[ London ]
Pagi tadi Kaisar tiba di kota London, menggunakan jet pribadinya tentu saja dengan Jeong-Won yang sudah menemukan keberadaan gadis yang ia cari. Kaisar tinggal di pemukiman elite dengan harga sewa yang menguras kantong, ia memiliki salah satu rumah tinggal di Kengsinton sebuah pemukiman yang hanya dimiliki oleh jajaran konglomerat dunia. Seperti mendiang Lady Diana dan juga seorang pengusaha minyak asal Asia.
Kaisar salah satu dari konglomerat tersebut, yang mampu menyewa sebuah hunian mewah. Pria berpakaian formal dengan kacamata hitam yang bertengger manis di hidung mancungnya tersebut, memasuki sebuah mobil Porsche berwarna putih miliknya bersama Jeong-Won. Mereka akan segera menuju tempat tinggal gadis yang ia cari, di Boundary Street.
"Apakah kau benar-benar tidak salah orang? Bukankah Harrison tinggal di pemukiman Victoria Street?"
Jeong-Won mengangguk singkat, ia tetap terfokus dengan mengemudinya melewati jalanan yang mulai padat pengendara.
"Benar, tapi itu sebelum kakak Anda menjual hunian tersebut dan menikah lagi."
Pria itu mengerutkan keningnya, ia tahu jika kakaknya menikah kembali setelah beberapa hari Harrison meninggal tapi yang ia tidak tahu fakta jika kakaknya menjual hunian tersebut.
"Nona Ileana tinggal dengan salah seorang pelayan dari rumahnya, yang bekerja menjadi penjual koran di jalan setelah huniannya dijual."
Kaisar hanya diam menyimak penjelasan dari asisten pribadinya, ia tidak menyangka jika gadis berstatus keponakannya tersebut akan tinggal dilingkungan kumuh. Ia terlalu cuek dengan kehidupan keluarga kakaknya, sehingga tidak mencari tahu keadaan gadis itu usai ayahnya meninggal.
Kaisar hanya pernah bertemu satu kali dengannya, ketika pemakaman ayahnya sepuluh tahun yang lalu. Dan gadis itu tentu saja masih sangat belia, Kaisar yakin jika sekarang keponakannya sudah jauh lebih besar dan tumbuh menjadi gadis cantik seperti kakaknya.
Porsche milik Kaisar sampai di Boundary Street, daerah dengan begitu banyak flat tidak layak huni. Bangunan-bangunan nyaris tidak ada yang terlihat berwarna cerah, selain abu-abu dan putih yang kusam. Rongsokan mobil berjajar, sebagai tempat bermain anak-anak yang tampak berlarian.
"Kau yakin Leana tinggal di tempat seperti ini?" tanya Kaisar memastikan.
Jeong-Won mengangguk mantap, menurut dari laporan anak buahnya yang ia sebar untuk mencari keberadaan keponakan Tuannya mereka melihat gadis itu muncul di daerah itu.
"Hm, malang sekali gadis itu dilahirkan sebagai putri kakakku," gumam Kaisar yang ikut mengawasi jalanan sepi tersebut.
Pria berkebangsaan Korea Selatan tersebut segera menyeringai ketika melihat seorang gadis muda berjalan melewati Porche yang mereka tumpangi.
"Itu Nona Ileana, Presdir."
Kaisar mengikuti arah jari telunjuk Jeong-Won yang mengarah pada seorang gadis remaja, gadis itu berjalan dengan lesu. Kedua tangannya menenteng begitu banyak kantong belanjaan yang berisi sayuran yang layu? Kaisar terkekeh kecil melihat keponakannya hidup susah seperti itu.
Jeong-Won menghidupkan kembali mesin mobilnya, pria itu dengan hati-hati mengikuti langkah Leana. Cukup jauh jarak yang Jeong-Won ambil agar tidak membuat gadis itu curiga.
Tiba di ujung jalan, dengan persimpangan kecil gadis itu berbelok dan menghilang dari pandangan mata kedua pria di dalam Porche putih tersebut. Jeong-Won segera menambah kecepatan pada laju mobilnya, dan berhasil menemukan kembali gadis itu
Gadis itu memasuki sebuah flat sederhana di lantai dua dari bangunan yang tidak layak huni seperti bangunan lainnya, Kaisar masih tidak menyangka jika putri kakaknya akan terlantar di tempat seperti itu.
"Bagus sekali, wanita gila itu membuat putri Harrison menjadi gelandangan."
