Dyra melemparkan ponselnya ke ranjangnya. Dibaringkannya tubuhnya yang sudah lelah seharian bekerja. Hari ini dua karyawan kafe, izin tidak masuk kerja, jadi alhasil Dyra harus merangkap sebagai kasir dan pramusaji pada dua shift.
"Kak Dyra?"
"Ya?"
"Kakak jadi pergi?" tanya si gigi kelinci, adik asuhnya yang paling perhatian padanya. Meski umurnya masih kecil, namun perhatiannya seringkali membuat Dyra terharu.
"Kalau motornya diambil besok, kira-kira hilang atau tidak ya?" tanya Dyra balik, namun pertanyaan itu lebih ditujukan pada dirinya sendiri.
"Sekarang saja, Kak Dyra," rengek si kacamata sambil mengguncang lengannya. "Kalau tidak ada motor, besok Kak Dyra naik apa ke pasar?"
Mendengar kata 'pasar', Dyra langsung terduduk di ranjangnya. "Weleh-weleh, kenapa aku bisa lupa kalau besok adalah waktunya belanja mingguan?" omel Dyra yang segera turun dari ranjangnya. "Kak Dyra pergi dulu ya."
"Hati-hati ya Kak Dyra," ucap si gigi kelinci sambil mengecup pipi Dyra yang sedang sibuk mengenakan celana jins.
"Oke," sahut Dyra sambil memberikan jempolnya pada si gigi kelinci. "Kalian cepat tidur ya. Maaf hari ini Kak Dyra tidak bisa menemani kalian tidur."
"No problem," sahut mereka kompak membuat Dyra tergelak keras.
Di teras, Dyra menunggu datangnya ojek yang dipesannya. Dyra melihat jam di ponselnya. Sudah jam sembilan malam. Dyra ingin merutuki Dilan, laki-laki yang tidak punya otak dan pusar itu. Selalu senaknya sendiri.
Tin-tin-tin..
Mendengar suara klakson motor, kepala Dyra mendongak dari ponselnya. Dyra melambaikan tangannya pada pak ojek nya. Setelah memasukkan ponsel ke dalam tas, Dyra bergegas mendatangi pak ojek yang sudah paruh baya.
"Mbak Dyra? Ke rumah sakit Putri?"
"Ya pak. Betul," jawab Dyra sambil mengangguk. "Aku naik ya pak."
Angin malam yang dingin menemani perjalanan Dyra yang diantar pak ojek menuju rumah sakit, menemui si biang menyebalkan itu, Dilan. Jalanan sudah mulai lengang. Dyra yang sedikit menggigil kedinginan, merapatkan jaketnya lalu melipat tangan di dada, untuk mencari sedikit kehangatan.
"Di rumah sakit, siapa yang sakit, mbak?" tanya pak ojek yang memecahkan keheningan.
"Bos nya teman saya yang sakit, pak," jawab Dyra yang ditanggapi dengan anggukan pak ojek. "Bapak malam-malam begini masih cari orderan?"
"Ya mbak. Sedang butuh uang untuk keperluan anak sekolah," cerita pak ojek.
"Oooo.."
Hanya itu yang keluar dari mulut Dyra. Memang dia bisa apa, uang yang dimilikinya saja pas-pasan. Dirinya tidak bisa banyak membantu, selain memberinya sedikit tambahan uang tip.
Tiba-tiba..
Sebuah mobil melaju dengan kecepatan cukup tinggi dan menyerempet sepeda motor pak ojek. Akibatnya, pak ojek oleng lalu terjatuh di trotoar dan tertimpa motornya. Dyra pun juga jatuh terterguling di trotoar.
Cklek. Brak.
Dyra yang masih syok, melihat seorang wanita keluar dari mobil sedan mewah itu. Dengan berkacak pinggang, dia memarahi bapak ojek itu. Dyra yang tidak mempedulikan luka-luka di lengannya, segera mendatangi pak ojek itu.
"Gimana sih bapak ini nyetir motor nya?" omel wanita yang berparas cantik dan memakai gaun pendek selutut. "Kalau nyetir itu pakai mata, pak. Bukan pakai lutut," semburnya kasar. "Lihat sekarang, mobil saya jadi lecet-lecet nih. Bapak harus ganti rugi!"
"Mbak," panggil Dyra ketus. "Situ juga kalau nyetir pakai mata, bukan pakai buah dada. Payudara saja dibesarin kayak melon, akhirnya... jalan di depan mata tidak terlihat," balas Dyra sewot sambil membantu si pak ojek berdiri.
"Apa katamu?! Dasar kurang ajar! Tidak tahu diri," bentak wanita itu dengan menudingkan jarinya ke arah Dyra. "Kalau salah ya harus berani ngaku salah. Jangan nyinyir orang dong. Dasar belagu!"
