Cintia kembali mengangkat kepalanya untuk membaca berita lebih jelas, dia harus menyiapkan segala amunisi untuk melawan Adiyaksa. Jangan sampai dia lengah dan kembali patah hati. Tangan wanita itu bergerak dengan lincah untuk menggulirkan layar ponselnya.
"Sering berkata ingin segera menikah lagi tapi tak kunjung meresmikan hubungannya bersama sang kekasih, apa alasan sebenarnya?"
"Kembali berganti kekasih dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, apa yang menjadi alasannya berganti kekasih secepat itu?"
"Perceraian tidak membuat Adiyaksa terpuruk, justru semakin sukses dalam bidang usaha properti, apa saja alasannya?"
Mata Cintia terasa ingin keluar dari tempatnya sekarang, jantungnya berdebar kencang seakan aliran darahnya berbalik, tangannya pun dingin seperti es. Duda?
Dia dikejar duda? Cintia tidak percaya ini!
Cintia tidak bisa lagi berpikir untuk tindakannya kedepan, apa yang dikatakan kedua orang tuanya saat tahu anaknya tiba-tiba dikejar oleh seorang duda? duda kaya? bisakah Cintia menghilang saja sekarang dia ingin melambaikan tangan, dia tidak kuat.
Tidak bisa membayangkan saat semua orang tahu bahwa wanita seksi dan cantik seperti Cintia Klara tiba-tiba dinikahi duda, semua orang di perumahannya bisa menganggap dia tidak laku hingga akhirnya memilih duda.
"Bahaya nih bahaya! habis aku kalau tetangga tahu, dijamin jadi bahan gosip satu perumahan, beda desa juga bakal tahu, " gerutu Cintia.
Cukup lama Cintia melamun memikirkan kehidupannya yang tidak akan tentram lagi, Sita-pegawainya memasuki ruangannya lagi dengan tangan kanan kirinya sibuk membawa pesanan Adiyaksa. Cintia hanya bisa menatap lemas akan banyaknya makanan.
"Ini mbak, silahkan diantar. Sudah ditunggu sama calon suami mbak bos, " Sita terkekeh geli.
"Enak aja. Jangan sampai ya aku nikah sama dia, " Cintia memandang Sita sengit. Berani-beraninya pegawainya ini mendoakan yang tidak tidak untuknya. Kalau sampai terkabul bagaimana?
"Sini makanannya, biar saya antar ke depan, biar tentram hidup saya," Cintia membawa makanan itu bersama Sita yang mengikuti langkahnya untuk keluar dari ruangan.
Seluruh pegawai Cintia memandang dengan geli bagaimana ibu bos mereka bersikap ketus pada orang asing. Terlebih mereka paham bagaimana Cintia yang sangat susah didekati. Cintia dan ucapan sadisnya tidak akan terpisah.
"Ini punya kamu! udah kan? mas bisa pulang sekarang, kalau perlu saya bukain pintunya buat mas, " Cintia bersedekap di hadapan Adiyaksa. Dia menang sekarang, karena Adiyaksa tidak mungkin meminta uangnya untuk dikembalikan.
"Duduk dulu kali, buru-buru amat sih sayang, nanti aku pulang, kamunya kangen. "
"Sini puas-puasin dulu mandangin mas, ya dek, " ucap Adiyaksa mendayu serta alisnya yang dinaik turunkan.
Batin Cintia bergidik ngeri melihat Adiyaksa yang semakin berulah, sesuai perkataanya bahwa dia akan semakin gigih, tapi 'kan tidak perlu seperti ini. Cintia justru semakin geli melihatnya. Terlebih panggilan yang baru saja disematkan untuk Cintia, semakin membuat wanita itu menahan napas.
"Gak usah aneh-aneh ya kamu, sana pulang. Cafe saya gak terima kamu lagi, " sinis Cintia dengan berjalan ke arah pintu keluar cafe, membukanya dengan lebar dan memberi isyarat pada Adiyaksa untuk segera keluar dari sana. Adiyaksa hanya mengangkat bahunya tidak peduli.
"Aku akan kesini setiap hari, untuk nemuin adek sayangku tercinta, kalau perlu mas lamar adek sekarang juga, gimana?"