"Kita turun sekarang!"
"Baik Presdir."
Jeong-Won mengetuk pintu bercat putih yang catnya sudah terkelupas, membuat pintu tersebut semakin terlihat buruk. Kaisar menatap sekeliling tempat tersebut, ia terlihat tidak nyaman dengan lingkungan tersebut. Apalagi dengan sifatnya yang begitu mencintai kebersihan.
Bungkus-bungkus makanan instan berceceran sembarangan, beberapa tempat terlihat kubangan air karena salju mulai mencair. Suhu tidak sedingin kemarin, matahari juga terlihat mulai kembali bekerja diatas sana.
Tak lama seorang gadis yang lebih tua dari Leana membuka pintu, ia tampak bingung melihat ada tamu berpakaian formal dengan bersih dan rapi.
"Selamat siang, apakah Nona Ileana ada disini?"
Gadis tersebut diam, tidak merespon pertanyaan Jeong-Won. Mungkin ia masih bingung dan takut jika mereka adalah para penagih hutang atau lainnya.
Kaisar mengerutkan keningnya ketika gadis itu segera masuk kembali, dan menutup pintu itu dengan kuat hingga terdengar decitan dan bedebam yang kuat.
Jeong-Won hendak menahan agar pintu tersebut tidak tertutup rapat, tetapi sudah terlambat.
"Ck, mereka mengira kau penagihan hutang!" Ejek Kaisar pelan pada asisten pribadinya yang tampak sama bingungnya dengan gadis yang membuka pintu tadi. Pria yang berdiri tak jauh dari Jeong-Won tersebut terkekeh geli, ia juga lihat bagaimana ekspresi ketakutan di wajah gadis itu.
Tak lama, pintu kembali terbuka kali ini gadis yang Kaisar cari yang membuka pintu. Gadis berparas cantik, dengan pakaian berwarna kusam dan terlihat kotor. Gadis itu tampak sudah tumbuh menjadi gadis dewasa, dengan lekuk tubuh seperti seorang model. Cantik alami seperti kakaknya, mungkin jika baju kusam itu diganti dengan gaun yang lebih bagus orang-orang akan mengira jika Leana model baru.
"Maaf kalian siapa?" katanya menggunakan aksen British yang sempurna. Tidak heran, Leana sejak lahir tinggal di London.
Suaranya bahkan terdengar begitu merdu ditelinga Kaisar, kedua mata tajamnya tidak mengalihkan pandangannya dari gadis yang masih berdiri menatap keduanya dengan heran.
"Maaf, aku tidak pernah memiliki hutang apapun," katanya lagi sukses membuat Kaisar terkekeh geli. Disusul dengan kode dari Jeong-Won yang membuat kesadarannya kembali.
"Tuan Presdir!"
"Kaisar Nathaniel Williams, adik dari Luciana Harrison setidaknya sampai ia belum menikah kembali beberapa hari yang lalu," kata Kaisar dengan kalimat yang panjang dan tegas. Ia yakin sekali jika gadis itu akan sangat bersyukur bertemu dengannya.
Kedua mata bulat gadis tersebut mendelik tak percaya, ia berjalan mendekati Kaisar dengan tatapan menyelidik sampai akhirnya gadis itu melayangkan sebuah tamparan keras di wajah Kaisar.
Plak!
.
Siang ini setelah salju mulai mencair, Leana bekerja menjadi seorang penjual koran sama seperti pelayan Anne. Ia mencoba menawarkan kepada pejalan kaki dan pengendara mobil yang tengah berhenti, ini pertama kalinya Leana bekerja. Berjalan melewati kepulan asap kendaraan yang berhasil membuatnya terbatuk, bajunya mulai berbau matahari dan asap.
Alas kakinya bahkan beberapa kali terkena cipratan kubangan air, salju mulai mencair dan membuat jalanan basah dan becek.
Setelah berhasil menjual beberapa koran, Leana kembali pulang. Ia benar-benar mendengarkan perkataan pelayan Anne, jika ia lelah ia sebaiknya pulang sebelum sore hari. Apakah ia menyerah? Tidak, besok ia akan berusaha lebih baik lagi agar dapat membantu pelayan Anne.
"Huh, ternyata seperti ini rasanya menjadi penjual koran," gumam Leana.
Gadis itu berjalan pelan menyusuri jalanan yang sepi, jarang ada mobil yang melewati kawasan kumuh itu. Apalagi mobil mewah, mungkin jika ada yang lewat hanya truk yang mirip rongsokan.
