Chereads / Cinta Sang Ningrat / Chapter 16 - uang belanja

Chapter 16 - uang belanja

Mas Abi bukanny mundur dia malah maju dan melumat bibirku dengan penuh amarah. Dia benar-benar tidak melepaskan sedikitpun sela untuk aku bergerak ketika dia melepaskan kait bra dan membukanya. Kedua buah payudara menyembul keluar dengan bebasnya dan Mas Abi turun kengigit dan melumat puntingku yang sudah mengeras karena terbakar gairah.

Aku membuka sabuk dan celana panjangnya hingga terjatuh di lantai sebelum dia mengangkatku ke atas wastafel dan memasukiku. Mas Abi benar-benar melampiaskan kemarahannya di dalam tubuhku karena dia melakukannya dengan berbeda. Saat ini, Mas Abi melakukannya dengan sedikit agak kasar kepadaku.

"Ingat, kamu adalah milikku dan tidak ada yang boleh melihatmu di luar sana," Mas Abi membisikkan kalimat dinginnya di telingaku. Aku hanya bisa meleleh di dalam dekapannya setelah Mas Abi mengeluarkan semuanya dalam diriku hingga aku tidak bisa merasakan lututku sama sekali.

Mas Abi menyalakan air hangat di dalam shower dan membawaku kedalam ruangan shower.

Kami mandi bersama dan Mas Abi memelukku dengan erat di bawah air hangat.

"Ras, jangan kau ulangin kejadian seperti tadi. Aku tidak suka orang melihat tubuh seksimu. Kamu adalah milikku seorang," Mas Abi memelukku dari belakang sambil menaruh kepalanya di pundakku.

"Mas, jangan pernah kamu melakukannya dengan kasar seperti itu lagi," aku tidak bisa menahan emosiku dan mulai menangis di bawah air hangat. Bukan karena marah tetapi bahagia karena semua gairah birahiku terlampiaskan. Aku tidak pernah merasakan sebahagia ini dalam hidupku walau kemarahannya membuatku takut.

"hmm. Diam ras, aku capek dan biarkan aku istirahat sebentar seperti ini," pinta Mas Abi kepadaku seperti tidak biasanya. Sepertinya ada sesuatu di dalam kantor yang membuatnya seperti ini.

Aku terdiam menjadi penyangga tubuh dari Mas Abi di dalam curahan air hangat. Tetapi tidak lama terdengar suara ketukan dari pintu kamar.

"Mas, bangun. Ada yang mengetuk pintu kamar," jawabku memabngunkan suamiku yang tampak benar-benar lelah.

"En. Coba kamu keluar dulu dengan jubah mandi dan aku akan mengeringkan tubuhku. Sepertinya koperku ada di lemari bajumu," perintah Mas Abi dengan cepat. Aku yang panik segera mengambil jubah mandi dan membuka kunci kamar melihat siapa di depan pintu.

"Mbak, apa sudah selesai mandi? Ini kita dari tim salon mau mulai untuk make up," jawab seorang perias wanita.

"Bu, maaf. Bisa tunggu sebentar. Saya baru saja selesai mandi kasih saya lima belas menit untuk mengeringkan rambut dan memakai baju," pintaku kepada mereka yang disambut dengan anggukan mereka dengan setuju.

Aku segera menutup pintu dan menguncinya. Mas Abi berjalan keluar dari kamar mandi dengan hanya handuk di bagian badan bawahnya. Dia segera mengambil koper silver nya dan membukanya. Dia segera mengambil baju kokonya dan celana hitam dari dalam koper. Tidak lupa, Mas Abi memakai celana dalam dan kaos dalamnya sebelum mengeluarkan seluruh perawatan kulitnya dan pecukur kumisnya.

"Mas, makasih ya. Kamu tidak akan mundur kan? Mas abi tetap akan nikah kan?" Tanyaku dengan cemas.

"kamu ngomong apa sih? Trus kalau kamu hamil dan kita ga jadi nikah tuh anak punya siapa. Aneh kamu ini?" jawab mas Abi sambil menyundul jidatku dengan usil.

"Ya Ampun mas. Aku lupa. Aku harus ke dokter minta pil KB. Gimana donk?" Jawabku dan bertanya kepadanya yang membuatnya melipat tangan melihatku.

"Apa kamu bilang? Pil KB? Buat apalagi. Kita akan menjadi suami istri dan kalau kamu hamil ya itu adalah hasil perbuatanku. Untuk apa ditunda lagi," tanya Mas Abi kepadaku.

"Mas, aku baru berumur 22 tahun dan aku pengen ngerasain bekerja. Koq, sekarang aku harus tinggal di rumah dan menjadi ibu rumah tangga," protesku pada suamiku karena keputusan darinya yang sepihak.

"Laras, apa salahnya menjadi ibu dari anak-anak kita dan menjadi ibu rumah tangga. Kamu masih bebas melakukan apa yang kamu mau," Mas Abi berusaha berbicara semua rencanannya kepadaku.

"udahlah mas. Susah bicara sama kamu. Oh ya, kalau atm australia aku bisa pakai tarik uang di sini kan?" tanyaku pada suamiku.

"kamu butuh uang buat apa? Memang kartu kreditmu kemana?" tanya mas Abi menginterogasiku. Aku tidak mungkin kan membayar jajananku di pasar malam dengan kartu kreditku. Aku harus pegang uang cash.

"Mas, aku ga pegang uang cash rupiah sama sekali. Aku itu Cuma tanya bisa ga aku tarik uang di ATM indonesia dengan ATM australiaku. Susah amat sich Cuma jawab gitu aja," tanya ku padanya dengan sewot. Aku membalikkan badan dan memakai leging di dalam baju bermotif brokat berwarna putih dengan payet-payet mutiara. Gaun ini mempunyai model Abaya dengan lengan panjang dan leher yang menutupi leherku dihiasi kerah.

Aku meminta tolong ke Mas Abi untuk membantuku mengancingkan gaun itu di bagian belakang.

"Kamu kelihatan cantik, sayang," Mas Abi memujiku sambil mencium pipiku sebelum dia membuka dompetnya. Mas Abi mengeluarkan uang lembaran seratus ribu sebanyak sepuluh lembar sebelum memberikannya kepadaku.

"Mas, apa ini?" tanyaku kepadanya setelah menerima uang di tanganku.

"Uang belanjamu sebulan." Balas Mas Abi dengan senyuman. Aku ingin menangis memegang lembara uang seratus ribu sebanyak sepuluh lembar.