"Mas, aku kelihatan aneh ya?" tanyaku kepadanya yang memandangku dengan tatapan takjub karena perubahanku. aku sebenarnya tidak percaya diri dengan dandanan seperti ini karena aku selalu hanya mengunakan polesan yang cukup natural untuk hari-hariku. Alasanku untuk menimba ilmu di negeri kangguru adalah untuk menghindari acara-acara sosialisasi dengan berbagai busana trendi dan riasan yang mencolok.
"Engga koq… kamu kelihatann cantik.. ayuk mama sams papa udah nunggu di bawah," Mas Abi membimbingku keluar kamar menuju ke arah elevator.
"Mas beneran aku engga kelihatan norak?" Aku bertanya tidak percaya padanya. Selama ini aku benar-benar tidak pernah percaya diri apabila memakai dandanan lengkap seperti ini.
"Oh ya, ini untukmu." Mas Abi menyodorkan kotak beludru kecil ke arahku. Aku menerima dan membukanya terlihat sebuah cincin dengan beberapa buah batu berlian di atas cincin berwarna putih.
"Mas, kamu melamar aku?" Aku berusaha mengoda manusia tanpa ekpresi di sampingnya, tetapi dia merupakan pencium yang handal.
"Tampaknya kamu salah pengertian. Kalau aku melamar kamu maka kita kan belom pasti menikah. Tetapi, pernikahan kita sudah set di hari sabtu besok, gimana sih kamu ini?" sakars dari Mas Abi dengan mimic yang tidak berubah sama sekali. Terkadang ingin sekali aku memukul kepala dari lelaki yang berdiri di sebelahku itu.
"iya, makasih mas," aku benar-benar ingin menohok kepalanya supaya dia tahu apa itu yang Namanya reaksi peraasaan. Aku segera menyodorkan tangan kiriku kearahnya dan boks berisi cincin tersebut. Mas Abi tanpa reaksi memegang tangan kiriku dan memakaikan cincin di jari manisku. Aku tersenyum manis melihat cincin di jari manisku dari lelaki gagah tersebut. Aku bahkan bisa bersikap kekanak-kanakan di depannya tanpa harus merasa malu.
Mama, Papa, Bella dan mas Ario sudah menunggu di depan restaurant untuk segera menyatap makan pagi. Kami mendapatkan sarapan pagi buffet di hotel tempatku mengginap.
"Ras, Ingat besok penerbangan kita pagi-pagi lho. Terus kita langsung ke rumah eyang di jogja untuk prosesi pernikahanmu. Eyang putri pasti sudah ga sabar melihat cucu terakhirnya akan menikah nduk," Mama memberitahuku sambil memasukkan beberapa gula sintesis ke kopi untuk papa. A ku mengambil kopi di depan mas Abi dan memasukan gula ke dalam kopinya sebelum mengaduk dan menaruhnya Kembali ke depannya.
Mas Abi melihatku dengan muka tanpa ekspresi. Mas Ario pun melihatku dengan tatapan tercengang dan shok melihat Abi menengak kopi tersebut ke dalam mulutnya. Aku merasa puas melihat Mas Abi menengak kopi yang sudah aku persiapkan. Aku membuat beberapa roti bakar dengan olesan selai kesukaanku dan menaruhnya di depan piringnya.
"Kamu mau membunuh aku ya?" Mas Abi membisikan di telingaku.
"Kenapa Mas?" aku menolehkan mukaku dan melihatnya dengan pertanyaan yang tidak bisa aku pungkiri.
"Saya bisa-bisa meninggal karena diabetes karena kamu." Mas Abi menjawab sambil terus membisikkannya di telingaku.
"Saya tau kalau saya manis Mas. Tapi ga sampai bisa bikin seseorang diabetes," Jawabku lugas terhadap rayuannya.
"Kamu sudah minum obat ras?" bom perkataan yang dijatuhkan benar-benar meruntuhkan semua reaksi dari hatiku yang sudah melambung tinggi ke angkasa. Bak bom atom yang meledak menghancurkan semua harapanku.
"Kenapa kamu, babe?" tanya Bella di sampingku.
