Chereads / Gadis Pilihan / Chapter 18 - Cuma Teman Sekolah

Chapter 18 - Cuma Teman Sekolah

Seperti nya Eiryl memang tidak bisa membiarkan obat-obatan milik Alga dengan botol nya yang berserakan tidak teratur di atas nakas. Dan sekarang, gadis itu tengah menyusun nya sedemikian rupa agar terlihat lebih rapi. Alga tidak akan pernah melarang nya, ia malah membiarkan Eiryl untuk merapikan kamar rawat nya yang terlihat berantakan. Lagipula tidak ada salah nya, bukan?

"OCD yang buat gue kayak gini."

Iya. Alga ingat kalimat itu. Kalimat yang Eiryl katakan dengan begitu berat demi bisa mengakui keadaan nya.

Perhatian nya teralih pertanyaan Arya kembali mengisi hening nya ruangan.

"Ini poster The Beatles pas debut, kan?" tanya Arya sok tahu.

"Nggak tau, Mas saya." Alga malah mengedikkan bahu nya.

Namun, perhatian Arya cepat teralihkan oleh satu benda yang terlihat seperti body protector. "Ini apa, Ga?" Ia mengangkat nya.

"Menurut kamu apa?" Alga masih saja mau menanggapi orang segila Arya.

Arya mengenakan alat itu. Lalu memencet tombol yang otomatis akan membuat alat itu bergerak menepuk-nepuk dada dan punggung nya.

"Nwan, inwi gwimwanwa nwan?!" seru Arya panik sendiri.

Alga malah tertawa melihat kelakuan gila teman nya yang merasakan getaran di dada dan punggung nya. Ia melirik reaksi teman-teman nya terhadap Arya.

Dimas geleng-geleng kepala. Putri merotasikan bola mata nya dengan gemas, dan Eiryl hanya ikut tertawa hingga di buatnya terpingkal.

"Sumpah, bukan teman gue itu," ujar Dimas gemas.

Ceklek!

Alga mematikan alat itu. Membuat Arya seketika terdiam merasakan sensasi saraf motorik yang masih belum berhenti untuk mengirim informasi ke sistem saraf pusat.

"Kenapa lo?" tanya Dimas tertawa melihat ekspresi wajah Arya.

Cengo.

"Rasa nya kayak ada debaran cinta yang berbunga-bunga," ujar Arya dengan raut bingung nya. Sukses membuat teman-teman nya terpingkal.

Di sisi lain, Alga bersyukur karena kehadiran teman-teman nya sehingga bisa menepikan rasa sunyi yang kian melenyapkan bunyi.

Tok! Tok! Tok! Tok! Tok!

Terdengar ketukan pintu yang seakan tidak sabar untuk segera dibuka oleh pemilik nya.

Alga beranjak dari tempat nya dan membuka pintu kamar rawat nya lebar-lebar sampai memperlihatkan sosok laki-laki seumuran nya. Dan laki-laki yang sedang membawa tongkat sakti milik Harry Potter. Ah, bukan. Itu tongkat yang selalu di bawa nya untuk membantu nya berjalan.

"Defghi," panggil Alga berbinar. Namun sayang, ia dan Defghi tidak bisa saling berpelukan. Justru mereka di haruskan untuk menjaga jarak hingga enam kaki.

"Lo manggil atau ngehina gue?!" Defghi meraung sedikit kesal. Lagipula kenapa orang tua nya sejahat itu sehingga menamai nya Defghi? Apa mereka tidak ingin ambil pusing dalam mencari nama yang lebih bermakna selain Defghi yang tersusun dari susunan abjad?

"Ya manggil." Alga terkekeh.

"Call me Gigi not Defghi." Gigi memprotes nya.

"Oke. Maaf, saya suka lupa."

"By the way, di dalem ada siapa, tuh?" Gigi melongok ke dalam.

"Well, just my friends" jawab Alga.

Gigi mendelik. "Lo selingkuh dari gue?"

"Selingkuh gimana?" tanya Alga tidak mengerti.

"Gue di sini kesepian dan lo baru tiga hari sekolah udah langsung dapat temen," sarkas Gigi.

"Teman saya teman kamu juga," ujar Alga.

Gigi mendengus. "Beneran?"

"Iya."

"Serius?"

"Kamu menganggap saya pembohong?"

"Lo emang penipu ulung." Gigi mendorong perut Alga dengan tongkat nya hingga mengadu kesakitan.

"Biar cepet mati," canda Gigi.

Alga mendesis. Ia memang pernah mengatakan hal itu, tapi menurut nya, sebaik nya Gigi tidak perlu lagi membahas hal yang sudah berlalu.

"Hai," sapa Eiryl dengan ramah pada Gigi.

"Nah, kan. Curang lo!" Gigi masih meraung dengan kembali mendorong perut Alga dengan tongkat nya.

"Curang gimana? Mau kenalan ya kenalan aja kali." Kini Alga yang berubah emosi. Pasalnya Gigi bersama tongkat nya tidak mau diam.

"Gigi." Laki-laki itu meraih uluran tangan Eiryl.

"Siapa nya Alga?" tanya nya langsung pada poin nya.

