Plak!
Pria bertubuh tinggi besar tersebut menampar wajah satu persatu dari anak buahnya, mereka hanya diam karena memang mereka bersalah.
"Dasar bodoh! Kalian justru asyik merobohkan bangunan?"
"Kalian lupa hah? Tugas kalian mengawasi gadis itu, dan memastikannya mendatangi Kaisar!" Jhon tampak beberapa kali menampar pipi anak buahnya.
Pria yang kemarin mengusir Leana dan Anne dari bangunan jelek tak layak huni itu, sudut bibirnya robek karena pukulan kuat dari kemurkaan Jhon.
Kira-kira sepuluh orang berpakaian hitam-hitam itu menunduk dan membisu, salah satu pelajaran pertama mereka menjadi anak buah Jhon. Mereka menerima setiap kemarahan Jhon dengan diam, wajah mereka babak belur dengan lebam yang akan hilang dalam beberapa hari.
Kaisar tidak merespon apapun, pria itu justru asyik menatap layar gadget dengan teknologi terbaru.
"Maafkan aku Kai, mereka memang tak bisa diandalkan!" Katanya sembari melotot tajam pada beberapa anak buahnya, seperti dugaan Leana itu adalah rencana Kaisar untuk membuatnya jera karena menamparnya sembarangan.
Kaisar mengibaskan tangannya didepan Jhon, ia lebih memikirkan cara untuk membalas dendam masa lalunya yang Lucy bawa.
Jhon menyuruh anak buahnya pergi dari ruangan, menyuruh mereka untuk terus mencari keberadaan gadis itu. Dan terus membuat gadis itu agar mau datang pada Kaisar.
Ponsel Kaisar berdering, selalu seperti itu ketika ia tengah mengatakan hal-hal penting pada Jhon. Di layar ponsel pintarnya nama ibunya muncul, ia menyuruh Jhon diam dan menjawab panggilan dari ibunya.
[Kai, bagaimana apa kau berhasil menemukan cucuku?] Suara ibunya yang terdengar begitu khawatir.
"Belum Eomeoni, aku akan terus mencarinya hingga ketemu. Dan segera membawanya ke Korea," kata Kaisar yang tentu saja berbohong.
[Dia tidak di Victoria Street? Tempat tinggalnya dulu]
"Lucy telah menjualnya, gadis itu menghilang entah kemana. Aku sedang mencari informasi keberadaannya, aku tutup dulu panggilannya Eomeoni!"
Kaisar bernapas lega, ia kembali membohongi ibunya dengan beralasan belum menemukan gadis yang ia cari. Faktanya gadis itu membuatnya kesal, sifatnya sombong seperti Lucy, keras kepalanya seperti Harrison.
"Kau berbohong!" Seru Jhon yang menatap geli Kaisar, ia melihat bagaimana pria tangguh yang ditakuti banyak orang tengah membohongi ibunya, bahkan tangannya berkeringat.
Kaisar mengangkat bahunya santai, ia kembali memikirkan cara untuk melanjutkan keinginan Lucy. Sebuah foto keluarga besar dengan senyuman lebar, dan gaya elegan sepertinya akan menjadi foto terakhir mereka. Ia menatap foto gadis kecil itu, gadis menyebalkan yang ia temui. Mungkin ia akan memberikan banyak pelajaran berharga padanya, Kaisar akan membuat gadis itu semakin kehilangan banyak hal.
Ia menutup layar ponselnya, lalu keluar dari sebuah tempat pengap yang berada di bawah tanah itu. "Pastikan mereka tidak menggagalkan rencanaku kali ini, Jhon!"
"Baiklah," Kaisar lebih dulu meninggalkan ruangannya. Ia bergegas pergi ke ruang kerjanya di lantai dua, disana ia melihat Jeong-Won tengah sibuk membaca dan menandatangani dokumen.
Pria berwajah oriental tersebut bernapas lega ketika tuannya datang, ia terlihat biasa saja sekalipun hatinya benar-benar bahagia. Pekerjaan menumpuk itu tidak lagi ia kerjakan.
"Kau sepertinya begitu senang aku datang, kau lelah Jeong?"
"Tidak tuan, hanya saja dokumen ini terlalu banyak. Mereka mengajukan banyak sekali kerja sama disini, sepertinya Tuan tidak bisa segera kembali ke Incheon," terang Jeong-Won yang penuh hormat, sangat berbeda dengan Jhon yang selalu santai saat bersama dengan Kaisar.
Kaisar mengangguk singkat, pria itu berjalan menuju singgasananya. Ia mengambil pekerjaan Jeong-Won.
"Kau cari Leana saja, anak buah Jhon tidak ada yang pecus. Gadis itu justru hilang entah kemana perginya."
"Baik, Tuan."
Jeong-Won meninggalkan ruangan kerja Tuannya yang sempat mengurungnya selama 12 jam, pekerjaan tuannya sangat banyak.
