Chereads / Cinta Sang Ningrat / Chapter 5 - Kutu kumpret

Chapter 5 - Kutu kumpret

Aku yang mendengar perkataan mamaku menjadi marah dan dongkol. Aku tidak bisa berbicara apa-apa menghandapi kedua orang tuaku.

"Pa, ma.. laras kan masih pengen ngerasain kerja setelah lulus kuliah… kok malah disuruh nikah," protesku pada kedua orang tuaku.

"Ya buktinya, Bella aja bisa nikah sambil kuliah. Bukan berarti kamu ga bisa nikah sambil kerja," papa menyeloroh dengan santainya sambil meminum teh dari cangkir sambil tertawa.

Aku langsung melayangkan tatapan marah ke Pak Abi yang masih santai menyantap makan siangnya bersama ario setelah meminta ijin kepada para sesepuh di ruang keluarga.

Aku memilih diam dan mulai untuk membuat diriku sibuk di dalam kamar tidurku yang berantakan.

Kamar ini menyimpan banyak memori tiga tahun terakhir.

Aku menjawab dengan masam ketukan di pintu kamarku.

Pak Abi masuk ke dalam kamar untuk membawa koper kosong dari orang tuaku.

"Ada yang bisa saya bantu, ras?" Pak Abi mengeryitkan dahinya melihat kondisi kamarku yang seperti kapal pecah.

Aku memang sedang menyortir baju yang akan aku bawa pulang dan yang akan aku sumbangkan ke tempat amal.

"Kalo, bapak ga keberatan ngeliat daleman saya… lagian bapak koq mau-maunya dijodohin ma aq," selorohku sambil melipat bajuku kedalam koper.

"Lho, saya juga terpaksa nikah sama anak picisan kaya kamu… kalo boleh milih juga saya nyari istri yang nurut, baik, cantik, tinggi dan dadanya ga nyembul ke sana sini," Pak Abi mulai merapikan area di meja belajarku.

"Lha salah saya gitu klo toket gw kegedean… bapak bilang aja sejujurnya ke orang tua bapak buat batalin semua ini," kataku semakin geram ketika dia mulai menyentuh ke bagian dadaku.

Memang sedari kecil, tubuhku boleh dibilang tumbuh besar melebihi dari umurku dan bentuknya juga lebih besar dibandingkan teman-teman sebayaku.

"Ya kamu aja yang menolak. Tidak ada di dalam kamus saya untuk menjadi anak durhaka kepada orang tua. Selama saya masih bernapas, saya akan membahagiakan orang tua saya apalagi ibu saya. Ingat surga berada di bawah telapak kaki ibu…" seloroh pak Abi dengan ketusnya.

"Pak, klo mau ceramah agama jangan disini deh… saya masih males lihat muka jutek bapak apalagi ngelihatnya pagi, siang dan malem selama tiga. Enam. Lima hari…" jawabku kepada nya sambil tidak melihat lagi bahwa aku membuang semua pakaianku kedalam tas plastic donasi.

"Ras… jangan-jangan kamu mau balik dengna koper kosong ya… sengaja mau belanjain semua isi kartu saya. Ingat kamu masih harus bisa hemat lho walau saya mampu menafkahi hidupmu dan keluarga kita," Abi menyindir calon istrinya yang sedang dongkol harus memulai semuanya dari awal.

"Pak… mending bapak keluar deh dari kamar daripada aku makin senewen deh lihat muka jutek seorang Abimanyu," Aku mengusirnya dari kamarku. Sepertinya aku butuh waktu untuk mencerna semua informasi baru yang kudapatkan dari orang tuaku. Perkataannya ada benarnya untuk berbakti kepada kedua orang tua yang masih hidup. Aku yang mungkin masih belum dewasa tidak pernah membantah perintah dari kedua orang tuaku.

"Oh… sekarang kita uda dalah tahap aku kamu yahhhh bukan saya anda lagi…" Abi terus mengodaku dengan muka kekanak-kanakannya. Dia memang benar-benar tampan dengan kulitnya yang tampak lebih putih dan potongan rambut model terkini. Abi pun memakai pakaian dengan model terbaru yang tampak bagus bak seorang model professional.

