"Kenapa kau membawanya kemari, Kai?"
Pria itu masih asyik menikmati minuman beralkohol nya, tersenyum miring pada kakak perempuannya. Ada rasa tak nyaman baginya.
"Kau tahu? Gadis itu berakhir tinggal di Boundary Street."
Kaisar mengatakannya dengan santai, tidak menghiraukan air mata gadis itu yang sudah membuat aliran sungai kecil di pipinya.
"Tapi tidak seharusnya kau membawanya kemari, bast*rd!"
"Kau tahu kan, terkadang aku lebih mendengarkan perkataan eomeoni daripada kau!"
Lucy terlihat begitu marah pada Kaisar, ia sudah memperingatkan adiknya jika ia bisa mendengarkan ibunya dan membawa gadis itu cepat pergi dari London. Tanpa memberitahu tempatnya.
"Leana?"
Lucy berjalan mendekati putrinya yang menangis namun, yang terlihat justru ekspresi wajah marah.
"Kenapa kau meninggalkanku? Aku tak masalah tinggal di manapun, tapi bahkan hari itu masih hari berkabung ayah!"
Teriak Leana pada Lucy, wajahnya memerah karena marah. Lucy mengabaikannya, wanita itu sampai di depan gadis yang masih terus menangis dan menatapnya nyalang.
"Tak ada alasan yang spesifik, hanya mungkin kau akan menyusahkan."
Alasan paling sepele yang Leana dengar, mana mungkin seorang ibu akan membuang anaknya begitu saja meskipun ia tak diinginkan. Lalu Lucy? Leana pernah bertanya-tanya apakah Lucy benar ibunya?
Jika dilihat dengan saksama ia hanya mirip dengan Harrison, kecuali sifatnya karena Leana memang tumbuh dengan kehadiran wanita berambut pirang didepannya.
"Mom!"
"Pulanglah Lea, tak ada gunanya kau marah padaku. Kau ingin kekayaan ayahmu? Harrison tak pernah kaya sebelumnya!"
"Uh-huh!"
Lucy mengelus kepala Leana, membuat rambutnya sedikit berantakan. Namun, tak ada pelukan atau kecupan manis penuh kasih sayang darinya. Sebenarnya ada perasaan Leana kecewa, ia hanya diam.
"Kai, bawalah ia pergi dan jangan bawa dia kehadapan ku lagi. Remember Kaisar!"
Pria itu tertawa meledek, ia sepertinya sudah puas dengan minumannya. Kaisar berdiri dan segera menarik Leana keluar, namun gadis itu sengaja memberatkan diri agar Kaisar tak bisa membawanya.
"Uncle please!"
"No Lea, she's not your mom again right Lucy?"
Lucy mengangguk mantap, gadis itu lemas karena melihat jawaban dari ibunya. Memang tak ada sebuah hubungan ibu dan anak yang putus atau bisa dibatalkan namun, Lucy sejak awal memang tak pernah menganggapnya putri.
Kaisar yang geram dengan Leana, memutuskan untuk menggendongnya seperti karung. Gadis itu berteriak memilukan, ia menendang perut Kaisar berulang kali meskipun tidak berpengaruh apapun pada pria itu.
Kaisar menurunkan Leana di depan mobilnya, tersenyum mengejek pada gadis itu.
"Kau seharusnya jangan terlalu berharap dengan seseorang yang sudah meninggalkanmu Lea."
"Bukan aku yang memaksa datang kemari!"
Kaisar mengangkat bahunya tak peduli, pria itu segera masuk ke dalam mobilnya. Ia menyalakan mesin dan tak berniat untuk mengajak Leana.
Gadis itu segera masuk dengan sendirinya ke dalam mobilnya, ia tak ingin mengambil risiko untuk pulang sendirian dari kota tersebut.
"Kau gila! Kau mau meninggalkanku disini?"
"Nope. You're wrong girl! Aku tidak memaksamu ikut, hanya sedikit menawarkan jasa."
Kaisar mengendarai mobilnya dengan cepat, tetapi bukan ke arah Liverpool melainkan ke tempat tinggalnya di London.
"Kau akan membawaku kemana?"
"My home, Maybe."
Leana menatap Kaisar dengan kesal, sudah seharusnya ia takkan pernah menaruh kepercayaan padanya. Ia sejak awal memang selalu mempermainkannya dengan mudah.
.
