"Mas, kamu bercanda kan? Mana cukup mas uang sejuta sekarang untuk satu bulan dan Mas Abi ga ngebolehin aku kerja?" timpalku padanya dengan muka masam. Hanya saja terdapat pertanyaan dalam hatiku mengenai kekayaan Mas Abi dengan jatah uang bulanan yang diberikan benar-benar tidak sepadan.
"Seharusnya kamu itu menjawab. Terima kasih, Mas. Saya akan pergunakan ini sebaik-baiknya bukannya membantah dan komplain kalau uangnya kurang," timpal mas Abi kepadaku dengan lembut.
"Oh Ya Mas, terima kasih," jawabku gugup terhadap Mas Abi yang segera berjalan keluar untuk menunggu anggota keluarga nya datang di acara seserahan dan pengajian.
Aku segera memasukkan uang pemberian Mas Abi ke dompetku dan menutupnya kembali sebelum aku memanggil perias untuk datang ke kamarku. Aku mengenal perias terkenal ini dari salah satu video artis terkenal ibukota.
"Mbak, nanti pegang saya sampai hari H ya?" tanyaku pada perias mukaku.
"Iya mbak. Nanti sampai resepsi, saya adalah orang yang akan memoles muka mbak nya. Mukanya cantik dan mulus banget. Oh ya nanti malam kalau tidur harus pake masker ya Mbak supaya kulitnya bisa glow," pinta dan nasehat perias wajahku.
"Mbak, maaf. Bisa ga nutup bekas gigitan suami saya?" pinta ku malu-malu pada perias wajahku.
"Wah. Kalo sekarang sepertinya ga perlu ya mbak karena busana Abayanya sudah menutupi leher. Tapi besok waktu siraman pasti perlu itu. Tenang aja ya." Perias wajah itu meyakinkanku soal bekas gigitan Mas Abi di tubuhku. Dia benar-benar tidak menyia-nyiakan sama sekali kesempatan untuk memakanku hidup-hidup. Badanku saja sekarang berasa sakit semua akibat percintaan kami di kamar mandi.
Aku memejamkan mata dan merebahkan kepalaku ke belakang untuk dirias oleh perias artis tersebut dan diubah bentuk mukaku dengan dadanan natural glam menurut pilihan mama. Tidak lama, mama masuk ke kamarku karena sudah didandanin oleh make up artis pribadinya.
Mama mulai melihat perubahan dan tersenyum senang melihat hasil make up pilihannya di mukaku.
Tampaknya tamu-tamu undangan pengajian sudah berdatangan. Tiba-tiba, semuanya di dalam kamar sedikit terkejut melihat sesosok lelaki gagah dengan baju koko dan pecinya yang sewarna dengan bajuku.
Dia berdiri di belakang penata rambutku dan menatap cermin di depanku yang memantulkan wajahku yang telah dirias sedemikian rupa. Tangan nya berada di dalam saku celana hitamnya yang hanya sebatas mata kaki. Para asisten perias dan penata rambut terkesima dengan ketampanan dari Mas Abi malam itu. Rambutnya yang biasanya tertata rapi kali ini tertutup peci hitam yang di gunakannya.
"Kamu kelihatan cantik, ras," Mas Abi memujiku di depan semua orang di dalam kamar.
"Mas, ngapain disini. Kan ga boleh ketemuan. Kan Mas Abi harus di ruang tamu?" timpalku malu-malu mendengar pujian dari nya.
"Aku mau lihat, calon istriku bakal lari dan menghilang atau masih tetap berada di sini," jawabnya dengan suara yang tanpa ekspresi.
"Aku boleh berubah pikiran? Tunggu mbak. Mas, benerankah aku boleh batalin perjodohan ini dan tidak menerimanya?" aku segera membalikkan badan menghadapnya ingin tahu dengan jawabannya.
"COba saja lari kalau kamu mau. Aku bakal patahin kedua kakimu dan membuatmu duduk di kursi roda selamanya," ancam mas Abi yang membuatku terkejut dengan tendensi kekejamannya yang berada di luar akal sehat.
Semua orang yang berada dalam kamar ku tersenyum dan tertawa melihat ekspresi dari mukaku mendengar jawaban suamiku. Aku segera kembali pada posisi semula dan penata rambut kembali melanjutkan untuk menata rambutku. Mas Abi akhirnya meninggalkan kamar setelah puas melihat dandananku.
"Mbak, dirimu beruntung sekali mendapatkan suami seperti Pak Abimanyu. Sudah gagah, ganteng, kaya, dan baik pula," timpal penata rambutku dan mendapat anggukan setuju dari penata riasku yang sedang touch up riasanku.
Andai mereka tau sikap asli pak abimanyu maka mereka tidak akan berpendapat seperti sekarang. Aku tidak sabar untuk melakukan rencanaku nanti malam. Sepeda montor kesayanganku berada di garasi tetapi sepertinya aku tidak akan bisa membawanya berkeliling kota.
Aku akan keluar dan naik becak kearea alun-alun kota dan malioboro. Aku berusaha membayangkan semuanya ketika aku menutup mata. Aku benar-benar tidak sabar untuk bisa berpetualang di area kota yang aku cintai dan kangenin. Karena aku yang terlalu gembira dan tidak sabar hingga kakiku mulai bergoyang.