Acara wisuda telah selesai dan ditutup dengan resepsi dengan minuman dan pesta kanape. Aku hanya berani minum jus buah di depan kedua orang tuaku. Ternyata, Bella dengan bantuan Ario dapat menenggak champagne di area korner hall yang jauh dari kedua orang tua kami.
Mas Abi bergabung dengan keluarga kami dan di tangannya ada segelas champagne. Dia meminta ijin untuk membawaku ke area para dosen. Kedua pasang orang tuaku dan Bella memberikan ijin kepada Mas Abi yang mengandeng tanganku ke arah Mas ario dengan Bella.
"Kamu mau ini?" mas abi menyodorkan gelas berisi champagne dari tangannya ke arahku. Aku segera memeluk lengan Bella yang sibuk berbicara dengan teman sekelasku.
Aku mengenalkan Mas Abi kepada teman sekelasku sebagai suamiku dengan tanpa malu-malu. Mas Abi menyalami mereka semua dan kaget dengan pengakuanku tentang statusku yang telah menikah, karena aku tahu beberapa cewek teman sekelasku telah menaruh mata kepada Mas Abi. Mereka bahkan berniat untuk mengajaknya pergi ke bar untuk merayakan kelulusan mereka.
Tampaknya Mas Abi juga tidak keberatan dengan statusnya yang telah menjadi suamiku walau hubungan kita belum resmi di mata hukum. Hal tersebut hanya menunggu waktu saja toh beberapa hari lagi, aku akan menjadi istri sahnya dan menyandang nama keluarga darinya.
Aku benar-benar ingin tertawa melihat muka tanpa ekpresi darinya ketika menolak dengan dingin undangan dari teman sekelasku.
"Mas, ga papa koq kalau mas mau bergabung dengan mereka. Aku nanti bakal diam di kamar dengan Bella mau nonton pilem di Netflix," selorohku lirih ketelinganya.
"Nonton apa?" tanyanya dengan nada interogasi.
"Pilem terbaru sekuel grey dan Anastasia. Kan lagi hits pilem itu," jawabku kepadanya dengan polos tanpa adanya malu.
"Engga boleh. Lagian aku harus kerja nanti sore." Jawab mas Abi dengan dinginnya dan tanpa ekspresi.
"Ya udah, bapak kerja di kamar aku bakal nonton di kamar Bella. toh Mas Ario kan harus kerja bareng bapak," jawabku enteng kepadanya. Sifatnya yang kaku kaya kayu kering gampang retak sudah membuatku terbiasa menghadapinya.
"tetap tidak boleh. Saya kerja dulu nanti saya temani kamu nonton filem itu," Mas Abi menjawab permintaanku. Dia tidak menolak dan juga tidak melarang permintaan dari istrinya karena dia tau isi dari pilem tersebut.
"Oke, janji ya mas." Tolehku kepadanya tanpa perlu merajuk meminta kepadanya. Tanpa aku sadari, aku mulai menyesuaikan diriku menghadapi sifat dari Mas Abi dan aku juga tidak memusingkan soal tersebut.
Aku benar-benar diam dan mengikuti semua acara tersebut dengan santai sebelum Bella menyeretku ke pojok dengan mimik seriusnya.
"kenapa lu Bell?" tanyaku kepadanya dengan sikap serius.
"Kamu uda putus kan dari pacarmu si kris itu?" tanya sahabatku secara serius kepadaku.
"aku belum bilang secara langsung sih ke dia. Aku lagi menunggu waktu yang tepat untuk berbicara dengannya, bell. Kenapa?" Tanyaku kepadanya dengan penuh ingin tahu.
"baguslah. Kamu ga perlu ngomong lagi sama dia. Untung kamu dapat Jodoh dengan orang sempurna dan baik seperti pak Abi, kalau kamu dapetnya jahanam seperti kris bisa berabe kamu," Bella berbicara sambil menengak minuman anggur putih dari gelasnya.
"Memang kenapa? Koq sepertinya kamu benci sekali dengan mas Kris," tanyaku padanya.
