"Dilaaan..," panggil Didik, rekan kerjanya dengan tangan di depan mulutnya, membentuk corong. Tapi panggilan dengan suara nyaring itu tidak mendapat jawaban atau pergerakan dari Dilan.
Kemudian Didik hendak berteriak untuk memanggil Dilan sekali lagi, tetapi membatalkannya. Didik mencegat seorang anak magang yang kebetulan lewat di depannya sambil membawa sebotol minyak rem.
"Heh, kamu tahu dimana Dilan?"
"Lagi di toilet, bang."
"LAGI?!" seru Didik dengan mata melotot. Seharian, Dilan sudah bolak-balik ke toilet sebanyak tiga kali. "Makan apa sih dia, kok bisa tiba-tiba sakit diare?"
"Dilan diare?"
Mendengar suara itu, Didik dan anak magang itu menoleh. "Bos?" seru keduanya bersamaan. Keduanya terheran-heran melihat si lady bos yang tiba-tiba berdiri di belakang keduanya, dengan kening berkerut. Kabar terakhir yang didengar para karyawan adalah bahwa lady bos sedang dirawat di rumah sakit, tetapi kenapa sekarang bisa muncul di bengkel?
"Apakah Dilan baik-baik saja?"
"Entahlah bos. Sejak pagi, Dilan terlihat kurang sehat. Dia bolak-balik ke toilet," jawab Didik seraya mengedikkan dagunya ke arah toilet.
"Begitu ya. Apa dia sudah minum obat?" tanya lady bos yang dijawab dengan gelengan kepala dari dua karyawannya. "Baiklah, akan kubuatkan cairan elektrolit untuk Dilan," katanya sambil berjalan menjauh ke arah dapur bengkel.
Didik dan anak magang itu saling berpandangan dan mengangkat bahu. Keduanya tidak lagi merasa heran melihat perhatian ekstra yang diberikan lady bos untuk Dilan, montir yang istimewa.
Kemudian Didik menghampiri customer yang menginginkan Dilan untuk menghandle mobilnya. Katanya...
"Pak, maaf ya. Dilan sedang di toilet. Anda ingin menunggu atau bersedia mobilnya dihandle montir lain?"
"Aku akan menunggu saja."
Di toilet bengkel.
"Ya bro?" ucap Dilan yang menjawab dering ponselnya. "Aku lagi mendekam di kamar mandi."
"Mencret?" tebak jitu lawan bicaranya di ponsel, yang tidak lain adalah Rama, sahabatnya.
"Hm-hm," sahut Dilan sambil meringis. "Semalam dan pagi tadi, aku harus menghabiskan susu sapi kiriman donatur, yang kelewatan banyaknya. Perutku langsung terasa begah dan kembung."
"Kok bisa sih?" komentar Rama dengan penasaran. "Kamu itu terlalu manja. Aku saja minum susu sapi bergalon-galon, tidak pernah terserang mencret."
"La situ kan anak sapi. Wajar kalau tahan banting," gerutu Dilan sewot. Perut sakit, namun sahabatnya terus merecokinya dengan pertanyaan kenapa dan kenapa. Menyebalkan.
"Sialan," sembur Rama tidak terima dengan ejekan sahabatnya. "Sudah berapa kali bolak-balik ke toilet?"
"Di rumah sudah dua kali. Aku sudah minum obat diare, tapi masih juga sakit perut. Lalu tiga kali di bengkel," jawab Dilan lesu. "Lemas aku."
"Sekarang aku ada di bengkelmu. Perlu kubelikan sesuatu untuk mengobati mencret mu itu?" tawar Rama yang mencemaskan Dilan.
"Eng.. kita bicarakan nanti saja. Aku hampir selesai. Tunggu disana." Klik.
Dilan bersandar lesu pada loker karyawan, setelah keluar dari toilet. Badannya sangat lemas akibat kehilangan cairan tubuh yang cukup banyak akibat diare. Namun dirinya harus masuk kerja, karena lady bos sedang sakit. Jadi diperlukan kehadiran dirinya untuk mengontrol jalannya aktivitas di bengkel.
Kemudian Dilan terkejut ketika menegakkan tubuhnya. Sebuah gelas disodorkan ke arahnya. Dilan mengangkat kepalanya dan melihat...
"Bos?" seru Dilan yang bingung mendapati lady bos sedang berdiri di depannya. "Sedang apa bos disini? Apa badan bos sudah sehat? Kenapa bos bekerja dan tidak istirahat di rumah? Badan bos kan masih lemah," cecar Dilan yang mengkhawatirkan lady bos dengan memberondong pertanyaan. Seketika, Dilan melupakan kondisi tubuhnya sendiri. Di pikiran Dilan, kondisi lady bos lebih utama daripada kondisinya sendiri.
"Aku baik-baik saja," jawab Diandra, si lady bos. "Sekarang minum cairan ini, biar tubuhmu membaik."
"Apa ini?" tanya Dilan ketika tangannya menerima gelas yang disodorkan lady bos.
