain dan tak bisa mengantar Vania.

Dan Vania pun akan Flight sendirian tanpa

kak Ami, Awalnya memang kak Ami yang akan menemani Vania namun tak bisa karena Kak Ami harus menyelesaikan urusannya di Bandung.

Tak menjadi Masalah Bagi Vania, malah itu suatu hal yang bagus.

"Gamau Makan sebentar dek? Nanti laper loh.. ini masih subuh juga," Bude datang dari lantai dasar masih dengan kantuknya.

"Nanti dibandara aku beli aja bude, tenang!" Vania mengkedipkan mata sebelah kirinya.

Mobil sudah siap didepan pintu rumah, "Bapak bantu bawa ya," Bapak Asep membantu Vania membawa Kopernya padahal sudah Vania tahan tapi tetap saja Pak Asep memaksa ia yang membawa koper Vania.

Perjalanan menuju bandara sangat lancar di jam subuh begini. Vania berangkat dari rumah pukul 3 subuh, ya tujuan nya agar tak telat saat boarding pass. Vania bukan tipe yang mepet, pasti akan lebih cepat dari jam seharusnya.

"Makasih ya Pak!" Vania turun dari mobil dan mengeret kopernya. Pas saat pukul setengah 4 Vania sampai dan ia bisa langsung Check-in sesaat ia sampai.

Vania sudah diruang tunggu, dengan memakan roti nya dan se-cup kopi di tangan nya membuat rasa kantuknya hilang.

'Ting!' Notif pesan masuk ke dalam Handphone Vania, "Pasti mama nih,"

"Save Flight sayang!" Pesan Dari Rizal ternyata yang muncul.

Wow! Vania seperti di buat jantungan, tumben sekali Rizal di pagi hari seperti ini bisa membalas chatnya.

Vania membalas pesan Rizal, "Thank u! Have a nice day sayang!"

Handphonenya ia letakan kembali kendalam tas. Suara panggilan untuk penerbangan Vania Sudah membuka gate-nya.

Vania bersegera Berdiri dari kursinya dan segera melaksankan Boarding pass.

Penerbangan hanya memakan waktu satu setengah jam lebih, jadi Vania sampai di palembang masih sangat pagi.

"Halo, Ma udah mendarat aku.." Vania menghubungi Mama nya setalah turun dari pesawat.

"Sama kak Marcel, nanti langsung makan di KOPi999,"  Jawab Mama Vania,

"Okee mama!" Sambungan telpon sudah mati.

Vania berjalan ke arah pintu keluar, baru saja ia sampai kakak nya sudah didepan pintu keluar kedatangan bandara.

"Halooo!" Kak Rinda langsung manghampiri Vania yang sedang berjalan ke arah nya.

"Apa kabarr beb!" Kak Rinda langsung merangkul Vania dengan gembira,

Vania langsung menyalimi Tangan kak Rinda dan kak Marcel "Hahahhah baik kak,"

"Sini koper nya kakak taro dibelakang, kalian langsung naik yaa," Kak Marcel menarik koper Vania dan meletakan nya di bagasi.

Vania duduk dikursi belakang sedangkan kak Rinda dan kak Marcel di baris pertama.

"Gimana sama yang ini nihh??" Kak Rinda memutar arah kepalanya ke Vania,

"Hah? Gimana gimana??" Vania terkejut beberapa detik mendengar ucapan kak Rinda.

Ini satu keluarga Vania tau tentang Rizal?

"Ituu lohh Rizall..." kak Marcel membantu menjawab sampil melirik sedikit dari kaca spion,

"Ahh- ya gitu aja..." Vania mengerti maksud kak Rinda,

"Kapan kapan kita triple date yaa!" Sahut kak Rinda dengan semangat,

"Ahhh Vania udah gede banget! Perasaan baru kemaren dia aku tenteng tangannya!" Kak Rinda melihat Vania dengan tatapan tak percaya.

"Hahahhaha kan masih bisa di tenteng kok tangan akuuu.." Vania memberi kan Flying hug nya,

"Mana bisa lagi orang udah di tentang sama Rizal," Sahut kak Marcel yang sedang fokus melihat jalan.

"Eh-" mata Vania langsung melotot,

"Hahahhahah bisa aja kamu yang!" Kak Rinda menoel lengan kak Marcel,

"Ya masa kamu gandeng Vania, terus aku di gandeng siapa? Angin?" Kak Marcel melirik sedikit ke arah bangku disampingnya yang sedang tertawa terbahak-bahak.

"BUCIN!"

"LAH SENDIRI NYA KAN BUCIN JUGA! BLEEE!" Kak Rinda dan Kak Marcel menoleh ke kursi belakang dan menjulurkan lindah.

Perjalanan tak begitu lama, saat sampai di restaurant untuk makan pagi pas di jam setangah 7. Di sana sudah ramai ada papa, mama, Abang algo, kak Cantika, bahkan beberapa kawan papa Vania.

"Haloo apa kabar sayang!" Mama Vania merangkul anak nya yang baru datang dari Bandung,

"Kalo nyampe aja baru dikangenin.." Vania membalas Rangkulan mamanya,

"Disuruh pulang ke Bandung ga balik balik.." Vania melepas rangkulannya dan berpindah ke papanya,

"Ya kan mama mu mau nya deket sama papa terus," Papa Vania mengkedipkan mata kirinya,

"Pesen dulu, pasti belum makan kan?" Papa Vania membalas mencium pipi anak gadis kesayangan nya.

