"Kenapa kamu? Sehat kan Di?" tanya Ajeng-ibu Adiyaksa.
Adiyaksa hanya mengernyitkan dahinya mendengar pertanyaan ibunya. Bagaimana dia tidak merasa aneh, dia baru saja memasuki rumah tapi sudah diberi pertanyaan sehat atau tidak. Memang di wajahnya ini ada tulisan kalau dia sedang sakit jiwa atau bagaimana?
"Ya sehat to bu, memangnya kenapa?" Adiyaksa memandang ibunya sengit. Anggaplah dia anak yang durhaka, tapi begitulah keseharian ibu dan anak itu.
"Ya kamu itu lo, masuk ke rumah langsung ketawa ketawa sendiri kaya orang gila aja. Itu lagi bawa apa aja kamu. Bilang mau lamar anak orang, sekarang malah pulang bawa makan banyak banget, kamu mau bikin acara apa to?" oceh Rahayu cepat.
"Nih, dimakan. kalau gak habis ya dibagiin ke siapa aja terserah. Enak lo ini." Adiyaksa meletakkan makanan yang ia bawa di meja ruang tamu.
Rahayu bergegas membuka makanan apa saja yang dibawa Adiyaksa. Sebenarnya wanita paruh baya itu menaruh curiga pada anaknya yang jauh dari kata pendiam itu. Jujur saja dia sudah lelah melihat anaknya yang suka berbuat aneh-aneh. Kalau tidak patah hati ya mendapat pacar baru. Sungguh kalau bisa Rahayu ingin mengembalikan Adiyaksa ke dalam perutnya lagi atau kalau boleh dia ingin menukar Adiyaksa dengan anak yang akhlaknya lebih baik.
"Borong banyak banget to kamu ini, sok banget sih pergi ke kafe. Gimana lamaran kamu tadi?"
"Apanya, orang aku diselingkuhi. Kurang ajar memang. Tapi ibu tenang aja, aku udah dapat gantinya, lebih cantik, lebih seksi, meski jutek gak masalah." Adiyaksa menaikan sebelah kakinya ke atas sofa mahal milik orang tuanya.
Adiyaksa hanya menunjukan senyum lebarnya pada sang ibu. Ia tahu ibunya pasti kaget, tapi seharusnya ibunya itu sudah paham bagaimana dia. Kan dia sangat ingin segera menikah, jadi tidak masalah kalau menemukan tambatan hati secepat itu.
"Apa sih bu, gak usah kaget gitu lah." Adiyaksa mengerlingkan sebelah matanya saat melihat ibunya masih ternganga.
"Kamu ini baru saja diselingkuhi lo, sudah dapat gantinya lagi? Pikiranmu itu lo Adi dimana! Ibu gak mau tahu ya, pokoknya kamu harus serius kali ini, jangan main-main to Di sama perempuan," nasihat Rahayu yang hanya dibalas dengan anggukan semangat oleh Adiyaksa.
"Adiyaksa ini serius lo bu kali ini. Ibu tenang aja, kali ini Adiyaksa bakal berhasil nikahin perempuan itu. Tenang aja, mantu ibu yang ini bagus banget pokoknya," ucap Adiyaksa seraya meninggalkan sang ibu.
Adiyaksa juga sudah meminta asistennya untuk mencari tahu latar belakang dari Cintia. Dia tidak ingin salah melangkah kesekian kalinya, dia juga harus memastikan Cintia belum ada yang memiliki. Secepatnya Adiyaksa akan melakukan pendekatan dengan cara apapun. Jangan sebut dia Adiyaksa, pengusaha properti kaya raya di Yogyakarta kalau tidak bisa meluluhkan Cintia. Wanita seksi pemilik kafe.
Keesokan pagi.
Jam mahal yang melingkar pada pergelangan tangannya masih menunjukkan pukul delapan pagi saat Adiyaksa sampai di kantornya-Mahendra's Property. Adiyaksa tidak tahu kenapa dia berangkat lebih pagi dari biasanya. Adiyaksa hanya tahu bahwa dia sekarang merasa terlalu bahagia saja maka itu dia sudah berada di kantornya sepagi ini.
Adiyaksa menduduki singgasananya dengan gagah, kedua tangannya terlihat sibuk menghubungi asistennya untuk segera berangkat dan menemaninya di kantor. Bukan karena takut sendirian, tapi malas kalau tidak ada yang bisa ia ajak bicara.
