Kita semua berjalan keluar dari apartmen kenangan kami itu. Aku merasa sedikit kikuk berjalan Bersama Pak Abi. Dia sebenarnya tidaklah terlalu jelek untuk standar cowok ganteng karena sebenarnya muka Pak Abi lebih ganteng dari pacarku mas Kris. Tetapi, aku tidak boleh goyah dengan hanya iming-iming muka ganteng dan kekayaannya.
Ario membawa kami ke area rumah makan korea barbeque. Ini adalah salah satu restoran langananku dan Bella. Hanya restoran ini di seluruh Sydney yang menyajikan masakan korea yang tidak mengandung masakan yang tidak menyalahi aturan agama kami.
Abi dengan sikap nya yang cukup tahu kesopanan berdiri di depan pintu untuk mepersilahkan para orang tua kami untuk masuk ke dalam restoran ketika Ario sibuk mengurus untuk reservasi meja kami.
Ternyata kami dibawa masuk ke dalam ruangan kecil yang cukup menampung sepuluh orang. Abi dengan sabar mempersilahkan aku duduk di sebelahnya dan Bella berhadapan dengan kedua orang tua kami. Ario dan Bella memesan beberapa menu daging dan hidangan pelengkap sedangkan mama dan tante memesan beberapa hidangan yang lainnya untuk kami makan dan minum. Abi dengan santainya mempersiapkan semua peralatan makan kami.
Tiba-tiba, teleponku berdering. Nama Mas Kris ada di caller ID video call ke teleponku. Aku benar-benar kaget dibuatnya. Tidak disangka-sangka, Mas Kris meneleponku. Aku segera menolak panggilan tersebut ketika Pak Abi menengok ke teleponku dengan muka ingin tahunya.
"Siapa, nduk?" Mama bertanya kepadaku.
"Bukan siapa-siapa ma… nanti biar laras kirim pesan saja…" Laras berdalih kepada mamanya tanpa memedulikan raut muka Abi yang menjadi dingin setelah tahu siapa yang menelepon calon istrinya.
"Aku harap kesetiaanmu dan kamu bisa menjaga marwah keluarga kita ketika kita sudah membina rumah tangga," Abi membisikkan ke telinga Laras yang seketika menjadi merah. Laras tertunduk ke bawah dengan telepon genggamnya di atas pahanya.
Laras mengetikan pesan lewat aplikasi whataps nya.
'mas, maaf aku sedang makan malam bersama papa dan mama. Nanti malam aku akan telepon mas kris. Ada yang penting kah?' ketikku kepada kekasihku di Indonesia. Pesan tersebut langsung terkirim kepadanya dan ada tanda dua centang biru yang menandakan telah terbaca. Tetapi, tidak ada balasan lebih lanjut atau tanggapan dari pesanku. Aku menutup teleponku dengan layar menuju ke bawah dan tidak lupa mematikan dering suaranya.
Makanan tersaji memenuhi meja tempat kami berada dan kompor arang barbequ sudah siap untuk memanggang daging di meja. Bella dan mama dengan sigap menaruh beberapa macam daging ke atas pemanggangan. Pak Abi sibuk membahas tentang bisnis Bersama papa dan papa Bella. Ario sibuk membantu Bella dan bermesraan berdua layaknya pengantin baru.
Tiba-tiba, beberapa potong daging sudah mendarat di atas tumpukan nasi ku. Aku yang seharusnya melayani suamiku dan bukan lelaki itu yang melayaniku.
"Wah…. Beruntungnya kamu nduk… Nak Abi bisa melayanimu dan menjagamu…" Mamaku menggodaku ketika melihat Abi dengan telaten menaruh daging ke mangkokku.
"Terima kasih, pak Abi. Saya bisa ambil sendiri..." Aku menolak pemberian dari calon suaminya.
"Diam dan makan…" jawab Abi dengan tanpa ekspresi di mukanya. Aku menjadi ingin marah dan menangis melihat perilaku orang yang akan dijodohkan denganku.