"Siapp ndan!" Vania berpindah ke mejad kakak kakaknya.

"Udah keluar belum hasil ujian? Ini mini nya mau dipesen nih," Bang Algo menjail Adik nya yang sedang melihat buku menu.

"Serius?!" Vania langsung berpindah pandangannya,

Kak Cantika terkekeh Melihat mata Vania yang berubah melotot,

"Yaa serius lah..kalo hasilnya..."

"Diatas seratus semua!" Kak Marcel mempotong Vania yang hendak berbicara,

"MANA ADA NILIA DI ATAS SERATUS!" Vania langsung mengeraung dengan kesal,

"Hahahha iya iyaa becandaaa..." kak Marcel langsung terkekeh dan mengelus punggung belakang Vania, seakan menenangi Vania.

Vania rindu sekai berkumpul dengan keluarga nya di tambah bertemu dengan kawan-kawan papa Vania yang membuat suasana tambah ramai dan hangat.

Tak begitu lama di restoran, setelah menghabiskan waktu sarapan disana mereka kembali kerumah. Dan akhirnya Vania menyentuh kembali kamar kesukaan nya, walau kamar nya yang di Bandung tetap lah nomor satu di hatinya namun yang di Palembang lebih membuatnya tenang.

Palembang salah satu kota yang Vania akan datangi setiap kali ia stress, seperti tempat pelarian? Memang Bandung memiliki beribu lokasi wisatawan, namun bagi Vania jika ia di Palembang itu lebih tenang dan tak ada huru hara drama kerjaan atau sekolah.

Vania menaiki anak tangga menuju kamarnya, oh iya koper Vania sudah di bawa oleh salah satu supir dirumah. "WANGI BENER KAMAR GUA SIHH!" Vania berlari dari pintu kamarnya dan membanting dirinya ke sofa di dekat kasur.

Ia tak langsung mandi toh tadi saat ia di Bandung ia sudah mandi. Masih dengan posisi rebahannya di sofa, ia menarik ponsel di saku jeans nya.

"'Masih belum dijawab lagi ya?" Vania meratapi Chat dari Rizal yang tak kunjung ada jawaban.

Sedangkan malah ada dua chat yang membuat Vania berpikir keras dan ada juga yang membuatnya tercenggah.

Chat pertama dari kak Ami yang tiba-tiba meng-chat Vania

"VANIA!CARIIN AKU PACAR DONGG!"

"Nih ada kenapa lagi?" Vania berbicara sendiri sembari mengetik jawaban untuk kak Ami,

"Hah?! Kenapa minta ke aku?"

Pesan Baru Vania kirim namun kak Ami langsung menjawab kembali,

"MINTAIN KE RIZAL GITU! MAU PUNYA PAWANG VAN!"

"Idih!" Jawab Vania singkat padat heran,

"Masa kamu yang anak kecil gini aja punya pawang, masa aku ga..."

Darah Vania seketika mendidih membacanya,

"Lu mau nya yang kaya mana?!"

Wow ketikan Vania pun sudah berubah.

"Yang kaya Rizal boleh.."

Njim! Itu dia satu kata yang Vania teriakan setelah membaca pesan dari Ami.

"Maksud lu apaan?!" Balas Vania membalas pesan Ami,

"Eh...maksudnya tipe aku kaya Rizal,"

"Ganteng ya dapet, manis nya dapet, baik nya dapet,tajirnya juga dapet" Lanjutan dari pesan kak Ami.

Tambah naik darah Vania.

"Nyari yang sepaket?" Balas Vania dengan mengetik dengan mulai emosi,

"Pacar mu itu udah paket paling lengkap tau…"

Kak Ami masih melanjutkan balasan pesannya, "Nih ya rizal tuh kaya ibaratkan indomie,"

Apa lagi kerjaan kak Ami,

"Indomie kalo ga pake bumbu sama mienya enak ga?"

"Ga enak," balas Vania singkat,

"Nah kalo disatuin pasti enakan?"

"Enak lahh"

"Nah sama kaya rizal, Mie nya itu Rizal

Nah bumbunya itu kelebihan dia"

Jujur Vania antara Salting dan jijiknya bersatu di sama waktu saat membaca pesan dari kak Ami,

"Pokonya tipe tipe rizal lah Van, terus harus Akmil ya"

"Lah kenapa?" Sumpah Untung mereka berjauhan kalo tidak kak Ami sudah Vania ulek,

"Pengen aja punya laki Tentara.."

Vania hanya membalas pesan kak Ami dengan emot jempol dan langsung berpindah ke chat lain. Ada chat masuk dari nomor Wildan ternyata, "Udah berangkat ke Palembang?"

Pesan ini dikirim tadi malam namun Baru Vania baca setelah sampai di Palembang dan dibalas siangnya.

"Wildan tumben ngechat gua.." Vania berbicara sendiri sambil mengetik jawaban pesan dari Wildan.

Setelahnya ia meletakan ponsel di sofa dan Vania memilih menganti Baju dan menghabiskan waktunya mengikuti Abangnya siang ini untuk makan siang dan berbelanja bersama kak Cantika.