"Li." Suara Alga lembut menyentuh gendang telinganya.
"Iya, sayang." Kuat-kuat Eiryl menahan debaran hebat saat mengucapkan dua kata itu.
Alga mengelus surai gadisnya dengan penuh rasa sayang. "Bolehkah aku mengatakan sesuatu? Berbicara jujur mengenai aku yang kala itu berani mendekati mu, bahkan bisa terbilang begitu lancang. Bolehkah?"
"Apa itu?"
"Tapi jangan pernah menyesal, ya?"
"Memangnya apa?"
"Janji?" Alga mengangkat jari kelingkingnya.
"Iya." Eiryl menakutkannya. Rasa penasarannya membuncah tatkala pandangan Alga berubah menjadi serius.
"Awal-awal aku mendekatimu hanyalah iseng dari Arya dan Dimas. Mereka mengajakku untuk taruhan, tapi aku menolaknya. Karena membayangkan, bagaimana jika ibuku dijadikan bahan untuk taruhan? Pasti akan sangat pedih, bahkan jadi hancur." Alga menarik napasnya sebelum kembali melanjutkan kalimatnya.