"Pak…" aku melemparnya dengan bantal yang berada dekat denganku ke arah tubuhnya untuk melampiaskan kekesalanku. Pak Abi keluar kamar setelah menangkap bantal yang melayang ke arahnya.

Aku yang masih kesal segera menyibukan pikiranku untuk memisahkan barang-barang yang tidak akan ku bawa pulang ke tanah air. aku juga menatanya ke dalam koper kosong dan segera menyelesaikan semuanya dengan cepat. Semua kenangan selama tiga tahun terakhir di kota ini.

Tidak terasa lampu-lampu jalanan dan Gedung-gedung tinggi mulai menyala. Kamar tidurku telah terlihat cukup kosong tanpa barang-barang. Aku pun melamun memandang keluar balkon kamarku untuk melihat pemandangan kota Sydney di malam hari.

Terdengar ketukan di pintu kamar dan hal tersebut membuat lamunanku buyar.

"Masuk…" teriak ku sambil menyeka air mata yang keluar dari ujung mataku.

"Nduk… sudah selesai semuanya? Klo udah, ayok kita makan malam Bersama…. Nak Abi sudah booking restoran kesukaanmu…" seloroh mama yang mendekati ku yang duduk di dekat jendela kamar menggunakan boks yang telah terisi. Mama memelukku dan membelai lembut rambutku untuk menenangkanku.

"Udah besar koq masih koyo cah cilik seh… nanti kan kamu masih bisa jalan-jalan ke mari lagi…" Mama berusaha menenangkanku dengan harapan supaya aku tidak terlalu sedih.

"Iya, ma… oh ya pak Abi koq tau restoran kesukaanku.. ahhh, Bella si pengkianat," aku menggingat Kembali soal beberapa hal bahwa suami sahabatku ada asisten pribadi calon suamiku.

"koq kamu masih panggil nak Abi dengan sebutan bapak sich…! Dia kan calon suamimu. Seharusnya kamu panggil dia mas ato kang mas…" Mama segera menggigatkan ku tentang caraku memanggil calon suamiku.

"Aku kan belom menerima perjodohan ini… mau aku panggil bapak mau aku panggil tuan… suka-suka aku donk ma… Lagian memang seberapa kaya sih pak Abi sampai harus memakai asisten pribadi?" tanyaku pada mamaku.

"Kamu ini nduk… mau di kutuk jadi jambu mente… seenaknya aja belom menerima wong minggu depan itu uda acaramu nduk… kita ini nyampek Indonesia langsung terbang ke Yogyakarta. Udah gtu, nak Abi itu bersedia membantu papa dengan urusan perusahaannya disamping perusahaannya sendiri, supaya papa mu bisa pension dini.." Mama menjawab pertanyaan dari anaknya.

"memang anakmu ini ga bisa mengambil alih perusahaan papa?" Aku protes ke mamaku soal kompetensiku apalagi setelah aku sudah lulus kuliah dengan jurusan management internasional untuk membantu perusahaan orang tuanya.

"Nduk… tugas seorang istri itu menggurus rumah tangga dan melahirkan penerus keluarga. Jadi uda biarin aja papa mu ma nak Abi yang ngurus urusan kerjaan… kamu nanti Cuma harus belajar dan bekerja ngurus urusan rumah tangga dan keluarga yang menyangkut image keluarga kita berdua. Ingat itu? Ayoook.. papamu Sudah lapar…" Mama mendororngku untuk keluar kamar. Untung saja, penampilanku tidak terlalu lusuh untuk makan di sebuah restoran tapi restoran mana yang dipilih Bella. Aku memang pemakan segalanya asalkan bukan makanan yang tidak diperbolehkan dalam agamaku.

"Ras… kamu nanti nginep disini atow mow di hotel nyokap?" Bella mendekatiku yang masih dengan muka lusuhku.

"lha kamu mau dimana?" tanyaku sambil melihatnya yang tersenyum simpul.

"Aku mau honeymoon dunk malam ini dikamar pak su… nanti deh klo kamu udah resmi dan tau rasanya… kita gobrol lagi…" Bella mengedipkan matanya ke arahku sambil tersenyum berjalan ke arah suaminya.