Eiryl menoleh pada Alga. Tidak mungkin ia mengatakan bahwa diri nya pacar Alga. Apalagi Alga belum menyatakan perasaan nya secara resmi.

"Cuma teman sekolah," jawab Eiryl kemudian.

Mendengar jawaban itu, Alga hanya menatap Eiryl dengan tenang.

"Kalian nggak taken, gitu?" Gigi menatap dua makhluk di hadapannya dengan bingung.

"Kalo mereka udah taken, lo mau ngapain?" timpal Arya berdiri di samping Alga.

"Kali aja belum, kan bisa buat gue. Lumayan bidadari," jawab Gigi terlihat menggoda. Ah, bukan. Mulai menyulut emosi Arya.

"Udah lah. Nggak ada taken-takenan, lerai Alga. "Kenalin, nih. Temen-temen saya," lanjut nya meminta pada ketiga teman nya untuk saling berkenalan dengan Gigi.

"Putri."

"Gigi."

"Dimas."

"Gigi."

"Arya."

"Gigi."

Mereka bersalaman. Saling mengenal dan sekarang Gigi memiliki teman baru.

"Ehm!"

Alga kenal dengan suara deheman itu. Suster Yunan, sosok yang di kenal tegas agar semua pasien menaati peraturan nya.

"Alga," panggil nya lalu beralih pada, "Defghi."

Gigi memutar bola mata nya dengan sebal. Ia tidak suka dengan panggilan itu. Karena menurut nya malah seperti mengeja huruf abjad.

"Ingat sama pantangan kalian," ujar Suster Yunan dengan tegas.

"Oh siap, kaptenkuuu," balas Gigi menyebalkan.

"Iya." Sedangkan Alga hanya tersenyum kalem.

Jujur saja. Eiryl yang melihat senyuman itu merasa kalau diri nya meleleh. Alga begitu manis.

Suster Yunan berlalu. Ia datang hanya untuk memberi peringatan pada dua anak mudah yang berada di bawah perhatian nya.

"Udah? Cuma gitu doang?" tanya Gigi menatap Alga.

"DEFGHI!!!" panggil Suster Yunan meski tanpa menoleh, tapi wanita itu tahu apa yang Gigi katakan tadi.

"Don't call me Defghi!" balas Gigi tidak bisa lagi menahan rasa gemas nya.

"Nama lo bagus kok," ujar Dimas.

"Itu pujian atau hinaan?" Gigi terlihat menatap Dimas dengan wajah nya yang menantang.

"Pujian di atas hinaan." Arya yang menjawab. Biar lah laki-laki itu yang menerima hukuman berupa pentungan tongkat milik Gigi.

Arya mendesis sebal. "Bisa nggak sih itu tongkat buat diem?!" raung nya.

"Dih, lo pikir ini tongkat bisa bergerak sendiri?" balas Gigi dengan gemas.

Suara gelak tawa kembali pecah.

"Sumpah, Ar. Lo bukan teman gue," ujar Dimas.

"Oke. Oke, Mas. Oke. Nggak masalah," balas Arya.

"Udah-udah. Ribut terus, ah. Ini rumah sakit, bukan ring tinju," ujar Alga menengahi.

"Yang bilang ring tinju siapa bambang?!" seru Gigi pada Alga.

"Nggak ada sih," Alga menggaruk tengkuknya.

"Udah lah. Gue mau ke kamar dulu. Ngantuk," pamit Gigi sambil melangkahkan kaki nya berlalu. Ia berjalan tertatih dengan tongkat di tangan nya. Menuju kamar nya yang tidak jauh dari kamar rawat milik Alga. Mungkin hanya berjarak sepuluh meter.

"Ga." Alga menoleh saat Eiryl memanggil nya.

"Dia kenapa?" tanya Eiryl begitu pelan.

Pandangan Alga kembali tertuju pada Gigi yang sebentar lagi hilang di balik pintu.

"Saraf di kaki kiri nya mati," jawab Alga membuat teman-teman nya seketika bungkam.

"jangan bercanda lo." Arya memukul bahu Alga pelan.

Alga menghela panjang. "Apa pantes hal kayak gitu di anggap bercandaan?" tanya nya seketika membuat Arya bungkam. Ia kemudian tertawa miris membuat teman-teman nya menatap nya dengan penuh tanda tanya.

"Yang saya ingat dari dia, dia akan cemburu kalau saya punya teman baru," ujar Alga.

"Loh, kenapa?" Dimas bertanya dengan kening yang berkerut.

"Gigi bilang, kalo cuma saya orang yang mau berteman dengan nya," jawab Alga.

Tapi Arya berdecak. "Baku amat sih lo kalo ngomong!" gerutu nya cukup sebal.

Alga hanya tertawa ringan. "Oh iya, besok dia ulang tahun. Kalian mau bantu saya?" pandangan nya mengedar.

"Tapi besok ada perkemahan di sekolah," ujar Putri mengingatkan.

"Bisa kok, bisa." Tapi Eiryl menyetujui nya dengan antusias.

Senyum tipis Alga mengembang. "Oke."

"Yaudah, oke," final Arya dan Dimas nyaris bersamaan.