[ London ]
Kepergian ayahnya menjadi sebuah pukulan terberat bagi Leana, gadis yang baru saja berusia delapan belas tahun. Gadis yang seumur hidupnya tinggal sebagai putri konglomerat, mungkin sampai beberapa hari yang lalu. Kini Leana tinggal di sebuah flat sederhana atau lebih cocok dikatakan kumuh dan jelek. Gadis itu tinggal di kawasan Old Nichol, kawasan kumuh yang terkenal di Boundary street.
Ayahnya meninggal karena kecelakaan tunggal di London Bridge, ayah Leana tewas seketika di tempat karena mobil yang dikendarai menabrak bahu jalan. Kabar tersebar dengan sangat cepat melalui media massa, malangnya gadis itu mendengar sendiri bagaimana ayahnya diberitakan. Belum selesai acara pemakaman ayahnya tujuh hari ibunya pergi dengan harta kekayaan dan aset-aset peninggalan ayahnya yang telah dijual. Luciana Harrison, seorang model ternama dengan garis keturunan Inggris dan Korea Selatan tersebut adalah ibu Leana.
Tiga hari yang lalu, sebelum ia benar-benar terlantar di flat milik salah satu pelayan dirumahnya Leana mendengar jika ibunya menikah lagi dengan seorang pengusaha sukses asal Italia. Kabar yang membuat Leana semakin bersedih dan bingung, ia tidak tahu akan tinggal dengan siapa. Tidak mungkin dia akan terus merepotkan pelayan Anne tetapi, Leana tidak memiliki wali lagi sekarang. Ia ingat dengan neneknya yang dulu tinggal di Torbay, tapi sudah lebih dari lima tahun mereka pindah keluar negeri.
Cuaca di luar sangat dingin, mengingat sekarang London tengah berada di suhu terendah. Leana adalah orang yang sejak kecil kurang bersahabat dengan suhu dingin, apalagi salju. Jika orang-orang menyukai salju pertama yang turun, Leana justru membenci ia lebih suka daerah hangat yang dapat membuat kulitnya terbakar. Gadis itu memakai tebalnya, terus berusaha menghangatkan diri.
"Nona, apa kau butuh sesuatu?"
"Apa kau ingin ku buatkan teh panas, Nona?"
Leana bergeleng lemah, pelayan Anne sangatlah baik. Ia bersedia menampung putri majikannya yang sudah tiada, dan kali ini pelayan Anne tidak mendapatkan bayaran sedikitpun karena Leana telah jatuh miskin.
"Anne, mungkin setelah musim dingin berakhir aku akan pergi mencari pekerjaan," kata Leana dengan lirih.
Ia sendiri tidak yakin ada pekerjaan yang dapat ia lakukan, mengingat bagaimana hidupnya dulu yang selalu dilayani. Dan bagaimana ia terus bersikap sombong karena kekayaan yang ia nikmati dari ayahnya.
"Maafkan aku nona, jika saja aku lebih mampu dari sekarang. Adikku memerlukan banyak biaya untuk pengobatan membuat semua gajiku dari tuan Harrison habis untuknya."
"Dan nona mungkin akan bertahan lebih lama, pekerjaan akan terasa sangat sulit untuk pertama kalinya nona."
Leana mengangguk, tanpa terasa air matanya menetes. Gadis itu kembali bersedih, semua yang ada di dalam pikirannya hanyalah kata 'jika'. Jika saja ia dulu tidak terlalu manja, pasti hari ini dengan keadaan dititik paling rendah ia masih bisa bertahan tanpa merepotkan orang lain. Jika saja malam itu Leana tidak membiarkan ayahnya pergi, hari ini ia tidak akan kedinginan di dalam flat. Dan mereka masih menjadi keluarga yang sempurna dengan ayah dan ibunya.