"Engga apa-apa. Aku merasa kedinginan berada dekat gunung es, bel. Eh gimana honeymoon elo?" tanyaku ingin tau. Aku baru merasakan rasa terbakar oleh gairah semenjak tadi malam yang tidak pernah aku rasakan dengan Mas Kris.
"Eh, anak kecil ga boleh ikut-ikut urusan orang dewasa," jawab Bella dengan senyum culasnya.
"Ya… kan pengen tau aja. Katanya sakit banget kan waktu pertama, jadi ilfil akunya karena takut," Bisikku ke telinga Bella dengan petanyaanku yang cukup polos.
"Kaga… entar pasti ketagihan dirimu. Percaya deh ma aku. Ini kalau ga gegara wisuda dan laen-laen, aku pasti masih tetep di kamar. Apalagi calon suamimu adalah orang dengan kegantengan tingkat dewa yang hakiki," Jawab bella ke telingaku.
"Gunung es itu." Jawabku dengan tidak percaya. Memang aku akuin, wajah Mas Abi terlalu sempurna bagi orang-orang pada umumnya. Andaikata dia adalah seorang actor maka wajahnya akan merajai semua televisi dan media di tanah air.
"Siapa lagi? Mas Kris mu aja kalah ganteng kan?" Tohok Bella. memang semua orang di sekelilingku sangat tidak menyetujui hubunganku dengan Mas Kris. Aku mengintip pesan yang kukirim semalam dan aku bisa tidak tertarik untuk melihat ke arah telepon ketika tidak ada balasan dari Mas Kris.
"Iya sih," jawabku lirih sambil terus melahap semua makanan yang ada dipiringku.
"Eh, aku baru selesai nonton pilem terbaru dari grey. Kamu sudah pernah nonton? Yuk sambil ngewine kita entar malem sebelum balik ke tanah air?" ajak bella seperti yang bias akita lakukan di apartmen.
"Beneran. aku wine seperti biasa ya." Pintaku kepada Bella karena kami adalah mahasiswa yang tidak akan sanggup untuk membeli minuman yang mahal. Kami berdua adalah penyuka dari anggur dengan macam Moscato. Minuman tersebut cukup ringan dan yang utama adalah rasa manis .
Ternyata waktu untuk ke kampus sudah sangat dekat. Kami segera bergegas untuk menuju ke area lobby dimana Mas Abi telah menyewa mobil van untuk mengangkut kami semua menuju ke universitas kami.
Kami mengikuti acar wisuda dengan hikmat. Aku dan Bella memakai baju toga yang telah kami sewa di area para mahasiswa. Kami berdua menggunakan pakaian adat daerah kami walaupun busana tersebut telah kami modifikasi dengan seksama menjadi sedikit modern. Tetapi pakaian kami membuat decak kagum dari beberapa teman kami. Kami merasa bangga dengan pakaian kami dan membuat kami menjadi bangga sebagai wakil dari Indonesia.
Kami duduk di area yang telah ditentukan menunggu nama kami di panggil untuk maju kea rah podium dimana kami akan menerima hasil kelulusanku. Yang tidak bisa kupercaya ternyata Mas Abi duduk di atas podium tersebut. Dia terlihat sangat ganteng dan muda di antara para dosen-dosen yang sudah berumur.
"Lihat, gunung es mu ternyata duduk di antara para undangan utama di universitaas kita. Hebat sekali suamimu," seloroh Bella menemukan Mas Abi di jajaran undangan para dosen universitas sebagai undangan terhormat dari mereka.
Acara segera mulai dengan semua pidato dari rector hingga pimpinan fakultas dan langsung menuju ke arah penyerahan piagam penghargaan dan sertifikat kepada setiap murid. Tiba saatnya deretan baris kami untuk meju kea rah podium untuk toga kami diubah dan menandakan bahwa perjalanan kami sebagai murid telah selesai.
Aku naik ke atas podium untuk menerima ijazah dari kepala falkutas dan rector mengubah tali toga di topi kami. aku menyalami semua dosen berserta para undagan penting dari kampus sebelum turun Kembali ke arah tempat dudukku.