Dreena membulatkan matanya sempurna ketika melihat dan membaca layar laptopnya. Mulutnya pun tanpa sadar terbuka, ia pun segera menutupnya dengan satu telapak tangannya seraya menggelengkan kepalanya tidak percaya.
"No ... no, no, no!" pekiknya histeris.
Ia menatap layar ponselnya nanar. Mata indahnya pun mulai meredup sinarnya bergantikan awan mendung tanpa pelangi lagi. Detik itu juga seolah ia mengutuk dirinya sendiri. Mengapa dirinya harus menderita penyakit langka dan aneh seperti itu? Mungkin seandainya Dreena menyukai sosok monster tersebut, bisa jadi ia tidak histeris seperti ini.
"Ya Tuhan, Mengapa aku harus mengalami ini semua? Apakah aku bisa sembuh dari penyakit langkah itu?" lirihnya berkaca-kaca.
Kristal bening itu pun pecah seketika, mengalir perlahan di pipi lembutnya. Dengan segera ia mematikan layar ponselnya dan berharap informasi di situs pencarian internet itu adalah palsu atau tidak benar.
Dreena pun menaiki ranjang tidurnya, ia hanya duduk meringkuk di atasnya sambil bersandar di sandaran ranjangnya. Ia memeluk lututnya, lalu memeluk bantal gulingnya menyembunyikan suara isak tangisnya saat ini.
Ada banyak perasaan yang bergumul di hatinya. Rasa takut, gelisah, sedih, marah & kecewa menjadi satu yang ia rasakan detik ini juga. Segara pikiran-pikiran negatif, terbayang di benaknya.
"Apa penyakit itu akan mengubah hidupku suatu hari nanti?" Dreena bergumam lirih ketika mengucapkannya, di sela-sela isak tangisnya.
***
Sementara, kedua orang tuanya yang berada di kamar terpisah juga merasakan perasaan yang sama seperti apa yang dirasakan oleh putri mereka saat ini. Andres hanya terduduk di sofa kecil yang berada di dalam kamarnya bersama Sekar di sisinya yang menemani.
"Seharusnya dia tidak usah kita kasih tahu tentang penyakitnya, Ma," tutur Andres dengan raut putus asa.
"Iya, Pa. Tapi ... bagaimanapun, Dree memang harus tahu semuanya. Dia anak yang cerdas, justru aku sekarang takut jika dia sudah mencari tahu segalanya tentang penyakitnya. Semoga saja dia tidak mengingat nama penyakit yang dia idap," tukas Sekar, yang sama-sama terlihat putus asa dengan semua yang dihadapi oleh keluarga mereka.
"Iya, Ma tuh juga yang Papa khawatirkan usai mengatakan penyakit yang dia idap. Dia sudah cukup besar untuk mengetahui semuanya. Papa akan mencarikan dokter terbaik untuk menyembuhkan penyakitnya, kalau perlu kita berobat ke luar negeri."
Sekar hanya mengangguk pelan menyetujui ucapan suaminya. Kemudian Andres pun mendekap istrinya dengan lembut. Ia takut jika istrinya sebenarnya begitu terpukul dengan apa yang keluarganya telah alami.
"Sudah kamu jangan ke butikmu dulu hari ini, lagi pula masih ada pegawaimu yang menjaganya. Katakan saja jika hari ini kamu ada urusan keluarga atau sedang tak enak badan atau apalah," tambah Andres melepaskan dekapannya dari tubuh sang istri.
"Iya, Sayang. Nanti Mama hubungi kepala butik. Terima kasih ya, Pa." Sekar menyunggingkan senyum indahnya.
"Terima kasih untuk apa? Mama ini 'kan istri Papa. Seharusnya sebagai seorang istri, Mama tidak perlu bekerja lagi, Sayang."
"Mana bisa, ini sudah menjadi cita-cita Mama sejak dulu. Mama juga bosan jika harus seharian berada di dalam rumah. Lagian, Mama di butik hanya setengah hari sekalian mengecek pemasukan serta pengeluaran di butik. Itu bukan berarti Mama tidak percaya dengan para pegawai, tapi Mama ini 'kan orangnya cukup detail, Pa," papar Sekar, yang selalu bersemangat jika membicarakan tentang pekerjaannya.
