Chereads / Cinta Sang Ningrat / Chapter 4 - Takdir perjodohanku

Chapter 4 - Takdir perjodohanku

Akhirnya semenjak saat itu, aku menyibukkan diri dengan semua aktivitasku.

Aku meminta lebih banyak shift di tempat kerjaku dan sibuk dengan thesis dan tugas akhirku.

Setelah ujian akhir, tibalah saat yang dinantikan.

Aku dan Bella mulai untuk mengemas semua barang kami di apartmen yang telah kami tempati selama tiga tahun.

Papa dan Mama memutuskan untuk menyewa agen perumahan untuk mengurus semua keperluan apartemen, yang akan disewakan setelah kita kembali ke tanah air.

Ario sering berkunjung ke apartment sebulan sekali untuk menghabiskan waktu bersama Bella, istrinya.

Terkadang pak Abi bergabung dengan mereka datang untuk makan malam di apartemen kami.

Bella termasuk orang yang pandai memasak. Sehingga aku tidak pernah kawatir kelaparan karena sohibku selalu menyediakan makanan setiap paginya.

Pokoknya,dia termasuk istri idaman dibanding sama aku yang jarang-jarang masuk ke dapur.

Aku selalu mencari alasan apabila ada Pak Abi yang datang untuk makan malam di apartemen kami.

Muka ganteng tanpa ekspresi dengan jawaban yang bisa bikin orang gigit jari. Daripada aku kesel sendiri dan makan hati, mending aku menghindar dari type seperti itu.

Mama dan Papa tiba ke sydney bersama orang tua Bella. Tidak hanya kita yang berteman baik ternyata kedua orang tua kita pun menjadi dekat.

Mereka memutuskan tinggal di apartmen yang letaknya di tengah kota Sydney. Sehingga agak sedikit strategis untuk mereka mencari makanan atau berbelanja.

Ario sudah datang terlebih dahulu dan membantu kami untuk urusan packing dan membuang barang-barang. Yang tidak disangka-sangka, si kutu kumpret, Pak Abi ada juga ngekorin Ario.

"Loe kenapa seh koq kayanya sebel banget ma Pak Abi?" Bella melontarkan pertanyaan kepadaku ketika kami masih sibuk berbenah sedangkan Pak Abi dan Ario sedang keluar untuk mengurus urusan kantor.

"Si kutu kumpret itu yah… ga tau kenapa dan ada masalah apa ma gue? Tiap kali gue buka omongan selalu aja dijawab dengan ngeselin… ga bisa gitu sesekali, jawab dengan baek-baek," timpalku sambil terus memasukkan beberapa buku yang akan aku bawa pulang ke jakarta.

"Awas lho… entar jatuh cintrong loe ma Pak Abi… lagian orang ganteng-ganteng gitu loe panggil kutu kumpret, ngawur banget," Bella tertawa mendengar jawabanku, yang bikin aku kesel mendengarnya.

"Amit-amit jabang bayi deh…" aku ngetok ngetok meja tamu yang terbuat dari kayu.

Yang disambung dengan tawa keras sahabatku dan bel dari depan pintu apartemenku. Bella berdiri dan berjalan membuka pintu.

Ario dan Pak Abi berdiri di depan pintu membawa bungkusan makanan dari restoran indonesia bersama dengan minuman khas teh botol.

Bella tertawa melihat mimik mukaku yang sedang sebal dengan si kutu kumpret. Tetapi, bella tidak melupakan tugasnya sebagai seorang istri. Dia mencium tangan suaminya sebagai tanda pengabdian.

"Kenapa sama laras, say?" Ario melihat muka masamku.

"Dia lagi packing, eh ternyata ketemu kutu kumpret yang bikin doski kesel," sahabatku menjawab sambil menaruh makanan di meja makan sebelum mulai menyiapkan untuk bisa disantap bersama.

Aku hanya bisa nyengir mendengar perkataan si bella. Pak Abi menatapku dengan tajam dan membuatku salah tingkah.

Aku terselamatkan oleh bunyi bel di pintu depan. Dengan sigap aku melompat untuk berdiri dan membuka pintu. Pak Abi terus menerus menatapku dengan tajamnya.

Mama, papa dan kedua orang tua Bella berdiri di depan pintu. Mereka membawa beberapa tas koper dan tentu saja makanan.

" masuk ma, pa, om dan tante," aku mencium tangan mereka satu persatu kemudian mengambil tas berisi makanan di tangan mereka.

Pak Abi bergegas menghampiri sekelompok orang tua di dalam apartemenku dan mencium tangan orang tuaku sebelom kedua orang tua mas Ario.

Pak Abi bahkan mengambil koper yang ada di tangan papa dan om lalu menaruhnya di ruang tamu yang berantakan.

"Bel… ngapain tuh kutu kumpret cium tangan ke bokap ma nyokap gue?" Aku berbisik ke telingga Bella.

"Calon suami lu kali…" Bella tertawa sebelum mulai mempersiapkan makanan tambahan yang dibawa mama dan tante.

"Ma, pa koq bawa makanan?" Aku membantu Bella untuk mempersiapkan makanan yang sudah dibawa.

"Iya, nduk… mama pikir mas Ario dan Mas abi masih sibuk kerja. Jadi tadi sekalian kami sarapan juga beli untuk kalian… besok orang yang bersiin dateng lho nduk? Jadi hari ini harus rampung semuanya," mama menginggatkan kepada kami.

"Bi… kamu sudah selesai semua urusan pekerjaanmu? Koq kamu ada disini?" Papa duduk sambil bertanya pada Pak Abi.

"Kebetulan sudah beres semua om… ini bisa bantuin mereka untuk beberes… kebetulan kalo sampe besok belom beres, kantor nanti bakal atur removalist aja om," pak Abi menjelaskan dengan sopan ke papa. Sikap dan perilakunya berubah seratus derajat.

"Oh yah, nak mas Abi… persiapannya di jogjakarta piye? Sudah siap?" Mama yang tadi berdiri langsung duduk di sebelah papa dan tante.

"Sudah hampir seratus persen om, tinggal menunggu keluarga jakarta tiga hari sebelumnya untuk acara midodareni dan lain-lain," Pak Abi menjawab dengan telaten pertanyaan dari kedua orang tuaku.

"Wahhh bersyukur sampean mbak yu… ga perlu repot-repot ngurus ini itu. Apalagi besan sampean kan termasuk darah biru dan pengusaha sukses," nyokap bella memuji mamaku yang membuat mama tersipu malu.

"Hallaaahhh, ini kan permintaan dari mendiang bapak mertua yang telah mengatur perjodohan ini dengan eyang kakungnya Nak Mas Abi. Kami hanya dititipi amanah," mama menjelaskan yang di setujui oleh papa dengan anggukan.

"Tunggu… tungguu… jadi mama dan papa kenal dengan Pak Abi selama ini? Dan perjodohan dan amanah apa dari almarhum eyang kakung ma?" Aku yang sedang membawa nampan berisi teh hangat untuk para orang tua kami.

"Lhaa… Nak Mas Abi itu calon suamimu, nduk," mama menjelaskan ke aku yang langsung shok berat mendengar kutu kunpret dua kepribadian tersebut adalah calon suamiku.

"Mama lupa ya… Bang kris mau dikemanain ma? Laras kan udah punya cowo," aku memprotes pada kedua orang tuaku.

"Ya kan belum serius? Ini mama sama papa sudah menerima lamaran dari kedua orang tua nak mas Abi… undangan sudah disebar dan tinggal menunggu kita pulang trus langsung ke rumah eyang putri di Yogyakarta," Mama menasehati aku yang cukup keras kepala.