Arga Nugraha seorang pengusaha yang paling terkenal di bidang kuliner, cabang dari kulinernya sudah sangat merakyat.
Terlahir dari keluarga kaya raya membuat pengusaha muda itu tak kesulitan untuk menjalani bisnisnya. Soal biaya sudah dirinya gantungkan pada mama dan papanya yang senatiasa membantu kapan pun itu.
Tubuh yang tinggi, janggut yang sedikit memanjang ke bawah, kumis tipis dan warna kulit yang seperti sawo matang membuat Arga terlihat sangat tampan dan menawan.
Semasa mudanya, ia selalu menjadi incaran banyak wanita. Hingga dirinya pun kewalahan untuk mengatur fans-fans beratnya. Sifatnya yang sedikit cuek, membuat para kaum hawa kian gemas saat melihat Arga.
Namun, kehidupan itu berubah saat dirinya mulai melabuhkan hati pada Fely Salsabila.
Wanita berdarah jepang dan Indonesia.
Hubungan mereka berdua pun berakhir dengan ikatan pernikahan. Fely sebenarnya tak yakin jika akan seserius ini dengan Arga karena, dirinya paham sekali bagaimana masa lalu Arga. Sedangkan ia adalah seoarang wanita perpendidikan yang berkelas. Yang selalu mengutamakan karier ketimbang suami.
Karena, mendaptkan paksaan dari mami dan papinya Fely pun berusaha menjadi wanita yang baik dan peduli dengan keluarga.
"Mas, kamu mau kemana kok rapi banget?" tanya Fely dengan kening yang mengkerut.
"Aku mau ke rumah sakit. Hati aku belum tenang kalau, wanita itu belum sadar juga," ujar Arga sembari mengenakan jas miliknya yang berwarna hitam.
"Eee-ee, aku gak ikut ya, soalnya ada meeting pagi ini," sahut Fely.
"Iya. Hati-hati bawa mobilnya," tutur Arga. Lelaki itu tersenyum lalu mencium kening istrinya.
"Aku pergi dulu ya," pamit Arga. Tak lagi basa basi pengusaha muda itu pun langsung membalikan tubuhnya dan melangkah keluar rumah.
Selama 3 tahun menikah sepasang suami istri itu belum juga di hadirkan buah hati namun, hal itu bukanlah masalah untuk Fely. Wanita itu juga belum siap untuk menjadi seorang ibu.
Tetapi, berbeda dengan pendapat Arga. Suaminya sangat-sangat menginginkan kehadiran buah hati untuk menambahkan kecerian di harinya.
Sesampai di rumah sakit Arga langsung mencari rungan wanita, yang dirinya tabrak beberapa minggu yang lalu.
Entahlah, rasa bersalah Arga sangat besar sekali pada wanita itu. Yang lebih mengejutkan ternyata wanita itu tak mempunyai kerabat di kota ini.
"Permisi pak, saya mau memeriksa keadaan pasien dulu," ucap perawat.
"Oh,ya silahkan sus," timpal Arga.
Disaat perawat tengah sibuk memeriksa Gisell, Arga pun terpanah dengan tas yang berada di atas meja.
"Eeee, sus apa ini milik wanita ini?" tanya Arga sambil memperlihatkan barangnya.
"Iya pak, itu milik Ibu Gisell," jawab perawat.
"Gisell?" batin Arga. Otaknya terus berfikir dan berusaha mengingat nama yang tak asing di telingannya.
Karena, rasa penasarannya yang tinggi Arga pun langsung menggeledah tas milik wanita itu tanpa ragu.
"Gisella Noura, asal Bandung," ucap Arga.
Lelaki itu belum juga menemukan titik temu, hatinya masih terus penasaran akan identitas wanita itu.
Serasa firasatnnya mengatakan dirinya pernah bertemu namun, lokasinya dimana ia belum bisa mengingatnya.
Hampir setiap hari Arga rutin menjenguk wanita itu. Ia berharap jika, wanita itu lekas sadar dan dirinya pun lepas tanggung jawab juga.
"Pasti kamu mau ke rumah sakit lagi," ucap Fely. Mimik istri Arga itu terlihat tak suka dan kesal dengan respon suaminya yang menurutnya terlalu berlebihan.
