Dilan sekali lagi meminta maaf pada layar ponselnya, seakan sedang meminta maaf pada Dyra karena sudah merepotkannya. Tengah malam begini, harus menyuruh sahabatnya itu untuk keliling kota, mengambil sepeda motor buntut, aset kekayaan pribadi milik Dyra.
Ketika Dilan hendak masuk ke dalam kamar rawat, seorang dokter berjalan mendahului memasuki kamar VIP itu sambil membawa sebuah map. Dilan bergegas, mempercepat langkahnya untuk menemani lady bos menerima hasil tes darah.
"Bos," panggil Dilan pelan seraya berdiri di pinggir ranjang atasannya. Lady bos meliriknya dan tersenyum lemah.
"Nona Diandra, hasil tes darahnya sudah keluar. Anda terkena tifus," ujar dokter muda itu sambil menarik kursi dan duduk di dekat ranjang lady bos.
"Tifus?"
"Anda kelelahan dan itu membuat daya tahan tubuh menjadi menurun. Berbagai kuman dan virus masuk ke dalam tubuh karena anti bodi anda lemah," jelas dokter yang tidak melepaskan pandangannya dari wajah lady bos. Hal itu membuat Dilan yang berdiri di sisi ranjang yang lain, menjadi sedikit geram karena cemburu.
"Jadi, Diandra harus opname?" tanya Dilan dengan nada datar. Sedangkan lady bos meliriknya dengan alis terangkat, karena ini pertama kalinya Dilan memanggil namanya langsung.
"Opname kurang lebih satu minggu, untuk memulihkan keadaannya seperti sedia kala," jawab dokter sialan itu, yang menjawab tanpa memandang Dilan.
"Satu minggu? Lama sekali?"
"Kami selalu memberikan pelayanan yang terbaik pada pasien kami," jawab dokter itu lagi sambil berdiri. "Nona Diandra istirahat yang nyaman disini, ada dokter jaga dua puluh empat jam yang akan merawat anda," lanjutnya sambil menepuk-nepuk lengan lady bos.
"Terima kasih dokter."
"Sama-sama," ucap dokter dengan senyum mempesonanya. Lalu dokter itu menatap dingin ke arah Dilan. "Kupikir anda lebih baik pulang saja. Anda bukan keluarga, apalagi anda adalah laki-laki. Hal itu akan membuat suasana menjadi canggung bagi Nona Diandra."
"Sialan! Dasar dokter kurang ajar! Brengsek!" umpat Dilan dalam hati, enak saja mengusir dirinya. Dilan hanya tersenyum datar menanggapi pengusiran halus itu.
"Tidak apa. Dia bisa menjagaku dengan baik," bela lady bos yang membuat dada Dilan langsung membusung sombong. Dilan berdecak senang melihat raut wajah dokter menyebalkan itu menjadi cemberut.
"Baiklah, kalau begitu. Istirahatlah. Selamat malam."
"Selamat malam," salam lady bos balik.
Blam. Pintu kamar rawat VIP tertutup.
"Bos, anda sudah merasa lebih baik?"
"Sudah," jawab lady bos singkat. "Oya, apa yang sebenarnya ingin kamu katakan padaku?"
Dilan sedikit bingung dengan pertanyaan atasannya. Namun dua detik kemudian, koneksi otaknya langsung tersambung. "Oh, soal bengkel. Aku ada beberapa informasi untuk bos. Tapi itu bisa ditunda hingga bos sembuh."
"Tidak. Katakan saja sekarang," protes lady bos sambil berusaha bangun dari posisinya yang berbaring. Dilan dengan sigap langsung menaikkan kepala ranjang sehingga lady bos bisa duduk bersandar dengan nyaman. "Aku benar-benar tidak ingin meninggalkan bengkel ketika ada masalah pencurian ini. Perihal sakitku ini, keabsenanku dari bengkel pasti akan memberikan banyak kesempatan untuk pelaku lebih leluasa mengobrak-abrik bengkel. Aku marah sekali jika memikirkan hal itu."
"Serahkan saja padaku, bos. Anda bisa mempercayaiku."
"Kamu... tidak akan menusukku dari belakang kan?" tantang lady bos balik.
Pertanyaan itu membuat hati Dilan mencelos. Hati Dilan terasa pedih untuk sang bos yang mungkin telah dikhianati orang terdekat yang sangat dipercayainya.
"Aku mungkin tidak bisa menjamin bahwa aku bisa jujur seratus persen pada anda. Tapi percayalah bahwa aku tidak akan bertindak yang merugikan anda," tegas Dilan datar.
"Maafkan aku, Dilan," ucap lady bos lirih. "Aku takut jika aku bergantung pada orang lagi, maka aku akan mendapatkan kekecewaan lagi."