Cintia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya, dia seakan diikat dengan tali tak kasat mata hingga tidak bisa menggerakkan tubuh seinci pun, napas Adiyaksa pun menyapu tiap jengkal wajahnya dengan sempurna bahkan Cintia bisa menghirup aroma perpaduan whiskey dengan citrus dari tubuh Adiyaksa. Dia hanya bisa menghirup rakus aroma itu secara refleks. Batinnya meronta ingin memeluk Adiyaksa, aroma tubuhnya sangat menggoda dan bisa Cintia pastikan, parfum-nya berasal dari brand terkenal dunia.
"Mas wangi ya dek? peluk coba, mas gak masalah," Adiyaksa kembali tersenyum menggoda ke arahnya.
Dengan segera Cintia berdiri dengan tegap, menormalkan raut wajahnya yang sudah seperti wanita kurang kasih sayang bahkan dia yakin wajahnya telah bersemu merah hingga telinga.
"Sial!harga diriku hancur karena aromanya saja! fokus Cintia fokus!" batin Cintia mengumpat.
"Ehem...apasih, sudah sana pulang," Cita berdehem pelan sambil memberikan lirikan sinis pada Adiyaksa.
Semakin memuncak emosinya saat melihat Adiyaksa melangkah pergi dengan mudahnya setelah membuat hati dan otaknya kacau.
"Apalagi itu? senyum macam apa yang dia tunjukkan barusan? astaga! Cintia bodoh!" Cintia menutup pintu cafenya dengan keras lalu berjalan dengan menghentak keras. Dia juga sudah menjadi bahan tontonan sejak tadi.
"Widih… Ibu bos, habis diputusin mah sekarang dapetnya yang lebih mapan ya bu bos, terkenal lagi, dijamin gak nyesel bu bos, " Cintia semakin mengerutkan wajahnya saat mendengar berbagai godaan dari pegawainya. Hanya melemparkan tatapan sinis lalu kembali berjalan.
Cintia benar-benar merutuki kebodohannya yang terbuai begitu saja, dia sudah menjadi tante-tante mengerikan beberapa menit lalu, semoga saja karena adegan yang tidak diinginkan itu cafenya tetap akan ramai. Kalau semakin sepi, bisa dipastikan Cintia akan mengirimkan kutukan pada Adiyaksa.
***
Terdengar tawa keras Adiyaksa yang menggema di dalam mobil. Dia sangat puas setelah melihat raut muka Cintia saat wajahnya kian mendekat, Adiyaksa memang tidak terkalahkan. Dia sangat yakin, Cintia bisa didapatkan dengan mudah, jika bukan karena hartanya, tapi pasti bisa menggunakan rayuan yang Adiyaksa lontarkan.
Wanita tetaplah wanita, akan selalu luluh dengan rayuan, wajah tampan, kekayaan dan Adiyaksa memiliki semuanya. Hanya istri yang dia tidak punya.
"Tenang dek, mas akan temui kamu lagi besok. Mas akan kejar kamu dek, sampai dapat."
"Jangan panggil Adiyaksa, kalau gak dapat si adek seksi Cintia," Adiyaksa bertekad.
Adiyaksa segera melajukan mobil mewahnya membelah jalanan Yogyakarta, lampu bangunan mulai dinyalakan, memberikan kesan hangat pada setiap orang yang berlalu lalang disekitarnya, banyaknya pejalan kaki serta arsitektur Yogyakarta yang tidak pernah tergantikan. Suasana kuno masih bisa Adiyaksa rasakan, bersamaan dengan dibukanya jendela mobil Adiyaksa, angin senja mulai menusuk kulitnya, menghangatkan hatinya yang telah lama dipermainkan dengan yang namanya cinta.
Dia tidak seburuk itu untuk menyukai Cintia karena tubuhnya. Adiyaksa melihat dengan baik bagaimana Cintia diputuskan begitu saja oleh kekasihnya. Meski raut muka Cintia tidak terlihat sedih, tapi Adiyaksa yakin, di dalam lubuk hati Cintia pasti merasa kehilangan. Tapi Adiyaksa berani berjanji, akan memperlakukan Cintia dengan baik karena dia sudah memilih Cintia untuk hidupnya. katakanlah dia gila, tapi memang yang terjadi adalah jantungnya berdebar keras, tubuhnya meremang saat melihat Cintia. Dia sudah terpikat begitu saja.
"Tapi… Tunggu! Makanan sebanyak itu buat apa? orang satu perumahan? total orang di rumah saja hanya ada 10 orang. "
"Tapi gak apa-apa, ini namanya melancarkan usaha calon istri," gumam Adiyaksa penuh percaya diri.