"Apa kau Clara?" seru Andra setelah tahu bahwa Clara yang menjadi istrinya itu adalah Clara yang dulu menjadi teman di sekolah menengahnya.
"Iya, kau ingat aku bukan, Andra?" ucap Clara yang bertanya pada Andra setelah mengatakan identitasnya.
"Kenapa kau baru mengatakannya sekarang?"
"Ya, bagaimana pun aku tidak ingin kau terlalu banyak pikiran. Jadi, aku belum mengatakannya padamu. Lagi pula aku pikir kau pasti akan mengingatku tanpa aku mengatakannya," ucap Clara sembari menghembuskan napas dengan berat.
Andra pun memegangi kepalanya yang mulai kembali merasakan rasa sakit, tetapi dirinya mnenahan rasa sakit tersebut dan mengontrol kembali pikirannya. Ia tidak menyangka kalau sosok wanita yang menjadi istrinya itu adalah teman sekolah menengahnya. Andra sama sekali belum terpikir demikian karena ia pikir seseorang yang bernama Clara itu banyak, selain itu juga Andra tidak terlalu ingat dengan nama wanita yang menjadi istrinya itu.
Clara yang melihat Andra merasa kesakitan ia pun lalu bertanya, "Kau kenapa? Apa kepalamu sakit lagi?"
"Tidak apa-apa," jawab Andra yang berbohong sembari menahan rasa sakitnya.
"Kalau sakit, sebaiknya kita ke rumah sakit saja. Biar dokter memeriksanya."
"Tidak usah, aku tidak sakit!" ucap Andra sembari menatap Clara dengan tatapan yang sedikit tajam.
Andra memejamkan matanya sejenak sembari menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan perlahan. Ia pun lalu menatap Clara dan bertanya, "Kau Clara?"
"Iya," jawab Clara lirih.
"Pantas saja wajahmu begitu familiar. Tapi … kau sungguh berubah, berbeda dengan Clara yang aku kenal dulu."
"Kenapa?"
"Memangnya aku yang dulu kenapa?" ucap Clara lagi yang bertanya pada Samuel.
"Tidak apa-apa, hanya saja kau dulu lebih sederhana."
"Sederhana atau terlihat seperti orang bodoh?"
"Kenapa kau berkata seperti itu? Aku bahkan tidak mengatakan seperti itu."
"Sudahlah, Andra. Kau tahu 'kan masa lalu kita tidak begitu manis untuk di kenang. Jadi, aku pikir tidak perlu membahas masa lalu lagi. Walaupun aku tahu kau tadi telah mengingatku, bukan?" ucap Clara yang menduga saat Andra berada di ruang baca, dia mengingat tentang masa lalu dengan dirinya.
"Aku tahu kau mengingatku, buku fisika itu menjadi buktinya. Tapi, yang aku herankan … kenapa kepalamu langsung sakit setelah mengingatku? Apa aku begitu menyeramkan untuk diingat, Andra?" ucap Clara lagi yang memperjelas dugaannya dengan bukti buku fisika yang tadi sempat Andra baca.
Andra menggengam kedua tangannya sembari memejamkan matanya. Ia menahan rasa sakit yang amat begitu menyerkit di kepalanya. Peluh keringat pun mulai membasahi dahi Andra, Clara yang melihatnya pun lalu beranjak untuk memanggil Mama Amara. Namun, Andra menghentikannya dengan memegang tangannya dan berkata, "Kau mau pergi ke mana? Kita belum selesai bicara."
"Kau pasti menahan rasa sakitmu, bukan? Aku mau menemui mamamu untuk memberitahunya. Kau mungkin memerlukan penanganan khusus dari dokter," jawab Clara yang menoleh padanya.
"Aku tidak perlu dokter," ucap Andra sembari menggelengkan kepalanya.
"Andra … kau jangan menyiksa dirimu dengan menahan rasa sakitmu."
"Aku tidak menahan rasa sakit, hanya saja di ruangan ini begitu panas. Jadi, aku sedikit berkeringat," ucap Andra yang berbohong.
"Jelas-jelas ruangan ini dingin oleh AC. Kau ti—"
"Dengarkan aku, Clara!" ucap Andra yang memotong ucapan Clara.
"Aku tidak sakit, aku tidak apa-apa. Aku sudah meminum obat, bukan? Rasa sakit ini biasa, seperti layaknya orang yang pusing. Jadi, kau tidak perlu mengkhawatirkanku. Di sini yang aku perlukan adalah penjelasanmu," ucap Andra lagi yang meminta penjelasan pada Leona mengenai semua ini.
"Penjelasan apa, Andra?" tanya Clara yang tidak tahu penjelasan apa yang Andra tanyakan padanya.
