Chereads / The Cupid's Arrow : A Choice of Love / Chapter 25 - Bab 25 : Telpon

Chapter 25 - Bab 25 : Telpon

"Halo bro, lagi sibuk?" tanya Dilan di ponselnya sambil melirik ke arah kamar rawat VIP yang dihuni lady bos. Setengah jam yang lalu, proses perpindahan dari ruang IGD ke kamar rawat telah beres.

Sekarang, Dilan minta izin untuk menelpon di luar kamar. Meski lady bos menyuruhnya untuk menelpon di dalam kamar rawat, namun Dilan tidak ingin mengganggu atasannya yang sedang beristirahat.

"Sibuk sekali. Bahkan presiden negara pun kalah sibuknya dengan aku," sahut Rama ngaco. "Cepat katakan apa keperluanmu, sebelum ajudanku melolong bak manusia serigala."

"CK," decak Dilan jengkel. Ngomong dengan sahabat error nya ini memang harus ekstra sabar. "Aku bisa minta tolong?"

"Situ siapa, sini siapa?" sahut Rama dengan nada menjengkelkan. "Berani sekali anda tanpa basa-basi, meminta tolong pada seorang kepala negara yang sedang sibuk mengatur jadwal tujuh bidadari khayangan untuk mandi di sungai amazon."

"Dasar gila," sembur Dilan jengkel. "Aku serius, Rama."

"Aku juga dua-rius bin tiga-rius."

"Raamaa," rengek Dilan.

"Apa sayangku cintaku?" tanya Rama dengan suara mendayu-dayu. "Adinda membutuhkan apa dari kakanda tercinta?"

"Huek," ejek Dilan berpura-pura muntah, jijik dengan ke-lebay-an sahabat nya. "Please deh.. Rama. Kamu kerasukan apa sih? Kenapa setiap hari bertambah tidak waras begitu?" keluh Dilan yang ampun-ampun menghadapi Rama.

"Serius, my friend," kata Rama akhirnya kembali normal. "Aku sedang sibuk sekarang."

Kemudian Dilan teringat sesuatu. "Apa karena kasus yang terjadi di Hotel Holiday sore tadi?"

"Hei, kamu tahu tentang kejadian itu?"

"Aku.."

"ANIME, BRENGSEK KAMU! JANGAN PACARAN TERUS. KITA MASIH BANYAK PEKERJAAN. CEPAT KESINI!" bentak seseorang dari kejauhan, yang terdengar jelas hingga ke telinga Dilan. Anime adalah panggilan sayang dari atasan Rama yang super gualak.

"Itu suara atasanmu kan?" tebak Dilan yakin. Dilan tidak akan pernah melupakan suara ayahandanya di panti asuhan, yang sekaligus adalah atasan Rama.

"Yup," sahut Rama sambil mendesah dramatis. "Makhluk satu itu, dari tadi teriak-teriak dan ngamuk-ngamuk terus tanpa henti, kayak orang gila."

"Apa kasus di Hotel Holiday adalah kasus yang berat?" tanya Dilan bersimpati pada Rama yang bertugas sebagai asisten detektif pembunuhan.

"Ingat kasus mawar hitam yang pernah kuceritakan padamu?"

"Mawar hitam? Pembunuhan berantai itu?" tebak Dilan. "Apa itu yang terjadi di Hotel Holiday?"

Mawar hitam adalah identitas kasus yang diberikan pada kasus pembunuhan berantai. Dengan kejadian di Hotel Holiday saat ini, berarti total ada empat kasus pembunuhan pria muda. Jadi sangatlah wajar, jika kasus yang berat ini membuat para penegak hukum itu menjadi sangat stres dan frustasi.

"Benar. Kasus mawar hitam. Haah.. bakalan lembur lagi tiap malam," keluh Rama lelah. "Kami sudah mendapatkan hasil otopsinya. Dipastikan kasus ini adalah kasus mawar hitam. Selain itu, bunga jelek yang diletakkan di tubuh mayat itu, kini sudah dibawa petugas forensik untuk mencari jejak sidik jari."

"Jaga kesehatan ya bro."

"Tentu.."

"ANIME, CEPAT BAWA BOKONG JELEKMU KESINI," perintah atasan Rama yang menggelegar.

"Sori bro, aku tidak bisa membantumu saat ini. Aku harus segera membawa bokong cantikku menghadap drakula yang haus darah itu. Kalau tidak, aku yang akan jadi korban selanjutnya."

"Hei-hei, jangan ngomong sembarangan, bro," tegur Dilan serius. Dilan tidak ingin sahabatnya celaka dalam bertugas.

"Baiklah. Aku pergi dulu, Dilan. Bye."

"Selamat menikmati hari bahagiamu."

"Sialan kamu!" omel Rama, lalu memutuskan sambungan ponsel.

Dilan mengetuk-ngetukkan ponselnya pada bibirnya sambil berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Ada satu orang lagi yang bisa dimintai tolong. Jika biasanya, tanpa sungkan Dilan akan segera menghubunginya. Namun, dengan adanya kejadian akhir-akhir ini membuat Dilan merasa segan untuk meminta bantuannya. Dia adalah Dyra, sahabatnya di panti asuhan.

