Chereads / Cinta Sang Ningrat / Chapter 19 - Lamaran Mas Abi

Chapter 19 - Lamaran Mas Abi

"Eh, Mas. Ini perkenalkan Bismo anak tetangga sini dan sepupuku, Ajeng." Jawabku pada Mas Abi terbata-bata melihat ekspresi dari suamiku yang sangat menyebalkan itu.

'Kenapa dia ada di mana-mana' pikirku dalam hati dan menjadi masam ketika dia berdiri di depanku.

"Maksudmu apa minta cowok lain untuk meyelamatkanmu? Kamu memang engga mau nikah sama saya," tanya Mas Abi dengan nada kecewa di suaranya. Yang lebih menyebalkan, dia membalikkan badan dan meninggalkanku tanpa mau mendengarkan sedikitpun penjelasan dariku. Ingin rasanya kulempar kipas ini ke arah punggung nya supaya dia tahu yang sebenarnya dan tidak berprasangka buruk sedikitpun.

"Mbak, memang engga apa-apa Pak Abimanyu marah seperti itu. Pak De bisa marah lho mbak yu klo sampai acara ini gagal. Kan kajeng Sri sultan sudah di undang untuk menjadi saksi pernikahan mbak yu," Ajeng menjadi cemas menyaksikan kemarahan dari Mas Abi.

Sebenarnya aku tidak ambil pusing dengan semua kemarahan dari Mas Abi bahwasanya aku sudah terikat dengan tali merah perjodohan kami. Dia bisa marah dan tetap menuduhku tidak mau menikah dengannya ketika aku sudah memberikan semua milikku kepadanya dan dia masih merasa insecure dengan semuanya.

Aku menunggu sampai prosesi acara berlangsung dan aku dipanggil ke arah ruang tamu oleh emce. Bella datang menjemputku dan penata rias membantuku menata busanaku. Aku berjalan dengan pelan menuju ke arah panggung ketika Mas Abi sudah berdiri di depan semua undangan.

"Mbak larasati yang berparas cantik dan penyabar berjalan menuju calon peujaan hatinya." Pengantar pembawa acara ketika aku berjalan menuju ke arah Mas Abi.

"Nah, ketika sekarang Mbak Larasati sudah berada di depan sang mempelai pria. Kami semua bertanya-tanya walaupun ini hanya basa-basi saja karena biarpun sang mempelai wanita menolak maka akan tetap dilangsungkan pernikahan. Waktu dan tempat saya persilakan kepada Mas Abimanyu," pembawa acara memberikan mikrofon kepada Mas Abi yang memegang dan menerima pengeras suara tersebut.

"terima kasih sebesar-besarnya saya haturkan untuk para tamu undangan dan keluarga besar dari saya beserta calon istri saya. Raden Ayu Larasati Puspitasari, Maukah kamu menerima pinangan dari saya, Raden Mas Narendra Abimanyu Djoyodiningrat? Bersediakah kamu mengarungi bahtera rumah tangga bersamaku dan menerimaku apa adanya yang masih belajar untuk membimbingmu hidup bersamaku? Dan menjadi ibu untuk anak-anakku?" tanya Mas Abi sambil memegang tanganku yang telah tersemat cincin berlian darinya.

Semua di antara keluarga ada yang menanggis haru dan menunggu jawabanku. Lelaki tampan di depanku ini benar-benar melamarku dan berubah pikiran dari yang tadi marah menjadi seseorang yang romantis dan bisa berkata-kata puitis seperti ini.

Aku benar-benar tidak percaya dengan semua ini dan menitikkan air mata dengan terharu. Bella segera memberikan tissue ke tanganku untuk menyeka air mata bahagiaku. Lelaki ini benar-benar telah memilihku dan melamarku dengan tangannya.

Aku mengangguk ke arahnya dengan yakin menyerahkan hidupku ke tangan lelaki yang berdiri di depanku. Suaraku tercekat dan tidak bisa keluar karena bahagia dengan semua yang telah terjadi.

Mas Abi segera maju dan memasangkan sebuah kalung emas berlian di leherku. Tidak ada kecanggungan sedikitpun ketika ia memasangkan kalung tersebut di leherku. Malah aku merasa ada sedikit sengatan listrik yang ada di dalam tubuhku karena sentuhan dari tangan suamiku.

Kami kembali ke area tempat yang sudah dipersilahkan ketika para undangan dipersilakan untuk menyantap hidangan malam.

Mama memanggil katering terkenal di kota Yogyakarta untuk menggurus semua keperluan dari katering selama acara di rumah. Terdapat areal prasmanan dan beberapa model tenda kecil untuk makanan yang lainnya. Aku yang sebenarnya lapar hanya bisa menelan ludah melihat semuanya menyantap makanan itu. Aku harus duduk manis dan menjadi boneka pajangan di depan para tamu.

Aku yang sedang lapar dan iritasi melihat semua piring makanan lewat di depan mataku hanya bisa mengkipasi diriku dan menelan ludah. Akhirnya Mas Abi datang menghampiriku dengan sepiring makanan.

"Mas Kamu curang. Koq kamu bisa makan sedangkan aku hanya bisa duduk dan harus tersenyum di sini," mulutku cemberut apalagi dia sedang menyendok makanan di depanku.

"Buka mulutmu," jawabnya dan mulai memasukkan sesendok nasi campur ke dalam mulutku. Aku melahapnya dengan cepat dan menutupi mulutku dengan kipas.

"Mas, ini enak banget. Ada makanan apa lagi ya?" tanyaku padanya.

"jangan banyak-banyak. Ini aku berhasil ngambil Cuma satu piring. Malu sama tamu," mas abi membisikkan ke telingaku. Inilah yang membuatku kesal dengan acara sosial seperti ini karena kita tidak bisa makan dengan puas dan harus di pajang seperti boneka.