Chereads / The Revenge wedding / Chapter 12 - MENEMANI ANDRA

Chapter 12 - MENEMANI ANDRA

Di Kediaman Mahardika Clara di bantu oleh Mama Amara untuk mengurus Andra yang belum sepenuhnya pulih. Tak hanya mereka berdua saja, tetapi beberapa pelayan juga membantu merawa Andra dengan menyiapkan beberapa perlengkapannnya. Pagi itu Mama Amara mengajak Andra untuk berjalan-jalan keliling area kediaman untuk membuat Andra tidak jenuh di kamar dan mungkin agar membuat Andra bisa sedikit mengingat lagi.

"Andra, selesai sarapan … bagaimana kalau kita berkeliling kediaman?" ucap Mama Amara yang mengajak Andra berkeliling kediaman.

"Hm … baiklah, Ma," jawab Andra yang setuju.

"Tapi nanti kau ditemani oleh Clara, ya? Mama ada urusan penting di luar, jadi kalian di kediaman ini hanya tinggal kalian berdua saja."

Andra pun melirik Clara lalu berkata, "Memangnya Mama ada urusan penting apa?"

"Ada acara amal yang harus mama kunjungi."

"Oh, begitu ya."

"Kau tidak apa-apa, bukan? Kalau mama tinggal, 'kan masih ada Clara yang menjaga dan merawatmu. Nanti juga aka nada beberapa pelayan yang akan membantu juga."

"Hm … iya, Ma. Tidak apa-apa. Lagi pula, aku jug sudah sembuh."

"Kau ini ya! Sembuh dari mana? Kau itu belum benar-benar pulih."

"Baiklah, kalau begitu aku akan beristirahat di kamar saja."

"Tapi kau juga perlu berolahraga, maka dari itu kau berkeliling sebentar ya?"

"Iya, nanti."

Mama Amara pun menoleh pada Clara dan berpesan padanya untuk menjaga Andra dengan baik. Selain itu juga selama Mama Amara pergi, Clara harus selalu di samping Andra dna tidak boleh jauh-jauh darinya. Mama Amara tidak mau sesuatu terjadi pada Andra, jadi ia meminta Clara untuk siap siaga di dekat Andra secara dia 'kan anak semata wayangnya.

"Clara … maam titip Andra, ya. Kau jaga dia baik-baik, ya? Jangan jauh-jauh dari dia," ucap Mama Amara yang memberikan pesan.

"Iya, Ma. Pasti aku akan menjaga Andra dengan baik," jawab Clara sembari tersenyum.

"Iya, mama percaya padamu."

Mama Amara pun menatap Andra dan berkata, "Baik-baik ya, Sayang."

"Iya, Ma. Mama tenang saja."

"Hm … iya, Sayang."

"Kalau begitu mama pergi sekarang, ya? Sampai jumpa nanti," ucap Mama Amara lagi yang berpamitan lalu begegas pergi.

"Iya, Ma. Hati-hati," ucap Andra yang melihat ke arah Mama Amara.

"Hati-hati, Ma," ucap Clara yang juga melihat ke arah Mama Amara.

Selepas kepergian Mama Amara, Clara pun menoleh pada Andra yang masih terduduk di kursi ruang meja makan. Ia menawari Andra untuk bekeliling sekarang atau nanti, tetapi Andra hanya terdiam membuat Clara menghela napas panjang lalu menghembuskannya dengan berat. Clara pun menatap Andra dengan jarak yang dekat lalu berkata, "Andra … kau mau bekeliling sekarang atau nanti?"

Andra pun menoleh paad Clara dan sedikit menjauh darinya membuat jarak di antara mereka berdua. Andra pun mengalihkan pandangannya dan berkata, "Nanti saja."

"Baiklah, kalau begitu sekarang kita mau ke mana? Kamar?"

"Tidak, aku tidak ingin ke kamar sekarang. Aku bosan berada di sana."

"Lalu kau mau ke mana?"

"Aku tidak mau ke mana-mana," jawab Andra yang menatap lurus ke depan dengan tatapan yang kosong.

"Kita 'kan sudah selesai makan pagi, jadi sebaiknya kita kembali ke kaamr atau mungkin kau mau bersantai di ruang santai?" ucap Clara yang menawarkan untuk mengajak Andra pergi ke ruang santai untuk bersantai di sana.

"Tidak."

"Kau masih ingin tetap berada di sini?"

"Iya … kalau aku bosan berada di sini, kau bisa meninggalkanku dan pergi ke ruang santai sendiri. Barang kali kau ingin bersantai di sana," jawab Andra yang justru menyuruh Clara untuk pergi jika dia sudah bosan menemaninya di ruang makan.