"Heh mbak! Situ kalau gak bisa nyetir, tidak usah gaya-gaya nyetir. Paling juga itu mobil pinjaman tetangga. Kalau salah ya harus berani ngaku salah. Jangan nyinyir orang dong," ejek Dyra tidak mau kalah. Dyra mengembalikan semua omongan kasar itu pada wanita genit ini. "Dasar belagu!"
"Kurang ajar!" jerit wanita itu langsung menyerang rambut Dyra dengan menjambaknya kuat-kuat. "Dasar jalang miskin tidak tahu diri. Berani sekali kamu menghinaku!"
"Heh! Wanita keparat! Tidak tahu diri! Berani sekali kamu menyerangku! Heh! Lepaskan tanganmu! Sakit kepalaku," raung kesakitan Dyra yang berusaha melepaskan cengkraman tangan wanita genit itu.
"Dasar jalang jelek, jangan selalu mengulangi kata-kataku," pekik wanita itu sambil mendorong Dyra setelah sebelumnya meremas rambutnya semakin erat.
"Kamu.." Dyra sudah siap untuk berkelahi lagi, namun lengannya ditahan kuat-kuat oleh pak ojek.
"Sudah mbak, sudah. Jangan berkelahi lagi," lerai pak ojek seraya meringis karena kaki kanannya yang nyeri akibat sempat tertindih sepeda motor.
"Kamu!" tuding Dyra marah. "Sebaiknya segera pergi dari sini, sebelum aku memanggil polisi untuk menuntutmu," ancamnya sambil mendorong tubuh wanita itu hingga punggungnya membentur pintu mobil.
"Kamu pikir aku takut!" sahut wanita itu galak. "Apa kamu tidak tahu siapa aku?! Aku adalah.."
"Aku tidak peduli siapa kamu, sekalipun kamu ratu es batu pun, aku tidak takut," sembur Dyra jengkel. "Cepat pergi dari sini sebelum aku mencabik-cabik dirimu."
"Awas kamu! Jangan sampai aku bertemu lagi denganmu," ancam wanita sambil masuk ke dalam mobilnya.
"Emang gue takut!" teriak Dyra geram.
"Mbak, mbaknya tidak pa-pa?" tanya pak ojek sambil menuntun motornya dan mencoba untuk menstaternya.
"Bapak baik-baik saja?" tanya Dyra balik, yang mencemaskan keadaan pak ojek yang gemetaran karena terjatuh dari motor. Dyra tidak memusingkan dirinya sendiri yang tubuhnya juga gemetaran gara-gara ulah si wanita genit itu yang membawa mobil ugal-ugalan.
"Tidak apa-apa," katanya menenangkan Dyra. "Ayo mbak, bapak antar sampai tujuan."
"Baiklah."
Di rumah sakit.
"Pak, lebih baik bapak diobati dulu luka-lukanya," suruh Dyra sambil turun dari motor pak ojek dan segera mengambil kunci kontaknya. "Jangan khawatir, aku yang akan membayarnya," papar Dyra menyakinkan. "Kalau tidak segera diobati, nanti terkena infeksi malah jadi berabe."
"Biar bapak obati di rumah saja. Mbak nya kan juga tidak ada uang lebih untuk berobat," tolak pak ojek yang tahu diri. Kliennya ini dijemput di panti asuhan, sudah pasti hidupnya pun serba kekurangan. Jadi janganlah saling merepotkan.
"Tapi..," sela Dyra yang khawatir dengan kondisi fisik pak ojek yang agak pincang.
"Tidak apa-apa. Terima kasih untuk perhatian mbak. Bapak pamit dulu."
"Baiklah. Hati-hati di jalan ya pak. Terima kasih sudah diantar."
Kemudian Dyra mengeluarkan ponselnya untuk menelpon Dilan. Ada pesan dari Dilan yang menyuruhnya langsung masuk ke kamar rawat bosnya. Disitu juga tertulis nomer kamarnya.
"Haah," keluh Dyra yang mengembalikan ponselnya ke dalam tasnya. Tubuhnya yang capek, semakin bertambah lelah karena jatuh dari motor dan harus bertengkar dengan seorang wanita genit yang gila. Benar-benar malam yang apes bagi Dyra.
"Sus, mau tanya kamar VIP ke arah mana ya?" tanya Dyra pada perawat yang bertugas di meja resepsionis.
"Mbaknya naik lift ke lantai tiga. Nah, disitu, nanti tanya petugas, dimana kamar yang hendak dikunjungi."
"Baiklah. Terima kasih."
Dyra berjalan menuju kotak lift yang akan membawanya ke lantai kamar VIP. Ting.. Pintu lift terbuka dan Dyra berjalan keluar. Setelah bertanya pada perawat, Dyra segera melangkah menuju kamar VIP itu.
Kemudian duduk di depan kamar itu dan menelpon...
Bersambung...