"Cairan oralit. Cepat diminum," perintahnya dengan mengedikkan dagunya. "Setelah ini kamu harus pulang dan istirahat."
"Tidak bisa pulang sekarang, bos."
Diandra memiringkan kepala, bertanya tanpa suara.
"Apa bos masih ingat sewaktu aku bercerita tentang temanku yang polisi?" tanya Dilan setelah menghabiskan cairan oralit itu dan mengusap sisa air di mulutnya.
Diandra mengangguk. "Ingat."
"Dia datang ke bengkel dan saat ini sedang menungguku untuk menghandle mobilnya."
"Tapi, kondisimu tidak memungkinkan untuk melakukan servis, Dilan," bantah Diandra yang mengkhawatirkan montir terbaiknya. Diandra tidak ingin Dilan jatuh sakit.
"Jangan khawatirkan aku, bos. Aku sudah merasa lebih baik," jawab Dilan menenangkan lady bos. "Seharusnya bos yang pulang dan beristirahat. Bos baru saja sembuh, kenapa sudah keluyuran di bengkel?"
"Aku tidak tenang meninggalkan bengkel, Dilan," jawab Diandra. "Baiklah, kalau begitu, setelah mengurus mobil temanmu, kamu harus segera pulang."
"Siap bos."
*****
Seseorang sedang mengamati interaksi Dilan dan Diandra dari tempat tersembunyi. Dirinya bersandar pada dinding sambil membenahi peralatan yang baru saja digunakan untuk mengganti oli mesin mobil. Telinganya mendengarkan dengan seksama, apa yang dikatakan keduanya.
"Jadi.. klien Dilan yang baru saja datang itu adalah... seorang polisi?" monolognya dengan senyum misterius. "Menarik. Ayo, kita lihat siapa yang akan menjadi lebih unggul."
*****
"Mobil siapa yang kamu bawa kemari?" gerutu Dilan yang sudah mengecek mobil yang dibawa sahabatnya, secara garis besar nya saja. Umur mobil belum masuk dalam puluhan tahun, tapi alamak... Apakah selama ini, mobil tidak pernah diservis dan dirawat?
Kilometer sudah mencapai lebih dari tujuh puluh lima ribu. Tidak ada catatan pernah masuk ke bengkel untuk servis rutin. Kembang empat ban mobil juga sudah halus sekali, hingga anak balita bisa bermain perosotan disana. Lalu ban bagian belakang sudah tidak sejajar lurus. Oli mobil pun sudah berubah warna menjadi hitam dan bertekstur encer, yang artinya oli sudah tidak bagus untuk dipakai lagi dan harus segera diganti.
"Mobil milik tetangga papi."
"Aku kan suruh bawa mobilmu untuk pura-pura servis. Kenapa mobil orang lain yang kamu bawa kemari?" omel Dilan sambil berkacak pinggang dan memelototi sahabatnya yang cengar-cengir. "Dasar dodol."
"Bro, mobilku masih mulus dan tokcer. Akan terlihat mencurigakan kalau aku membawa mobil milikku. Karena itulah, aku meminjam mobil tetangga papi yang pelit bin julid. Aku harus berdebat dengannya selama setengah jam, untuk meminjam mobilnya yang amazing ini. Mobil itu sempat beberapa kali batuk-batuk dijalan dan nyaris mogok. Aku sudah khawatir harus memanggil truk derek.
"Lalu?"
"Akhirnya aku boleh membawanya, dengan jaminan bahwa aku akan mengembalikannya seperti baru," sesumbar Rama. "Lagian kan kamu bilang, semua ini gratis."
"Gratis kepalamu botak," amuk Dilan penuh emosi sambil menendang murka pada mobil di depannya ini. "Aku bisa bangkrut kalau aku harus menanggung semua biaya servis mobil yang sekarat ini."
"Jangan sumpahin aku dong," balas Rama sewot seraya duduk di kursi tunggu sambil bersedekap. "Kan bisa gawat kalau ganteng-ganteng lalu kepalanya botak."
"Emang gue pikirin. Nambah-nambahin masalah saja," gerutu Dilan kesal. "Aku akan handle spooring balancing nya saja. Yang lain, no way. Karena itu yang terlihat paling parah dan berbahaya dampaknya."
Spooring dan balancing merupakan salah satu bagian dari servis rutin yang harus dilakukan pada mobil. Tujuannya agar laju mobil tetap lurus. Terutama jika mobil memiliki mobilitas yang tinggi dan sering melewati jalanan yang tidak rata. Biasanya gejala umum yang dirasakan adalah setir mobil agak berat ke kiri atau ke kanan.
Proses spooring balancing dianjurkan untuk dilakukan secara berkala, maksimal 20 km. Namun, jika jalur yang sering dilalui adalah jalanan yang rusak, maka sebaiknya cepat-cepat melakukan perawatan, di kilometer sepuluh ribu. Langkah perawatan ini adalah untuk menjaga keselamatan dan kenyamanan saat berkendara.
Rama mengangkat bahu. "Terserah kamu saja."
Bersambung...