Leana sampai di dekat flat tempat tinggalnya, ia melihat sebuah Porche putih berhenti dipinggir jalan. Leana mengabaikannya, ia sudah tidak berharap jika akan ada yang mencarinya. Ia sempat terlalu percaya diri beberapa hari yang lalu ketika sebuah mobil mewah datang, ia mengira seseorang menjemputnya ternyata mobil itu hanya tersesat.
"Mommy tidak mungkin ingat denganku, dia pasti sedang berlibur dengan suami barunya!" katanya lirih, kakinya menendang batu kecil di depannya dengan kesal.
Leana masuk ke dalam flat sederhana yang ia tinggali, tampak pelayan Anne tengah menyiapkan makan siang. Leana melepaskan sepatu flatshoesnya dan melepaskan mantel tipisnya, menggantung dibalik pintu.
"Anne, aku membawa sayuran. Mungkin bisa untuk makan beberapa hari."
Pelayan Anne berjalan menghampiri Leana, menerima kantong belanjaan tersebut darinya. Sayuran yang Leana bawa tampak layu, tidak terlihat hijau segar kembali. Pelayan Anne tersenyum tipis, putri majikannya pasti telah tertipu dengan pedagang sayur licik.
"Nona pasti haus dan lapar, aku sudah menyiapkan makanan untuk nona. Mari makan."
Leana sudah duduk terlebih dahulu, tepat ketika pelayan Anne datang membawa sayuran panas yang ia masak, pintu depan diketuk. Leana baru saja ingin berdiri, pelayan Anne sudah mendahuluinya.
Entah siapa yang datang, Leana menghabiskan teh hangat yang pelayan Anne berikan tadi. Belum sampai menghabiskan satu tegukan, pelayan Anne datang dengan wajahnya yang bingung dan khawatir.
"Nona, didepan ada orang berpakaian formal. Mereka mencari nona," katanya.
"Apa kau mengenal mereka?" Tanya Leana padanya, pelayan Anne bergeleng dengan pasti.
Kening gadis itu berkerut, siapa yang mendatanginya? Mungkinkah Porche putih yang tadi ia lihat? Leana bergeleng kecil, tidak mungkin.
"Apa ada masalah nona? Jika nona tidak mengenalnya, aku akan memukul mereka dengan sapu," kata pelayan Anne membuat Leana terkekeh geli.
"Tidak perlu Anne, aku akan menemui mereka."
Leana menarik napasnya pelan dan menghembuskannya dengan gugup, ia meraih hendel pintu dan membukanya perlahan sehingga menimbulkan decitan.
"Maaf kalian siapa?" kata Leana dengan sesopan mungkin.
Ada dua pria dewasa disana, yang satu berwajah oriental dan satu lagi berwajah campuran. Pria yang lebih tinggi dari yang berwajah oriental tersebut menatap Leana dengan lekat, tatapan itu tengah menilainya.
"Tuan Presdir!" Pria berwajah oriental tersebut menyadarkan pria yang lebih tinggi tersebut, membuatnya mengalihkan pandangannya sebentar sebelum ia memperkenalkan diri.
"Kaisar Nathaniel Williams, adik dari Luciana Harrison setidaknya sampai ia belum menikah kembali beberapa hari yang lalu," katanya datar.
Leana melotot tidak percaya dengan yang pria itu katakan, adik dari ibu Leana? Gadis itu melangkah lebih dekat untuk mengikis jarak dengan pria bernama Kaisar tersebut.
Tangan kecil Leana dengan cepat menampar wajah Kaisar yang datar tersebut, membuat kedua pria tersebut terkejut. Leana sendiri sebenarnya juga terkejut, ia bisa bertindak kasar pada orang yang tidak ia kenal.
Pria berwajah oriental tersebut langsung menangkap tangan kanan Leana, tetapi Kaisar menahannya.
Kaisar tersenyum tipis pada Leana, ia sama sekali tidak terlihat kesakitan ketika Leana menamparnya. Lalu tangannya terulur membuat Leana menutup kedua mata bulatnya, ia takut jika pria tersebut akan membalas perlakuan Leana tadi. Tapi, tidak ada pukulan hanya sebuah tangan yang mengelus kepala Leana dengan lembut.
"Aku tahu kau pasti marah dengan kakakku, setidaknya kau tidak perlu memberikan hadiah kepadaku."