"Penjelasan kenapa kit bersama?"
"Kenapa kau bertanya itu? Apa kau berpikri, aku berbohong di sini?"
"Aku tidak mengatakan kau berbohong, hanya saja aku tidak mengerti apa-apa mengenai hu—"
"Andra, aku pikir kau tidak sepenuhnya lupa ingatakan bukan? Jadi, aku tidak harus menjelaskannya dengan panjang lebar. Harusnya kau bisa berpikir mengenai penjelasannya. Kau sudah dewasa Samuel, janganlah bertingkah seperti anak kecil yang bodoh. Aku tahu kau itu cerdas, bukan? Jadi, tolong berpikirlah secara bijak bagaimana semua ini bisa terjadi dan bagaimana bisa kita bersama?" ucap Clara yang memotong ucapan Andra.
Andra pun terdiam sejenak sembari menghela napas panjang, dirinya tahu bahwa masa lalunya dengan Clara memiliki sebuah kenangan yang tak begitu manis. Wajar saja jika Andra mempertanyakan bagaimana bisa dirinya menikah dengan Clara. Namun, Andra juga sadar bahwa apa yang dilakukannya dahulu mungkin pantas menjadi alasan mereka menikah.
Melihat Andra terdiam, Clara pun kembali berkata, "Kenapa kau diam, Andra?"
"Aku tahu mungkin dulu ak—"
"Aku sudah mengatakan padamu untuk tidak perlu membahas masa lalu," ucap Clara yang memotong ucapan Andra.
Clara pun lalu memegang bahu Andra dan kembali berkata, "Sebaiknya kau istirahat. Kepalamu masih sakit, bukan? Ini bukan waktunya berdebat ataupun membahas sesuatu yang tidak seharusnya di bahas. Masa lalu biarlah berlalu, kini kau pikirkan saja masa depan. Terutama masa depan kita berdua."
Mendegar ucapan Clara yang meminta dirinya cukup memikirkan masa depan mereka berdua. Andra pun lalu terpikir bahwa apa mungkin Clara sudah melupakan semua apa yang dilakukannya dan mencoba menerima semuanya. Namun, seingat Andra waktu itu Clara menjauhinya dan pergi menghilang. Lantas, bagaimana dirinya bisa bertemu dengannya pikir Andra yang kacau memikirkan hal itu.
"Kau sudah tidak marah lagi padaku?" tanya Andra yang kembali mengungkit masalah masa lalu.
"Apa perkataanku kurang jelas tadi?"
"Aku 'kan sudah mengatakan padamu bahwa lupakan saja masa lalu biarlah semua itu menjadi masa lalu. Jangan di ungkit kembali, lagi pula tidak ada gunanaya juga yang terpenting sekarang adalah masa depan kita," ucap Clara lagi yang kembali mengingatkan Andra untuk tidak usah membahas masa lalu mereka lagi.
"Aku hanya bertanya apa kau sudah memaafkanku saja. Apa itu salah?"
"Salah atau tidak aku tidak mau menilainya yang jelas tanpa aku menjawab pertanyaanmu itu harusnya kau bisa menemukan jawabannya," ucap Clara yang menatap Andra dengan tatapan serius.
"Terima kasih," ucap Andra yang tiba-tiba mengatakan terima kasih pada Clara.
Clara pun menyerkitkan dahinya dan berkata, "Untuk apa kau berterima kasih?"
"Untuk semuanya."
"Apa maksudmu?" tanya Clara yang tidak mengerti.
"Aku mungkin melupakan sebagian ingatanku. Tapi, aku ingat dirimu … terima kasih untuk semua yang kau lakukan untukku dan terima kasih untuk dirimu yang mau menerima aku. Walaupun diriku memiliki kesalahan be—"
"Cukup, Andra! Kau tidak perlu berlebihan berterima kasih seperti itu," ucap Clara yang memotong ucapan Andra.
"Hm … apa aku juga salah jika berterima kasih padamu?"
"Tidak ada yang salah di sini, Andra. Kau sebaiknya istirahat saja, jangan pikirkan sesuatu yang membuat kepalamu sakit. Aku juga tidak memaksamu untuk mengingat semuanya," ucap Clara yang lagu-lagi meminta Andra beristirahat.
"Apa aku juga mencintaimu?" tanya Andra dengan raut wajah sendunya.
"Pertanyaan macam apa itu?"
"Aku ingin tahu apa jawaban darimu."
"Seharusnya kau tanyakan pada dirimu. Kau mencintaiku atau tidak?" jawab Clara yang mengembalikan pertanyaan Andra sembari menatap kedua bola mata Andra dengan tatapan penuh serius.