Pelayan Anne membantu menyelimuti tubuh menggigil Leana dengan kain tebal seadanya, didalam flat miliknya tak ada benda canggih seperti pemanas ruangan hanya ada tungku perapian yang akan sulit digunakan ketika musim dingin tiba.
"Bersabarlah nona, kau pasti akan baik-baik saja. Jangan menyerah, aku akan membantumu agar terus merasa hangat."
"Aku tahu Anne, tapi ini sangat sulit untukku. Aku benar-benar menyesal dulu tidak pernah mendengarkan perkataan Daddy."
"Apa lagi dengan suhu terendah seperti ini, apakah aku akan selamat?" Keluh Leana yang terus merasa kedinginan dan mulai putus asa.
Hari semakin gelap, pertanda jika sang surya telah menyelesaikan tugasnya hari ini sekalipun tak terlihat di langit kota London. Pelayan Anne membuat sup dengan sayuran sederhana, tak ada daging atau semacamnya. Leana membantu meringankan pekerjaan pelayan Anne dengan membersihkan meja kecil untuk mereka, mempersiapkan gelas dan piring. Hanya itu yang Leana bisa, ia belum pernah memasak jadi Leana tidak berencana merusak makanan yang pelayan Anne sajikan.
Sejujurnya tubuhnya masih kedinginan, tetapi jika ia hanya berdiam diri didalam kamar, bukan lebih tepatnya ruangan sempit yang pengap itu, ia akan semakin kedinginan.
"Hari ini aku hanya mendapatkan hasil sedikit dari penjualan koran, tapi cukup untuk makan sampai esok pagi," katanya yang semakin membuat Leana merasa bersalah. Setidaknya ia harus membantu untuk membersihkan flat jika ia tidak mampu mencari pekerjaan di luar sana, pikir Leana.
Mereka makan dengan diam, merasakan sebuah makanan berkuah yang cukup menghangatkan tubuh mereka. Leana tidak suka sayur, tapi hari-hari yang ia lewati di flat milik pelayan Anne ia tidak pernah sekalipun membuang sayuran yang disiapkan untuknya.
[ Incheon – South Korea ]
Kedua mata tajamnya menatap hamparan salju yang menutupi sebagian dari atap mansionnya, pria berdarah campuran Inggris dan Korea Selatan tersebut berdiri menatap jendela besar dari ruangan kerjanya. Kaisar, seperti namanya ia berperan sebagai seorang Kaisar yang memimpin sebuah kerajaan. Ia memimpin sebuah perusahaan dengan nama Williams Kingdom, bisnis keluarganya yang lima tahun terakhir sudah resmi berpindah ke negara Korea Selatan.
"Presdir, Nyonya Ha-Ra memanggil Anda. Beliau menunggu di ruang baca," Kaisar mengangguk singkat mendengar perkataan Jeong-Won, asisten pribadinya. Ia segera meninggalkan ruang kerjanya yang sangat terlihat klasik dan modern, terlebih dengan pemandangan dari jendela besar membuat ruangan kerja Kaisar tidak membosankan. Jeong-Won mengikuti Tuannya, menuju ruang baca.
Kaisar berjalan menuruni tangga yang melingkar, pria itu berjalan dengan tegap tidak memperhatikan sekitarnya. Ia terlalu dingin untuk didekati dengan para wanita, kecuali Ae-Ri sahabatnya sejak masih menempuh pendidikan di London. Juga wanita yang berhasil menahlukkan hatinya, sebelum wanita itu meninggalkannya dengan pria yang lebih terkenal dan kaya.
Pelayan yang berjaga di depan pintu ruang baca membungkuk sopan ketika Kaisar datang, Jeong-Won berhenti di depan pintu membiarkan Tuannya sendiri yang masuk. Ruang baca dengan puluhan ribu buku bacaan tersusun rapi, tampak seperti perpustakaan sekolah pada umumnya hanya saja ruangan itu berada di dalam mansion keluarga Williams.
"Eomeoni, kau memanggilku?"
