Abi benar-benar terbang menuju angkringan tempat aku berada. Tidak bisa disangka bahwa suamiku benar-benar marah dengan tampang seriusnya.
"mas, kamu marah ya?" aku berusaha menenangkan dirinya walau dalam hatiku merasa bodo amat dengan semua perilakunya.
Dan benar seperti yang kuduga, Abi ternyata memberikan tindakan diam seribu bahasa.
'untuk apa terus kamu datang kemari kalau kamu mau mendiamkanku!' kataku dalam hati sambil mendengarkan lagu dari live band di angkringan ini.
"Eh, Nak Abi. Kapan datang ke yogya? Ah tidak penting, biar bapak suruh ibu masak sesuatu untuk nak Abi," kata pemilik angkringan yang melihat Abi duduk di mejaku.
Aku terkejut mendengarkan dan melihat pemilik angkringan pergi setelah mengetahui kehadiran dari calon suamiku.
"Mas, dirimu kenapa sih? Kalau masih marah mending Mas Abi di rumah aja deh daripada ngerusak mood," Aku yang tidak bisa menahan emosi melihat perlakuan dari tunanganku.
"kamu tahu kalau aku marah! Tetapi apa kamu tahu tentang kesalahanmu?" tanya Abi kepadaku ddengan suara ketusnya.
"Engga. Memang apa salahku? Masa keluar mencari makan aja salah," tanyaku tanpa merasa salah sama sekali.
"apa kamu sudah lupa statusmu? Apa kamu tidak tahu bahwa ada hukum dalam pernikahan yang menentukan apabila seorang istri akan pergi keluar rumah maka dia harus mendapatkan ijin dari suaminya," Abi memberitahu dengan suara dinginnya.
Pemilik angkringan tidak lama datang dengan teh poci lengkap dengan teko dan gelas yang terbuat dari tanah liat bersama sepiring tempe mendoan panas.
"Pak Jono, tolong saya diberi dua botol medium air mineral juga," pinta Abi dengan sopannya kepada pemilik angkringan.
"Baik, Nak Abi. Oh Ya, ini ada sepiring panas tempe mendoan untuk dimakan sebelum nasi nya matang," Pak Jono memneritahu kepada Abi.
"terima kasih Pak Jono yang terus ingat kalau makan favorit saya adalah tempe mendoan," Jawab Abi dengan sopan dan senyuman hangat.
Aku benar-benar terkejut melihat peringai Abi yang bisa berubah seratus delapan puluh derajat dari sedia kala.
Pemilik angkringan tersebut pergi meninggalkan meja mereka dan menyuruh anak buahnya untuk segera mengambilkan dua botol air mineral.
"Maaf, mas. Aku belom terbiasa dengan statusku sebagai istri orang. Eh, tetapi aku kan belum resmi jadi istri mas," jawabku dengan santai sambil menyomot salah satu tempe goreng di atas meja.
"apa yang kamu bilang?" Abi menatapku dengan tatapan tajam.
"Mas, minum dulu ya," aku segera menuangkan teh panas dari poci ke gelasnya.
"Apa yang bisa buat kamu itu sadar kalau dirimu telah menjadi milikku? Jangan kamu berani-bernai bilang kalau kamu masih belum terikat oleh ikatan apapun," Abi segera memberikan ultimatum kerasnya kepadaku.
"Ampun, mas. Bisa ga marahinnya disambung nanti di kamar?" pintaku sambil menangkupkan kedua tanganku supaya kelihatan seperti memohon ampun.
'Tuhan berkatilah hambamu ini supaya bisa bertahan untuk hidup bersama kanebo kering di depanku ini.' Doaku dalam hati. Tampaknya Tuhan memang sedang mengujiku atau menghukumku dengan percobaan yang cukup berat seperti ini.
Syukurlah makanan mas Abi tiba pada saat yang cukup tepat. Aku benar-benar iri dibuatnya ketika melihat masakan spesial yang tersaji di depan suamiku.
Tanpa adanya banyak bicara, Abi segera melahap hidangan di depannya. Tampaknya dia juga merasakan lapar yang sama dengan diriku.
Aku pun mengikuti Mas Abi untuk melahap nasi kucing di depanku hingga tandas habis tak bersisa.
Mas Abi tidak butuh waktu yang lama sebelum menyantap habis hidangan di depan matanya. Dia tidak banyak berbicara dan sibuk melahap makanan di depannya.