Pria itu segera melacak keberadaan Leana, ia mencari semua informasi terakhir dari gadis itu. Termasuk terminal bus tadi malam, ia segera memeriksa jadwal keberangkatan bus terakhir dari London.
.
Gadis itu tersenyum lebar, pagi ini ia sampai di tempat yang cukup jauh dari London. Ia memandang dermaga dengan pemandangan indah dan modern, cahaya matahari jingga mulai terlihat semakin meninggi dari ujung dermaga. Ia melihat hiruk-pikuk dermaga yang penuh dengan orang-orang tengah menurunkan box container.
Leana beranjak pergi setelah tempatnya berdiri menjadi ramai, ia mencari sebuah tempat yang memerlukan pekerja penuh waktu.
Berjalan menyusuri jalanan yang ramai, orang-orang saling menyapa, dan tersenyum. Leana menatap kagum sebuah restoran besar disana, ia segera mendatanginya harap-harap mendapatkan pekerjaan.
"Selamat pagi nona, ada yang bisa dibantu?" seorang waiters itu menyambutnya dengan hangat.
"Apakah tempat ini masih membutuhkan seorang waiters?"
Waiters tersebut segera menyuruhnya duduk, ia pergi menghampiri seseorang diujung ruangan. Pria itu berpakaian formal, sangat tampan dengan kacamata yang menggantung di hidung mancungnya.
Leana menatap pria yang tengah menuju tempat duduknya, semakin dekat, Leana semakin melihat ketampanan pria itu. Ia tersenyum simpul, ada sesuatu yang bergetar dalam hatinya.
"Selamat pagi nona, kau membutuhkan pekerjaan?" Bahkan suaranya pun terdengar sangat berkarisma, dan manly.
"Em, benar. Apakah ada? Tetapi, aku belum pernah bekerja dimanapun," jawab Leana lalu tertunduk malu.
Pria itu tampak berpikir, sampai ia memiliki ide yang tepat untuk pekerjaan.
"Baiklah, sebelumnya perkenalkan namaku Ethan. Aku manager disini."
"Aku Leana."
Seperti yang dikatakan oleh Ethan, Leana memiliki tugas yang paling mudah dan ringan. Ia juga mendapatkan tempat tinggal sementara, ia bekerja sebagai tukang bersih-bersih.
Pekerjaan itu yang paling mudah diantara semuanya, meskipun juga memiliki upah yang paling minim. Leana langsung bekerja, gadis itu mulai dengan menyapu lantai yang begitu luas.
Lantai keramik berwarna putih itu hanya berdebu sedikit, ia dengan senang hati mulai membersihkannya. Tangannya bahkan sudah pegal belum lima menit menyapu, ia menatap lantai itu semakin kotor. Seseorang menyeringai tipis, ia mengamati Leana yang kembali menyapu lantai itu.
"Ck, kalau tidak bisa bekerja sebaiknya pulang saja! Menyapu saja tidak pecus!" serunya membuat tangan Leana terkepal, ia kesal sejak tadi menyapu tetapi lagi-lagi lantainya terus kotor.
"Jika kau tidak mengotorinya pekerjaanku selesai sepuluh menit yang lalu!"
Wanita itu terkekeh, ia mengangkat bahu kemudian pergi setelah sempat melihat Ethan tengah melihatnya berbicara dengan Leana.
"Menyebalkan sekali!" gumamnya dengan kesal.
Bahkan ia menyapu sampai harus menghabiskan waktu lima belas menit, ia beralih membersihkan tempat lainnya. Peluhnya menetes deras, ia baru tahu pekerjaan seperti itu terasa begitu melelahkan.
"Kau pasti begitu lelah, dia memang keterlaluan. Dulu aku juga pernah menjadi bahan lelucon untuknya, kau beruntung tadi Pak Ethan segera muncul, jika tidak mungkin saat restoran buka kau baru selesai dengan menyapu," kata gadis yang tadi ia temui didepan.
Gadis itu ternyata memang benar ramah, ia tersenyum dan membantu Leana. Selama berjalan ke gudang mengembalikan alat-alat kebersihan, gadis itu terus berbicara. Ia bahkan tak tahu siapa saja yang gadis itu bicarakan, Leana hanya tersenyum sesekali bertanya seolah ia benar-benar mendengarkannya.
"Terimakasih," kata Leana pelan.
Gadis itu mengangguk segera pergi dari sana.
Leana tidak mengantarkan makanan, manager tidak ingin mengambil risiko untuk kerugian yang besar. Leana kini mendapatkan tugas baru, ia menyebarkan selebaran brosur promosi restoran. Beruntung juga ia memiliki paras cantik, tidak sia-sia ia merawat kulitnya. Sekarang berguna, banyak orang tertarik datang ke restoran karena Leana berbakat menjadi seorang SPG.