"Ras, ayo maju ke depan untuk pemeriksaan imigrasi." Dorong mas Abi membuyarkan lamunanku di area pemeriksaan x-ray sebelum area duty free di dalam bandara. Aku yang tersadar segera berjalan maju dengan terkejut dan segera mengosongkan saku celanaku dan menaruh tasku di keranjang yang telah tersedia.
Tiba-tiba Mas Abi menarik keranjang tersebut dan membongkar tasku. Dia mengeluarkan laptop ku dari tas pembungkus dan telepon gengamku di keranjang plastik selanjutnya. Mas Abi tidak lupa mengecek semua isi dari tas ku untuk barang-barang yang tidak diperkenankan di bawa ke pesawat.
Aku seperti kerbau dicocok hidungnya yang sangat kelihatan goblok seperti tidak pernah terbang ke luar negeri.
"Come next. Lady in the sweater." Panggil petugas Kostum bandara yang meneriakiku ketika aku terlihat linglung. Mas Abi mendorongku dengan lembut ke arah pemeriksaan X-ray yang tidak berbunyi ketika aku melewatinya. Tetapi karena ekpresi mukaku yang seperti orang linglung membuatku menjadi target untuk pemeriksaan obat-obat terlarang.
Barang-barangku diperiksa secara menyeluruh dan di swab untuk jejak obat-obatan terlarang. Hal tersebut membuatku menjadi tertunda di area kostum. Mas Abi menyuruh Mas Ario untuk membawa orang tuaku bersama mertuanya untuk menunggu di area lounge Garuda di airport sydney, sedangkan Mas Abi menungguiku untuk diperiksa.
Setelah beberapa waktu petugas imigrasi menjadi puas dan melepaskan ku karena tidak terdapat jejak apapun di barang-barangku. Mas Abi yang membawa tas tanganku segera mengandeng tanganku ke arah duty free.
"Kamu kenapa sih? Kepalamu masih pusing ya koq seperti kosong aja pikiranmu," tanya Mas Abi kepadaku.
"ga tau mas. Maaf kayanya akibat obat sakit kepala tadi pagi. Kenapa ya?" aku beralasan kepadanya dengan muka tertunduk akibat kebodohanku maka hal tersebut bisa membuat rasa suka Mas Abi berkurang.
Tiba-tiba aku menarik hem mas Abi untuk bertanya sesuatu kepadanya. Aku benar-benar memberanikan diriku.
"Mas, Kamu ga akan mundur kan untuk acara pernikahan kita?" tanyaku dengan nada merajuk padanya.
"Ras, kamu ga papa kan? Kamu masih mabok ya." Sindir mas abi yang membuatku menjadi marah dari perkataannya yang membuyarkan semua tanda tanya di benakku. Aku refleks memukul pundaknya dan berjalan menjauh darinya dengan hati dongkol.
'Masih ada orang menyebalkan seperti itu di dunia ini' kataku dalam hati dengan rasa dongkol yang teramat sangat.
"Ras, kemana kamu. Aneh nih anak lama-lama!" tegur Mas Abi dengan senyum sumingrah di bibirnya.
"Ke ujung dunia. Kenapa?" jawabku segera menyusulnya ke arah lounge untuk kelas business. Mas Abi menunjukkan boarding pass kami berdua dan juga paspor kami ke arah staf dari lounge tersebut yang menyambut kami dan mempersilahkan kami untuk masuk kedalam.
Mama segera berdiri memelukku setelah melihatku memasuki lounge di dalam pelukan Mas Abi.
"kamu ga papa-papa, nduk?" tanya mama dengan nada kawatirnya.
"Ga papa koq ma. Itu tadi pemeriksaan rutin plus aku lagi sial aja," jawabku denga lugas.
"Makasih ya Nak Abi sudah menemani laras. Kalian berdua ga kenapa-napa kan?" tanya mama kepada Mas Abi yang meletakkan tasku di meja. Aku baru saja sadar ternyata semenjak dari area imigrasi, Mas Abi menenteng tasku di lengannya dengan santai. Tidak ada gurat kemaluan bagi seorang lelaki tampan dengan tas jinjing wanita di lengannya.
"Ga papa tante. Itu hanya pemeriksaan rutin karena wajah seseorang yang tampak mencurigakan. Saya sih ga ada masalah Cuma takutnya kalau ada yang ditangkap nanti bisa nangis sendirian, jadi tadi saya stand-by nunggu dia," sindir mas Abi sambil melirikku di depan kedua orang tuaku yang tertawa lepas.
"Sudah ambil makan sana sebelum nanti kita boarding ke dalam pesawat," suruh mama kepada kami. Ario yang tadinya duduk bersama Bella segera berdiri dan memesan kopi kesukaan bosnya tetapi diberhentikan oleh Mas Abi.