Rumah mewah, bukan maksudnya rumah super mewah bak sebuah istana dengan para pelayan yang berjajar rapi menyambut kedatangan Tuannya. Leana takjub dengan pemandangan didepannya, meskipun ia pernah menjadi konglomerat namun, rumahnya tak seberapa dibandingkan rumah di depannya.
Kaisar meninggalkan Leana yang masih terpaku ditempatnya, ia mengatakan sesuatu pada salah seorang pelayan wanita senior.
Pelayan tersebut tersenyum hangat pada Leana, "Silahkan ikuti saya nona."
Leana sebenarnya enggan untuk mengikutinya, tetapi Kaisar bahkan telah menghilang dari pandangannya.
"Panggil saja saya Marrie nona, aku akan menunjukkan kamar anda."
Kening Leana berkerut, kamar? Jadi rumah itu adalah milik Kaisar?
Leana mengikuti Marrie ke lantai dua, lantai pualam tersebut semakin membuat rumah tersebut terlihat mewah. Berkilau dan memantulkan cahaya dari lampu gantung bak kristal di langit-langit ruangan.
Marrie menunjukkan sebuah kamar dengan dekorasi feminim, cat berwarna biru langit dengan segala macam perlengkapan furniture feminim khas gadis.
"Ini kamar untukmu, Tuan Kaisar yang mempersiapkannya."
Marrie meninggalkannya sendirian, ia duduk di kasur empuknya bahkan sangat jauh lebih nyaman dari tempat tinggalnya dengan Jane.
"Bicaralah!"
Kaisar tiba-tiba saja masuk tanpa mengetuk pintu, pria itu telah berganti dengan pakaian yang lebih santai. Diam-diam Leana terpesona dengan Kaisar, ia jauh lebih terlihat menawan dengan pakaian santai kaus polo itu tampak sangat cocok dengan tubuh berototnya.
Pria itu mengulurkan sebuah ponsel mahal miliknya pada Leana, dengan enggak gadis itu menerimanya.
"Bicaralah! Ibuku ingin mendengar suaramu!"
"Ha-Halo?"
Sejenak tak ada suara apapun yang terdengar dari ponsel, Leana menatap Kaisar yang kini telah berpindah tempat. Pria itu duduk di kursi meja rias, ia tak memperhatikan Leana.
[Astaga, Lea kau baik-baik saja bukan?]
"Grandma?"
Kedua matanya berbinar ketika mendengar suara yang teramat ia hafal, neneknya.
"Aku baik Grandma, I miss you so much!"
Suara wanita dalam ponsel Kaisar terdengar terkekeh, Ha-Ra juga mengatakan hal yang sama di seberang telepon.
[Syukurlah, begitu aku mendengar Kaisar menemukanmu aku begitu tenang Lea]
[Ibumu itu memang tega, bagaimana ia bisa meninggalkanmu begitu saja!]
Leana menitikkan air matanya, ia terlalu bahagia mendengar suara neneknya. Ia merasa bahwa masih ada harapan.
"I'm Okey, Grandma."
[Aku sangat ingin bertemu denganmu, bercerita dan memelukmu. Namun, Kaisar bilang ia akan ada pekerjaan di London jadi sepertinya aku harus menunggu lebih lama lagi. Dengarlah kata-kata uncle mu, aku sudah menyuruhnya untuk menjaga mu sampai ia mengajakmu pulang sayang]
Leana tertawa sambil menangis mendengar Ha-Ra masih saja cerewet seperti dulu.
"Aku akan menunggu hari itu, Grandma."
Leana mengembalikan ponsel Kaisar ketika neneknya meminta, Kaisar menerimanya dan bergantian ia yang berbicara. Pria itu menggunakan bahasa asing, bukan Inggris tentu saja.
"Yeah, I will take care of it as you wish Eomeoni."
Kaisar mengantongi ponselnya, lalu menatap gadis muda di depannya yang sibuk memandang tubuhnya terpesona. Kaisar tersenyum miring, sudah pasti dirinya selalu menawan dimata gadis manapun. Sayangnya tidak pada Ae-Ri.
"Sudah puas mengagumiku naughty girl?"
Leana tersadar dengan suara manly Kaisar, gadis itu segera merubah mimik wajahnya menjadi kesal.
"You're to be confident, Sir!"
"Call me Uncle, Lea!"
Leana mengangkat bahunya tak peduli, meskipun Kaisar tampak terlihat lebih muda jika ia panggil uncle.
"Seperti yang ibuku katakan, kau harus mendengarkan perkataan ku!"
"Baiklah tuan pemaksa!"