Aku tidak membalas Kembali kata-katanya dan sibuk dengan makanan di depanku. Abi pun terus memberikan daging panggang ke piring kecil di samping mangkok nasiku. Dia pun sibuk dengan pembicaraan bisnis dengan papaku dan papa Bella. Tidak terasa waktu telah habis hingga larut malam.
"Ayo, kita harus Kembali ke hotel… Mama belum selesai packing dan menyiapkan baju untuk mama pakai besok ke wisuda kalian… akhirnya, anak mama bisa lulus kuliah.." Mama berseloroh kepadaku dengan gayanya yang berlebihan.
"Mama…. Kayanya mama berharap aku ga akan lulus kuliah aja?" Mukaku cemberut mendengar komentar dari mamaku.
"Pa…. buruan bayar sana…. Mama harus cepat tidur malam ini.." mama menyuruh papa yang sedang meminum teh hangatnya. Papa yang selalu mendengarkan semua perintah mama, segera berdiri sebelum Abi memberhentikannya.
"Om… semuanya sudah saya bayar…" Abi berbicara kepada papa dan mama sedangkan dia memberikan sinyal kepada Ario untuk membayarkan semua tagihan makan malam tersebut.
"Kamu harus segera membiasakan memanggil papa ke calon mertuamu… Terima kasih yah nduk…" Papa berkata sambil Kembali duduk ke kursinya.
"Pak… koq mas Ario yang membayarkan tagihan restoran sedangkan bapak yang menggambil kreditnya…" aku segera menyidir calon suamiku. Bella segera memberikan sinyal kepadaku dengan menyenggol pahaku.
"Kamu tau apa… anak kecil diam saja…" Abi menjawabku dengan nada dinginnya seperti biasa.
Sebelom aku membalasnya, semua orang telah berdiri dan meninggalkanku sendirian. Hanya Abi yang dengan sabar bediri di sebelah kursiku dan menungguiku.
Kami berjalan Kembali ke hotel tempat orang tuaku tinggal yang berada di area pusat turis di kota Sydney. Pak Abi membuat reservasi untuk kedua orang tuaku dan Bella di salah satu hotel bintang lima di sana. Dia bahkan menaruh mereka di kamar suite termahal di hotel tersebut.
"Nak Abi, apa ga papa laras sekamar dengan nak Abi? Biar sama papanya dibukain kamar sendiri…" Mama berbicara pada calon suamiku di lobby area.
"Ma… apa maksud semua ini?" Aku terbelalak mendengar perkataan mama.
"Ma, kamar suite saya ada dua kamar terpisah jadi biar laras tidur di kamar itu…. Saya sengaja menempati presidential suite dengan dua kamar supaya saya bisa berbagi dengan tunangan saya," Abi menjawab dengan sopannya.
"Baiklah kalau begitu… Mama dan papa naik dahulu ya…" mama meninggalkanku berdua dengan Abi di area lobby. Dia bahkan menggiringku kearah area lift.
Kami masuk ke dalam lift ketika aku hanya berdua dengan pak Abi. Mukanya yang taman mempesonaku. Aku harus mengakui bahwa kegantengan pak Abi seperti Salah satu actor dari Korea selatan.
"Sampai kapan Kamu mau menggagumi saya?" tanya Abi sambil membuat gerakan menggelap bibir ku dengan tissue dari kantong Jacketnya.
"Pak... Apa-apaan sich pake lap ilerku...!" HardikKu padanya yang senang sekali menggodaku.
"Lha kan Salahmu sendiri ampe ileran lihat mukaku… jangan panggil saya bapak or pak! Kaya kamu imut-imut banget aja jadi anak saya…" Abi protes kepadaku untuk panggilanku kepadanya. Aku tetap bersikukuh untuk memanggil dia bapak pokoknya.
Kami sampai ke kamar presidential suite yang di reservasi oleh Abi. Terdapat ruang keluarga yang cukup luas dengan pemandangan kearah Sydney Opera House dan Harbour bridge di kejauhan. Pemandangan darling harbour pada malam hari membuatku berdiri di samping jendela melihat pemandangan yang bakal aku rindukan. Tidak terasa, air mataku turun menggigat semua kenangan tiga tahun terkahir. Abi melihatku segera merengkuhku kedalam pelukannya.