Chereads / Cinta Sang Ningrat / Chapter 7 - ciuman pertama kami

Chapter 7 - ciuman pertama kami

"nanti kita Kembali kemari kok… ga usah terlalu sedih karena aku sedang membangun bisnisku di negeri ini…" Abi menenangkanku dan merengkuhku dalam tubuhnya lebih erat. Aku yang masih berada dalam keadaan sedih dan shok tidak menampik pelukan hangat calon suamiku itu.

Abi secara tidak sengaja mendekatkan kepalanya ke wajahku tetapi aku salah mengartikannya.

Aku mendekatkan bibirku ke arah bibir tipisnya dan melumatnya. Abi pun membalas ciumanku dengan membuka bibirku dengan lidahnya. Aku bisa merasakan aroma maskulin dari tubuh calon suamiku itu. Hal tersebut membuatku menjadi hilang ingatan dan tengelam dalam ciuman dan lumatan dari mas Abi sebelum dia melepaskan diri dari ku. Ada sedikit rasa malu di dalam tubuhku yang baru menyadari bahwa akulah yang memulai semua hal tersebut.

"Sayang, kamu harus menunggu sampai aku benar-benar telah menggucapkan janji setia kita di depan papamu. Maaf aku harus berhenti karena aku sangat amat menjaga kehormatanmu… aku tidak akan melakukan sesuatu di luar batas norma-norma agama," Abi berseloroh sambil mengecup keningku dan mendorongku ke arah kamar tidurku.

Aku yang masih belum sadar berjalan dengan pikiran kosong ke arah tempat tidur.

Kujatuhkan badanku ke tempat tidur sambil berguling-guling ketika sadar tentang keberanianku mencium calon suamiku yang bukan kekasihku.

Hal tersebut membuatku tidak bisa tidur hingga pagi. Aku berinisiasi menggambil telepon gengamku.

'Mas maaf tadi aku masih makan malam keluarga bersama teman papa aku.... kenapa mas?'

Ketikku sebelum kukirim pesan itu ke whattapp Mas Kris. Aku sebenernya baru menyadari bahwa tidak ada lagi rasa cinta lagi kepada Mas Kris.

Semua itu digantikan oleh perasaan ingin tahuku kepada Abi, seorang yang dingin dengan semua kemampuannya untuk merawatku. Aku menggambil bantal di sampingku dan menutup mukaku dengan bantal tersebut.

Aku benar-benar tidak bisa tidur malam itu mebanyangkan ciuman kami berdua. Hal tersebut membuatku malu untuk bertemu dengan Mas Abi pagi itu. Aku mendengarkan pintu kamarku di ketuk oleh Mas Abi.

"Ras, udah bangun belum… Ayo… orang salon yang mau merias kamu untuk acara wisuda sudah dating," Mas Abi menginggatkanku untuk acara wisudaku. Aku bergegas duduk dan segera ke kamar mandi dengan sedikit kepala pusing seolah aku habis menenggak minuman alcohol semalam.

"Ras… kamu ga papa kan?" Tanya mas Abi cemas di balik pintu kamar sambil berusaha membuka pintu kamarku.

"Aku ga papa mas… Cuma sedikit pusing saja…" Jelasku sambil melihatnya yang mengintip di balik pintu kamar. Tampak raut cemas tergambar di mukanya.

"aku ambilin air putih ya, ras. Sebentar…" Mas Abi bergegas berjalan kearah dapur untuk mengambilkan aku sebotol air mineral dan menyodorkannya kearah mulutku sambil jongkok di depanku.

"Makasih, Mas…" Lirih ku lemah. Muka ganteng Mas Abi pagi ini dengan poni rambutnya menutupi seluruh area dahi membuatnya semakin terlihat muda. Aku jadi tersedak ketika wajahnya menempel di area dahiku.

"Mas, ngapain sih…?" Selorohku mengelap air yang membuatku tersedak setelah batukku hilang.