"Sudahlah mas, jangan lebay gitulah. Toh kalau dia sadar dokter juga bakal ngehubungi kita," cetus Fely dengan nada ketus.
"Tapi, sayang aku tuuu,"
"Apa? Ngerasa bersalah, yah setiap orang ya pasti begitu mas. Udahlah jangan terlalu khaatir mendingan fokusin ke bisnis kamu yang beberapa hari ini gak ke urus," ujar Fely.
"Iya sayang," jawab Arga.
Setiap perkataan yang keluar dari mulut Fely, Arga selalu berusaha untuk mematuhinya. Bukan berati dirinya tipe suami yang takut istri, ia hanya tak ingin menimbulkan percikan pertikaian di rumah tangganya.
Karena, Arga sangat menyayangi Fely. Walau pun terkadang berdebat dengan istrinya itu sangat menguras energi.
"Hai anak mami yang cantik dan tampan," sapa wanita paruh baya.
"Loh, mami kok ada di sini?" heran Fely.
"Ih, Fely kamu sepertinya gak suka ya mami datang ke sini," dengus wanita paruh baya dengan nada sewot.
"Bukannya gitu mi, yaa Fely kaget aja kok tiba-tiba mami ada di hadapan aku. Sedangkan aku gak tau datangnya kapan," jelasnya.
Tetapi, sayangnya wanita paruh baya itu sama sekali tak peduli dengan penjelasan yang di ucapkan oleh Fely.
Wanita itu mulai membuka barang bawaannya sambil duduk di samping Arga.
"Mama bawa apaan?" tanya Arga. Ia heran setiap mertuanya datang ke sini selalu saja rempong dan adu omongan dengan Fely.
"Sini duduk," ucap wanita itu. Sambil menarik tangan Fely agar duduk berdampingan bertiga.
"Mami apaan itu, baunya gak enak banget," gumam Fely sambil menutup hidungnya.
"Ini namanya jamu, mami buatkan ini khususmuntuk kalian berdua," ujar wanita paruh baya.
"Nih, buruan di minum," lanjutnya lagi sambil memberikan mereka berdua segelas jamu.
Saat mencium baunya Fely sudah merasa mual ingin muntah, seumur-umur dirinya tak pernah meminum yang berbau seperti ini.
"Huek huek.."
Fely meras sangat mual dan tak sanggup untuk meminum jamu ini.
"Mamiii! Ini untuk apaan sih? Kenapa aku sama Mas Arga harus minum ini," ringik wanita itu dengan nada manja.
"Haduh, ini tuh jamu agar kalian cepet punya anak. Mami gak sabar untuk nimang cucu," ungkap Mami Fely. Wajah wanita paruh baya itu terlihat sumringah sekali.
"Argh! Mami, aku belum siap untuk jadi ibu," batin Fely.
"Arga, taruh dulu handphonenya. Sekarang minum dulu jamu yang mami buat,"
"Iya mi," jawab Arga.
Saat Arga akan meneguk jamu tiba-tiba handphone yang berada di meja pun berdering.
Dengan sigap ia langsung mengambil ponselnya dan jamu yang berada di tanganya segera ia letakan di atas meja.
"Halo, iya. Oh begitu, baik saya akan segera kesana," Ucap Arga.
"Fely, mami aku pergi dulu ya. Ada hal penting yang harus aku urus," lanjutnya dengan berpamitan pada mereka berdua.
***
"Aku di mana? Kak Lisa Mas Farhan," panggil Gisell dengan terus menerus.
"Mbak, sekarang ada di rumah sakit karena beberapa minggu yang lalu mbak kecelakaan," ujar perawat.
"Kecelakaan?" ucap Gisell.
Ia merasa bingung karena ingatanya tak bisa mengingat apa yang sudah terjadi pada dirinya beberapa hari yang lalu.
Kepalanya terasa sakit sekali, setiap memaksakan untuk mengingat.
"Hai, kamu sudah sadar," sapa seseorang yang berada di sisi kanan Gisell.
"Anda siapa? Apakah saya mengenal anda?" tanya Gisell. Matanya menatap lekat lelaki yang berdiri di sampingnya dengan penuh senyuman.