"Aku baru tahu dari Mas Ario, mantanmu itu kemaren harus nikahin sepupu pak Abi karena ternyata sepupunya sudah dihamilin. Dia kayanya ngicer sepupu mas Abi karena kekayaannya sama kaya kamu modusnya," cerita Bella kepadaku dengan penuh cemas.
"Oh." Aku kehilangan kata-kata ketika mendengar pengkianatan dari mas Kris. Aku yang selalu membantunya mengirimkan uang gajiku dari kerja paruh waktu karena membantu dia membayar hutang dan menabung uang pesawat untuk mengunjungiku langsung membuatku seperti Wanita goblok.
"Kamu kenapa ras?" Bella mulai mengawatirkan kondisiku yang terlihat sedikit shok setelah kabar dari mas Kris.
"Aku seperti orang bego selama ini mempercayai dia, bell. Ternyata aku adalah orang bego selama ini mencitai orang yang salah," perselingkuhan mas kris masih menohokku dengan sangat dalam. Aku baru sadar ternyata aku adalah seeseorang yang benar-benar bodoh yang telah percaya ke semua rayuannya. Pantas saja semua orang di sekelilingku tidak ada yang suka padanya. Ternyata dia memang sedang menipuku untuk semua kepentingannya dia sendiri.
Aku terduduk dan berusaha menutupi semua kemarahanku kepada matan pacarku yang telah memanfaatkan kepolosanku.
Kami Kembali ke hotel tempat kami mengginap. Mamaku dengan Mama Bella berserta papa pergi membeli oleh-oleh untuk keluarga eyang di Jogja.
Aku menganti pakaianku dengan gaun tidur setelah mandi dan duduk di depan television. Aku memesan sebotol Moscato wine dan snak untuk menemaniku sambil menonton filem di Netflix. Aku mulai memasang pilem lama dari sekuel grey sambil menikmati minuman dingin favoritku. Tanpa terasa satu filem telah habis satu botol sehingga aku sedikit mabuk. Kepalaku menjadi sedikit ringan dan ada sedikit rasa aneh di dalam tubuhku yang mendamba kekangenan dari Mas Abi. Tiba-tiba Mas Abi keluar dari ruang kerjanya dan pergi ke arah calon istrinya yang sudah duduk di depan televisi. Mas Abi sudah berganti pakaian dengan kaos putih dan celana pendeknya. Dia terlihat sangat santai.
"Mas, kamu sudah selesai bekerja?" tanyaku dengan nada merayu.
"Sudah. Ayo, mulai filemnya," pinta mas Abi dengan duduk sebelahku. Dia membuka angur merah yang dihantar oleh pihak hotel.
Aku memulai filem yang akan kami lihat bersama ketika Mas Abi menuang minuman favoritnya. Dia membuka whisky ke dalam gelas kosong dan menaruh sebongkah es sambil memberikanku segelas angur merah. Aku menenggaknya sekaligus dan tidak bisa focus melihat adam apel dari suamiku ketika dia menengak minuman kesukaannya. Tidak terasa segelas dan dua gelas telah habis diminumnya.
Aku sungguh tidak bisa menahan rasa di dalam diriku dan akhirnya mendekat padanya sebelum aku memberanikan diri untuk mencium bibirnya. Tidak ada penolakan pada diri mas Abi yang melumat habis bibirku dan menyelusuri ronga mulutku dengan permainan lidahnya.
Dadaku yang tidak memakai bra menempel kedada Mas Abi dan tergesek ke kain sutra. Hal tersebut membuat puntingku menjadi keras dan merangsangku dengan perasaan yang tidak bisa kusebut dengan kata-kata. Aku cukup menyukainya. Tampaknya, ada bagian dari Mas Abi yang juga bereaksi dengan posisiku yang berada di atas pangkuannya.
"Ras, kita harus berhenti sebelum sesuatu terjadi, ras," bisik dari Mas Abi setelah melepaskan ciumannya di bibirku. Aku sudah tidak bisa menahan gairah di badanku lalu terus mencumbu bibir Mas Abi sambil mengosokan badanku ke sesuatu yang menonjol di bagian bawah tubuhnya.