"Baiklah," monolog nya sambil mencari kontak Dyra di ponsel. Dilan menarik nafas panjang, menunggu ponselnya tersambung.

"Halo?" sapa centil lawan bicara Dilan.

"Halo cantik," balas Dilan ceria. Mendengar suara adik asuhnya yang lembut, membuat kepenatan Dilan menjadi hilang. Dan sapaan 'cantik' diberikan Dilan, karena dirinya seringkali lupa nama-nama mereka. Ha-ha-ha..

"Halo Bang Dilan."

"Kak Dyra ada?" tanya Dilan sambil duduk melepas lelah di kursi di depan kamar rawat lady bos.

"Kak Dyra sedang mandi," jawab seberang sana dengan suara yang terdengar manja di telinga Dilan. Di panti asuhan tidak ada satupun anak yang dimanjakan lebih dari yang lain. Semua anak mendapatkan porsi yang sama untuk kasih sayang, perhatian, dan terlebih perihal makanan serta camilan yang selalu menjadi bahan utama saling berebutan di panti asuhan.

"Sedang mandi ya," ulang Dilan sambil berpikir sejenak. "Gimana kalau sambil nunggu Kak Dyra selesai mandi, kita ngobrol nya lewat video? Abang pingin lihat wajah cantik kalian."

"Setuju," pekik girang lawan bicaranya yang mengundang tawa renyah Dilan.

"Baiklah. Abang matikan dulu ya.

"Okeeee."

Dilan mematikan ponselnya, lalu mengubah mode panggilan menjadi video call. Selang beberapa detik, layar Dilan pun menampilkan wajah....

"Astaga.. kenapa wajah mungil dan cantik kalian berubah menjadi jelek begini?" seru terkejut Dilan yang dibuat-buat. Dilan terlonjak dan menekan dadanya. Karena tampilan layar ponselnya bukan adik asuhnya, melainkan wajah cemberut Dyra.

"Ngomong sembarangan," sembur Dyra kesal.

"Ini kami, Bang Dilan," seru riang adik-adik asuhnya yang berada di belakang punggung Dyra yang duduk menghadap layar ponsel.

"Syukurlah, kalian masih tetap imut dan cantik," puji Dilan yang langsung mendapat pelototan tajam dari Dyra. "Kupikir.. kupikir kalian berubah menjadi.. arrrgghh," lanjut Dilan yang menirukan suara raungan dan cakar si singa betina.

"Sialan kamu, Dilan."

"Hei-hei, jangan ngomong kasar di depan adik-adikku yang masih murni itu," tegur Dilan yang terhibur melihat Dyra yang cemberut dan para adik asuhnya yang cekikikan di belakang wanita itu.

"Cepat katakan!" omel Dyra dengan ketus. "Kenapa kamu belum pulang? Keluyuran kemana lagi?"

"Aku sedang di rumah sakit," jawab Dilan sambil mengedarkan pandangan video untuk menunjukkan dimana dirinya berada saat ini.

"Di rumah sakit?! Kamu sakit?" desak Dyra yang raut wajahnya langsung berubah menjadi khawatir. "Aku akan langsung ke sana."

"Bukan. Bukan aku yang sakit," ucap Dilan menenangkan sahabatnya. "Bosku yang sakit. Saat ini, aku sedang menungguinya."

"Bos? Atasanmu yang wanita itu?"

"Memang aku punya berapa bos?"

"Memang dia tidak punya keluarga, sampai harus merepotkan orang lain?" tukas Dyra tidak suka.

"Ada. Tadi kakaknya sudah datang, kemudian pergi lagi karena ada urusan penting."

"Lalu?"

"Eng, aku ingin minta tolong sama kamu."

"Minta tolong apa?"

"Tolong ambilkan motor kita di parkiran apartemen. Aku sungkan dengan satpam disana. Aku sudah janji pada pak satpam itu untuk segera mengambil motor. Tapi sekarang aku tertahan disini."

"Motor?!" seru Dyra sambil melotot. "Coba kamu pikir, Dilan-ku sayang. Aku harus naik apa ke lokasi yang kamu maksud itu? Lagipula ini sudah malam. Besok saja."

"Jangan Dyra. Tolong ambil sekarang ya. Kamu naik ojek saja, nanti uangnya aku ganti," jawab Dilan yang sama sekali tidak berpikir jika hari sudah malam dan itu berbahaya bagi seorang gadis keluyuran.

"Merepotkan sekali," rutuk Dyra tidak suka karena Dilan mengabaikan keselamatannya. Dyra berdecak sebal karena di mata Dilan, posisi atasannya ternyata lebih penting dari dirinya.

"Maaf sis. Nanti aku traktir deh."

"Baiklah. Share loc sekarang."

"Ah ya satu lagi," kata Dilan ragu. Kemudian sambil meringis, Dilan mengangkat tangannya yang memegang sebuah kunci lalu mendekatkannya pada layar ponsel. "Kunci motornya aku bawa. Jadi terpaksa, kamu harus mampir ke rumah sakit dulu, setelah itu baru ke apartemen mengambil motor."

"Akkkhhh...," teriak Dyra jengkel.

"Maaf," sesal Dilan yang meringis lagi karena mendapat geraman murka dari Dyra.

Bersambung...