Seorang wanita berusia lebih dari separuh abad tersebut menoleh begitu mendengar suara manly dari putranya, Kim Ha Ra nama wanita tersebut.
Pelayan yang tadinya menemani Ha-Ra pergi keluar dari ruang baca, mereka sudah tahu jika Ha-Ra memanggil Kaisar pasti ada sesuatu hal yang penting untuk dibicarakan.
Ha-Ra tersenyum tipis, menatap putra bungsunya tumbuh menjadi seorang pria tampan dan persis seperti ayahnya. Wanita dengan tangan yang mulai berkerut itu memberikan sebuah foto kepada putranya, foto seorang gadis muda yang tengah tersenyum manis.
"Temukan dia!"
Kaisar memandangi foto gadis itu, dengan wajah dinginnya. Ia menyelipkan foto tersebut pada saku jasnya, ia tahu jika gadis tersebut adalah putri dari kakak perempuannya.
"Bawa dia kemari, kakakmu benar-benar tidak bertanggungjawab. Menikah kembali setelah suaminya baru saja meninggal!" Kata Ha-Ra dengan keras, ia terlihat begitu marah. Mungkin karena ia masih tidak menyangka dengan sikap putrinya yang sudah menjadi ibu tersebut.
"Baiklah, aku akan berangkat ke Inggris malam ini."
"Eomeoni, banyaklah beristirahat, jangan sampai membuat kondisi Ibu menurun karena memikirkan kakak."
Ha-Ra mengangguk, ia terlalu bangga dengan putranya. Terlalu menyayangi putra bungsunya yang sudah hampir berkepala tiga tersebut, ia terlalu sering meributkan pernikahan Kaisar.
"Jangan lupa, ajaklah menantuku datang kemari."
Perkataan Ha-Ra berhasil membuat Kaisar terkekeh kecil, ia sebenarnya hanya mencintai satu wanita selama ia menjadi pria dewasa. Tentu saja wanita itu Ae-Ri, wanita yang berhasil membuat hatinya bergetar tak karuan tapi cintanya terasa hampar tidak membuatnya bahagia. Ae-Ri sudah menikah dengan pria lain, seorang pembawa acara televisi yang lebih tampan darinya.
"Kenapa kau tertawa? Sudahlah kau lupakan Ae-Ri dia sudah menikah dengan pria lain, carilah gadis lain yang lebih cantik darinya."
"Eomeoni sudahlah, aku masih belum berminat mencari seorang istri," kata Kaisar terdengar lelah, jelas saja Ha-Ra tidak pernah berhenti mencarikan jodoh untuk Kaisar membuatnya menjadi pembicaraan terpanas di kantor dan mansionnya.
"Aku akan segera mencari keberadaan gadis itu, Ibu jangan macam-macam dengan namaku!"
"Baiklah."
Kaisar meninggalkan ruang baca, diikuti dengan Jeong-Won. Begitu ia sudah pergi pelayan yang tadi menemani Ha-Ra kembali masuk ke dalam ruang baca. Kaisar berjalan dengan cepat, ia akan segera mencari keberadaan gadis kecil itu.
"Jeong-Won, bersiaplah untuk mencari informasi tentang putri dari kakakku. Aku ingin dalam waktu dua puluh empat jam, gadis itu sudah ditemukan."
Pria berwajah oriental dengan kulit putih bersih tersebut mengangguk patuh, sekalipun tanpa adanya foto atau apapun Jeong-Won adalah orang yang tetap bisa diandalkan.
Jeong-Won tidak banyak berbicara, pria itu segera pergi setelah membungkuk memberikan hormat pada Kaisar. Sedangkan, Kaisar kembali melakukan pekerjaannya. Selama di London ia tidak akan menyia-nyiakan waktu, karena Kaisar adalah pria yang sangat menyukai kedisiplinan.
*Eomeoni : sebutan untuk ibu dalam bahasa Korea formal.