Adiyaksa juga tidak tahu kenapa bibirnya itu tidak bisa diam, inginnya berbicara tanpa henti tidak peduli dengan lawan bicaranya itu akan jengah atau tidak. Adyaksa juga berpikir karena itulah dia bisa sukses menjadi pengusaha properti.
Pantas saja banyak wanita yang mengejarnya dan luluh dengannya. Mulutnya itu terlalu manis saat berbicara. Sayangnya kesialan yang selalu berpihak padanya. Kalau tidak diselingkuhi berarti dicampakkan karena bosan. Kalau tidak, berarti Adiyaksa ditinggal menikah.
"Ayo cepat berangkat, aku saja yang bos sudah sampai di kantor. Masa kamu yang asisten belum sampai. Gak malu kamu sama aku?" ucap Adiyaksa saat asistennya, Rio mengangkat panggilan teleponnya.
"Oalah pak, biasa juga bapak yang berangkat jam sepuluh. Ini saya baru mau sarapan udah di teror aja. hati-hati lo pak, orang yang kejam biasanya makin gak laku." Adiyaksa mendengus mendengar ucapan asistennya yang tidak tahu diri itu.
"Heh, berani kamu sama saya? Gak tak kasih gaji, mampus kamu gak bisa kencan! Enak aja ngatain bos sendiri. Sudah, pokoknya aku tunggu sampek satu jam lagi. Kalau gak datang juga, gajimu tak potong setengah biar makin mampus kamu!" Adiyaksa menutup panggilan telepon sepihak disertai tawa yang keluar dari bibirnya.
Dia suka sekali menggoda asistennya. Dia juga hanya bercanda tentang gaji yang akan dipotong setengahnya itu. Adiyaksa masih sadar dan tidak ingin dituntut kalau melanggar peraturan undang-undang.
Adiyaksa hanya duduk dan memutarkan singgasananya ke segala arah. Pikirannya melayang ke arah pujaan hatinya itu. Dia baru saja ingat kalau pagi buta tadi Adiyaksa sudah memaksa Rio untuk mengirim informasi tentang Cintia.
Dengan gesit Adiyaksa membuka laptopnya, membaca dengan cermat. Ekspresi yang Adiyaksa keluarkan pun bermacam-macam, mulai dari matanya yang melebar, menutup mulutnya yang ternganga, bahkan sampai memukul meja beberapa kali. Sungguh terlalu bersemangat.
Sekarang dia tahu harus apa. Tanganya kembali lincah bergerak mengetikkan nomor lalu menghubunginya.
"Halo, dengan Mentari kafe ya."
"Iya, selamat pagi. Dengan si-"
"Udah, gak perlu basa-basi. Saya mau pesan makanan yang best seller dari kafe itu. Saya borong dengan porsi masing-masingnya sepuluh. saya transfer sekarang, tapi harus bos kalian sendiri yang anter. Kalau bukan bos kalian sendiri yang antar saya minta kembali uang saya ya," sela Adiyaksa
"Loh loh, tunggu dulu pak tunggu. Ini siapa? Nanti beres pak, kita antar ke tempat bapak," jawab seorang wanita di seberang sana.
"Saya Adiyaksa Mahendra, yang kemarin borong di tempat kalian. Calon suaminya bos kalian itu lo. Tapi jangan bilang ke bos kalian kalau saya yang pesan. Cukup bilang ada pengusaha yang pesan dan saya akan kirim alamat saya. Paham?" Setelah pegawai itu mengatakan sesuai keinginan Adiyaksa, segera saja laki-laki itu memulai pekerjaannya. Dia juga sudah menyiapkan sebuah rencana untuk hari ini, yang pasti kejutan untuk calon istrinya.
Adiyaksa bekerja dengan hati membuncah bahagia, menunggu rencananya berhasil.
"Pantas saja waktu ketemu si adek manis sudah berdebar, ternyata dia jodohku yang tersembunyi. Buktinya jalan kita dilancarkan begini. Belum lagi banyak kejutan nanti buat si adek manis. Dijamin kita pasti jodoh. Pokoknya harus rajin ke gereja ini bentar lagi, biar bisa cepet nikah."
"Nanti boboknya sama adek manis, dipeluk adek manis. Duh...gak sabar," gumam Adiyaksa lalu meraup wajahnya kasar. kalau Adiyaksa berkaca pun wajahnya akan terlihat merah karena tersipu. Otaknya benar-benar dipenuhi Cintia.