"Aku lagi ngecek apa kamu itu terkena demam apa engga? Udah diem aja" mas Abi menempelkan keningnya ke jidatku mebuat jantungku serasa berdebar dengan kedekatan dari Mas Abi. Nafasnya jadi sangat dekat dengan wajahku dan membuatku serasa mabuk asmara dibuatnya. Kali ini aku merengkuh tubuhnya mendekat dan kulumat bibir tipisnya.

Mas Abi membalas ciumanku dan melumat balik bibirku dengan permainan lidahnya. Aku tidak menyangka ternyata calon suamiku adalah penciium handal. Kami terbawa dalam ciuman asmara hingga tubuhku terdorong terlentanf di tempat tidur.

Kami benar-benar bertingkah seperti remaja di mabuk asmara. Kali ini, kami hanya bisa berhenti ketika salah satu staff yang akan memake up mukaku untuk kepentingan wisuda dating dan mengetok pintu kamarku.

Mas Abi segera menarik dirinya dari bibirku yang serasa bengkak akibat gigitannya dan sedotannya. Tetapi kenapa aku menikmati semua itu.

"Ras, maaf aku tidak bisa menahan diriku," Mas Abi segera menarikku hingga aku dalam posisi terduduk. Dia berdiri tegak dan memberikan air mineral kepadaku untuk diminum.

"Ga Pa pa mas. Itu juga salahku karena aku yang memulainya," Aku berseloroh dan tersadar dengan kemaluan terpampang jelas di mukaku bahwa aku benar-benar tidak bisa menahan nafsuku di depan mas Abi.

"Ayo, nanti mama menunggu kita," Mas Abi menarik tanganku untuk membuatku segera keluar dari kamar. Ada sedikit penyesalan di dadaku karena kami tidak meneruskan ciuman kami yang cukup panas. Tampaknya, hatiku telah pindah ke mas Abi dan bukan kepada Mas Chris lagi.

Penata rambut dan muka telah siap di ruang tamu untuk mengubah penampilanku menjadi perempuan cantik untuk acara wisudaku. Tampaknya Mas Abi mengatur orang terbaik untuk memoles wajahku menjadi lebih anggun untuk kepentingan wisudaku.

Aku sedikit terharu dengan semua detil perhatian dari Mas Abi kepadaku. Hal ini sungguh berbeda dengan Mas Chris ketika kami masih berhubungan. Mas Kris membuatku melakukan semuanya karena dia hanya ingin menerima semuanya dengan beres.

Aku hanya bisa tersenyum senang apabila Mas Kris bisa memujiku dengan senyuman dan kebaikannya sebagai hadiah untuk semua hal yang sudah kulakukan untuknya. Terkadang aku pun ingin ada seseorang yang melakukan semua hal tersebut untukku.

Kali ini, Mas Abi telah mewujudkan semua itu dengan sempurna tanpa adanya kesalahan sedikitpun. Aku bisa melihat Mas Abi telah menganti pakaian nya dengan busana resmi jas berwarna biru dongker dengan dasi pipa berwarna perak. Rambutnya telah berubah dengan gaya resminya ketika dia membawakan materi perkuliahan di kampusku.

Aku menjadi teringgat kali pertama aku bertemu dengannya. Aku sebenernya sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan nya. Tetapi aku tidak menyadarinya sama sekali. Memang takdir mempunyai caranya sendiri untuk bermain dengan hidup manusia.

Tidak lama kemudian, aku yang sudah berubah menjadi seseorang yang berbeda dengan semua make up di wajahku bergegas berlari kearah kamarku. Aku segera berganti pakaian dengan baju terbaru yang di bikin oleh mama. Setelan kebaya kutu baru dari brokat tule perancis berwarna biru pink pastel dengan bawahan rok berbahan batik tulis sebatas lutut.

Aku pun memakai sepatu stiletto keluaran rumah Givenchy yang hanya kupakai ke acara-acara penting seperti kali ini dengan tas kecil bermerek keluaran dari rumah mode paris. Aku segera keluar ke arah Mas Abi yang melihatku dengan takjub.