"Mas, kamu koq bisa tahu angkringan ini dan tampaknya yang punya juga tahu tentang kesukaanmu? Aku aja yang notabene calon istri Mas tidak tahu tentang kesukaan dari Mas Abi," komentarku tanpa memikirkan sama sekali tentang akibat dari pertanyaannya.
"Kamu tidak pernah peduli sama apa yang aku suka. Tampaknya seperti katamu, aku memang bukan suamimu," jawab Abi dengan dinginnya.
"Tuh kan. Ditanya serius tapi ga mau jawab. Ya sudahlah, meding ga jadi nanya," Jawabku kepadanya tanpa peduli lagi. Ditanya baik-baik jawabannya bikin marah saja.
"pemilik dari angkringan ini adalah juru masak dari kakekku. Aku hanya perlu memberikan modal usaha dan tempat sehingga mereka bisa mandiri setelah kakek meninggal dunia. Apalagi yang kamu ingin tahu?" tanya Abi tanpa adanya perasaan di dalam suaranya.
"oh," selorohku tanpa adanya sedikitpun ketertarikan pada jawaban dari calon suamiku. Aku sudah terlanjur marah pada jawabannya.
Memang dia pikir siapa berani sekali dia memperlakukan aku kaya lap gembel yan gbisa dipake kalau butuh dan dibuang kalau dia sedang tidak butuh.
"Mas, aku sudah kenyang. Kalau mas Abi masih mau di sini duduk. Silakan aja. Aku mau keliling Malioboro terus pulang," jawabku ketus kepadanya.
Tanpa diberitahu, Abi segera pergi ke arah kasir untuk membayar hidangan yang tersaji dan tentu saja, pemilik angkringan tidak memberikan tagiha sama sekali kepadanya.
Abi memberikan undangan yang sedari tadi berada di saku jaketnya kepada pemilik angkringan. Dia berharap mereka dapat hadir dan memberikan doa untuk perkawinan kami.
Pemilik angkringan tersenyum ke arahku di meja yang segera kusambut dengan senyuman. Tampaknya mereka sedang membicarakanku.
Abi menggandeng tanganku ke arah jalan malioboro. Kami berjalan dalam keheningan malam sebelum Abi memutuskan untuk membawaku ke hotel Grand Surya di tengah-tengah Malioboro.
Kami berjalan masuk ke dalam gedung utama dimana Abi segera menuju ke meja receptionist.
"Mas, ngapain kita tidur di hotel? Kan rumah ada di area belakang malioboro," tanyaku sambil berusaha menahan Abi dengan menarik lengannya.
Abi tidak peduli dan segera pergi meneruskan proses untuk mengginap di hotle tersebut. Mereka dengan sigap memberikan kunci kamar dan menyuruh salah satu bell boy untuk mengantarkan mereka ke kamar yang sudah di alokasikan.
"Kamu mau seluruh rumah bangun karena kita pulang jam satu pagi?" komentar dari Abi kepadaku ketika kami berjalan mengikuti bell boy tersebut ke area taman.
Hotel ini termasuk hotel termewah di Yogyakarta. Mereka menempati bangunan bersejarah yang tetap menjadi ikon dari hotel mereka.
Taman yang mengelilingi dan semua pagoda yang mengelilingi hotel tersebut berbentuk Jawa yang berasal dari keraton.
Banyak tamu manca negara tinggal dan mengginap di hotel ini yang menjadi salah satu daya tarik di jogjakarta.
Hotel ini juga termasuk hotel dengan harga termahal karena servis dan pengalaman yang diberikan oleh hotel ini.
Mereka sampai di area kamar hotel yang berupa villa dengan satu kamar tidur dan termasuk salah satu kamar suite di hotel tersebut.
Bell boy membuka pintu kamar dan segera menyalakan lampu kamar mereka. Abi memberikan selembar uang seratus ribu untuk memberikan tip kepada bell boy tesebut.
Abi menutup pintu kamar mereka dan segera merengkuh tubuhku ke dalam pelukannya.
"Mas, aku harus tidur. Besok kan acara akad nikah kita," aku beralasan dan ingin melepaskan diri dari pelukan calon suamiku.
"Kita harus bicara bukan. Sekarang kita sudah berada di kamar," tanya Abi kepadaku dan mengingatkan tentang pembicaraan kita sebelumnya.
"Mas, mau bicara apa? Aku sudah capek dan mau tidur. Oh ya kenapa harus Cuma satu tempat tidur kan sekarang kita lagi dipinggit?" tanyaku kepada calon suamiku berusaha melepaskan diri dari pelukan eratnya.
"Capek katamu? Ngantuk? Dipinggit?" tanya Abi kembali kepadaku sebelum ia melumat bibirku dengan mesra.
"Mas…" aku berusaha berontak atas ciumannya kepadaku.
"Kamu mau pergi dariku dan berani melepaskan diri dari pelukanku? Ingat kamu akan berdosa apabila melawan keinginan dari suamimu," jawabnya sambil melepaskan cardigan di tubuhku.
Abi menindih diriku dengan tubuhnya dan segera melumat bibirku kembali. Kali ini aku tidak berani untuk melawan keinginan suamiku.
Jemarinya yang panjang berjalan menjelajahi tubuhku dan segera sampai ke area kewanitaanku di bawah rokku.
Aku tidak sadar ketika jari suamiku telah membuka celana dalamku ke arah samping dan memainkan jemarinya di dalam tubuh ku.
Aku hanya bisa menggerang merasakan sensasi yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Abi menyibakkan gaunku ke arah leher dan melepaskannya dari tubuhku sehingga buah dadaku yang ranum hanya tertutup oleh bra yang menutupinya.
Abi menyerang tubuhku dengan gigitan lembutnya dari belakang telinga dan diselingi oleh ciuman lembut.
Hal tersebut membuatku gila dan terbang ke langit ke tujuh akibat dari semua godaan yang dilakukan oleh calon suamiku.
Tangannya dengan sigap menyibakkan penutup buah dadaku yang telah mengeras dan mulai melumat dengan bibir dan permainan lidahnya.
Aku mengelinjang dibuatnya oleh permainan jemarinya di area klitorisku. Tidak bisa dipungkiri, pemanasan dari Abi membuatku menjadi luluh lantak di buatnya.
"Mas, aku sudah tidak tahan!" pinta ku lirih ketika merasakan banyak kupu-kupu telah berterbangan di dalam perutku seperti angin topan melanda di dalam tubuhku.
"Kamu mau apa? Tampaknya tubuhmu sudah sangat basah sekali, sayangku," goda Abi dengan suara mendesahnya.
"Mas, aku mau kamu masuk ke dalam tubuhku," Jawabku dengan muka malu terbakar merah menjawab pertanyaan suamiku itu.
"Aku siapa? Jawab itu dulu!" tanya Abi sambil terus memainkan jemarinya di dalam area kewanitaanku.
"Calon suamiku," Jawabku lirih di bawah tindihan tubuhnya.