"Hm … kau lupa pesan mamamu, ya? Dia mau aku selalu ada di sampingmu, jika aku meninggalkanmu di sini. Itu artinya aku tidak mematuhi ucapannya, jadi aku tidak mungkin meninggalkanmu. Walaupun sebosan apapun aku, aku akan tetap ada di sampingmu," ucap Clara yang membuat Andra menoleh padanya.

"Walaupun aku akan di sini sampai jam makan siang?"

"Iya, bahkan sampai makan malam pun tidak masalah."

"Kau ini, ya!"

"Kenapa?"

"Aku ini istrimu Andra, jadi aku pasti akan selalu berada di sisimu. Walaupun tanpa perintah maupun pesan dari Mama Amara," ucap Clara lagi yang menegaskan bahwa ia adalah istrinya.

"Hm … terserah kau saja."

"Memangnya kau di sini mau apa? Apa kau masih lapar?"

"Tidak."

"Lalu?"

"Bisa tidak jangan banyak bicara?"

"Hm … baiklah, aku akan diam."

"Iya, itu jauh lebih baik."

"Memangnya kau tidak bosan berada di sini?"

"Sudah aku katakan untuk tidak berisik, tapi kenapa kau masih saja berisik?"

"Maaf, baiklah kalau begitu aku akan diam."

Andra pun melirik Clara dan berkata, "Kau ini ya tidak bisa diam!"

"Aku bahkan sudah diam."

"Ya, baru saja diam. Satu detik kemudian kau kembali berbicara. Kau membuatku bosan berada di sini," ucap Andra yang lalu berdiri.

"Kau mau ke mana?"

"Ke mana saja terserahku. Ini juga kediamanku."

"Iya, kediaman orangtuamu. Kediaman kita 'kan ada di ke—"

"Tetap saja ini kediamanku," ucap Andra yang memotong ucapan Clara.

"Hm … iya," jawab Clara yang mengalah.

Clara pun bangkit dari kursinya dan memegang lengan Andra, ia akan membantu Andra untuk melangkah. Namun, Andra menolaknya karena beranggapan bahwa dirinya telah mampu berjalan tanpa bantuan dari siapapun. Clara pun bersih keras tetap memegang lengan Andra dengan berkata, "Andra … kau itu belum sepenuhnya pulih. Ingat kata mamamu."

"Tapi, aku sudah bisa berjalan sendiri. Jadi, aku tidak memerlukan bantuanmu atau pun bantuan orang lain," ucap Andra yang menegaskan bahwa dirinya bisa sendiri.

"Andra, kau tidak bisa me—"

"Clara, kalau aku benar istriku. Bukankah kau mendukungku untuk tidak bergantung pada siapa pun?" ucap Andra yang memotong ucapan Clara.

"Aku bukan orang lumpuh yang tidak bisa apa-apa. Aku hanya tidak ingat sebagaian masa laluku saja. Jadi, jangan memperlakukanku seperti orang yang lumpuh!" ucap Andra lagi yang meninggikan suaranya.

'Dasar menyebalkan! Kenapa dia menjadi menyebalkan sekali sejak sakit. Bahkan dia seperti merubah kepribadiannya. Dulu dia sangat lembut padaku, sekarang dia menjadi lebih kasar. Aku tidak suka dengan sikapnya yang sekarang, dia berubah sekali.' Batin Clara yang menatap Andra.

"Baiklah," jawab Clara yang lalu melepas tangannya yang memegang tangan Andra.

Andra yang merasa terlalu keras pada Clara pun meminta maaf dengan berkata, "Maaf, kalau tadi aku begitu keras padamu. Hanya saja, aku sedikit lebih emosional."

"Hm … iya, tidak apa-apa."

"Kau jangan di ambil hati ucapanku tadi, ya?"

"Tidak apa-apa, Andra. Wajar saja kalau kau marah, aku bahkan terlihat seperti orang asing di matamu, bukan?"

Ucapan Clara membuat Andra merasa bersalah pasalnya ia bisa merasakan kalau Clara pasti tidak suka dengan sikapnya yang tadi. Andra pun menunduk dan berkata, "Sekali lagi aku minta maaf karena belum mengingat semuanya dan hal itu membuatku lebih emosional. Maafkan aku, ya? Aku tahu kau pasti sakit hati dengan ucapanku tadi, ya? Aku pun merasa demikian, aku tidak pernah membentak wanita dengan anda keras seperti itu. Pasti ini pertama kali aku membentakmu, ya?"

Clara pun tersenyum sembari berkata, "Aku tidak apa-apa. Kau jangan mengkhawatirkan perasaanku."

"Kau mau ke mana? Biar aku antar, aku akan menjagamu dari belakang," ucap Clara lagi yang mengalihkan perbincangan.

'Melihat sikap Clara, aku jadi tidak enak hati. Dia pasti terluka dengan ucapanku lagi, tentu saja pasti setiap istri akan terluka jika suaminya membentaknya. Aku harus meminta maaf lagi padanya.' Batin Andra yang menatap Clara.