"Aku mengerti, bos," sahut Dilan pelan.
"Sekarang ceritakan, informasi apa yang kamu temukan di bengkel."
Dilan mengambil kursi dan duduk di sana, kemudian melaporkan perihal yang terjadi di bengkel sepanjang hari ini...
Pesan dari lady bos yang mengatakan bahwa hari ini dirinya tidak akan datang ke bengkel, telah membuat Dilan datang satu jam lebih awal ke bengkel. Dilan kembali mengecek loker-loker milik rekan kerjanya yang sangat aduhai kondisinya. Tidak ada yang berubah.
Namun...
Ketika Dilan membuka loker miliknya, alangkah terkejutnya. Barang-barang yang telah dipindahkan semalam dari loker Didik ke gudang stok, kini malah tersusun rapi di lokernya. Kemudian setelah diingatnya, bahwa kemarin malam dirinya tidak mengecek loker miliknya sendiri. Lalu tanpa berpikir panjang lagi, Dilan segera mengembalikan barang itu ke tempatnya semula.
"Aneh," gumam Dilan sambil mengganti kaosnya dengan kemeja montirnya. "Apa pelaku sengaja memasukkan barang-barang itu ke lokerku? Hei tunggu-tunggu, bukannya dia juga mengambil foto ketika aku berada di ruang bos? Jadi dia berada disini hingga kami berdua keluar dari bengkel? Astaga, berarti pelaku pencurian ini pasti mempunyai kunci duplikat bengkel," rutuk Dilan geram sambil membanting pintu loker. "Ini tidak bisa dibiarkan."
Pukul setengah delapan pagi, rekan kerja Dilan mulai berdatangan. Didik yang pertama kali datang. Pria itu mengangkat alisnya melihat Dilan yang sedang berkutat di rak stok barang.
"Tumben datang pagi," sapa Didik yang berdiri di sebelah Dilan yang serius melakukan stok opname.
"Didik," sebut Dilan sambil memindai seluruh bengkel dengan cepat. Oke, aman. Hanya ada mereka berdua.
"Apa?" Didik penasaran dengan sikap misterius Dilan. Didik pun juga ikut menoleh ke kanan dan kiri.
"Menurutmu, berapa harga jual barang-barang ini diluaran?"
"Heh?! Apa maksudmu?" tanya Didik bingung. "Kenapa tiba-tiba bertanya tentang menjual barang-barang ini padaku? Hei-hei, apa kamu mau mencuri barang bos lalu menjualnya di luaran?" lanjut Didik dengan suara semakin merendah di telinga Dilan. "Kamu.. habis makan apa semalam? Kenapa montir teladan sepertimu, tiba-tiba jadi anak nakal?"
"Siapa yang anak nakal?" bantah Dilan sambil berbalik dan melihat anak-anak bengkel sudah komplit. Kemudian Dilan bertepuk tangan untuk menarik perhatian.
"Kumpul semuanya!"
Dilan menatap raut wajah lady bos yang membelak ngeri plus jijik ke arahnya. "Aku tidak bohong, bos," papar Dilan menyakinkan lady bos. Dilan sedang menceritakan tentang loker anak-anak bengkel yang aduhai bentuk dan aromanya. "Loker mereka luar biasa jorok. Namun, sekarang sudah mendingan, karena aku memaksa mereka membersihkan loker."
"Nanti... begitu aku masuk kerja, aku akan langsung memanggil tim pembersih untuk mensterilkan bengkel dari kuman," geram lady bos yang tidak mengira bahwa bengkel kesayangannya menjadi sarang kuman dan virus. Tidak heran dirinya sampai terkena tifus. Pasti sedikit banyak karena mereka yang tidak menjaga kebersihan.
"Bos, sementara jangan banyak berpikir dulu. Bos harus cepat sembuh, agar bisa menempeleng kepala mereka satu per satu, karena tingkah laku mereka yang lebih parah dari para balita," dukung Dilan sambil mengangguk.
"Baiklah," sahut lady bos yang tergelak pelan. "Lalu tentang pencuriannya bagaimana?"
Dilan menghela nafas dan menggeleng. "Belum ada perkembangan yang baru. Didik yang dikambing-hitamkan oleh pelaku, juga sudah kupastikan bersih. Sedangkan yang lain, juga tidak ada yang mencurigakan."
"Lalu apa yang akan kamu lakukan?"
"Dalam beberapa hari lagi, aku sudah meminta bantuan teman baikku yang berprofesi sebagai polisi untuk datang dengan kedok akan melakukan servis rutin. Aku berharap dia akan bisa membantu kita."
"Baiklah, aku serahkan semuanya padamu."
Bersambung...