Mereka pun memutuskan untuk keluar kamar karena hari ini adalah weekend, maka Andres memutuskan untuk menghibur putrinya.
"Bagaimana jika hari ini kita keluar rumah saja, pokoknya hari ini kita buat putriku benar-benar seperti putri di kerajaan. Apa pun yang dia inginkan akan Papa kasih hari ini, pokoknya Dreena tidak boleh sedih memikirkan tentang penyakit langkanya," usul Andres penuh semangat.
Sekar pun berbinar senang. "Mama setuju sekali, ayo kita ke kamarnya sekarang!"
Mereka pun segera menghampiri kamar Dreena untuk mengajak Dreena keluar rumah di hari weekend ini. Andres juga menganggap ini sebagai pengganti liburan ke luar negeri yang batal itu. Meski ia tahu, ini semua tidak sebanding. Namun, setidaknya ia dan istrinya dapat menyenangkan putri semata wayang mereka.
***
Tiba di depan kamar Dreena, Andres pun mengetuk kamar putrinya. Ia mengetuknya tidak terlalu keras. Sebab ia tidak ingin membuat putrinya merasa terganggu. Tak lupa ia pun memanggil nama putrinya beberapa kali seraya terus mengetuk pintu di hadapannya.
Menunggu berapa saat, barulah Dreena menyahut dari dalam kamarnya. "Iya, ada apa lagi?" ketus Dreena mengeraskan nada bicaranya.
"Boleh Papa dan Mama masuk ke kamarmu lagi?" ucap Andres.
"Kata saja apa yang ingin kalian katakan padaku? Lagipula sekarang aku sudah tahu semua penyakitku. Aku sudah tahu semuanya, Pa, Ma," cicitnya menahan isak.
Suara Dreena sedikit parau dan terdengar begitu lemah nyaris pelan. Andres dan Sekar yang berada di depan pintu kamar putrinya itu, hanya dapat menarik napas dalam-dalam lalu mereka menghelanya dengan kasar.
"Tolong buka pintu kamarmu dulu, Dree. Biarkan Mama dan Papa masuk ke kamarmu," tambah Sekar dengan suara lembut keibuannya.
"Aku tidak ingin diganggu kali ini!" teriak Dreena.
"Ya sudah, kalau kamu tidak mengizinkan Mama dan Papa masuk tidak apa-apa kok. Hari ini kita akan keluar rumah, ayo kamu siap-siap ya, Sayang. Nanti kami tunggu di ruang tamu," tukas Sekar tetap dengan nada lembutnya.
Sekar menoleh ke arah suaminya, lalu mengangguk sekali. "Ayo, Pa kita bersiap juga!"
"Ehmm, ya sudahlah. Jangan lupa ya, Dree kami tunggu di bawah di ruang tamu ya!" Andres kembali mengingatkan.
Mereka pun melangkah menjauh dari depan pintu kamar Dreena. Tanpa menjelaskan apa-apa lagi, Sekar dan Andres menyuruh Dreena untuk bersiap-siap.
***
Sedang di dalam kamarnya, Dreena masih duduk meringkuk memeluk bantal gulingnya. Ia bingung dengan apa yang orang tuanya katakan. "Keluar rumah? Apa yang mereka rencanakan?" pikirnya.
Sepuluh menit telah berlalu, Dreena masih dengan posisi yang salam. Lalu seakan ia mengingat sesuatu mengenai penyakitnya. Ia segera bangkit dari ranjangnya dan bergegas membuka kembali laptop di meja belajarnya. Dreena pun kembali menghidupkan layar laptop di hadapannya.
Kali ini ia ingin membaca semua informasi mengenai penyakit yang ia derita. Mungkin tadi ia terlalu shock mengetahui itu semua. Ia menarik napasnya dalam-dalam menguatkan hati serta pikirannya. "Aku harus tahu semuanya, aku juga harus tahu apa penyebabnya," gumamnya sedikit antusias.
Layar pada laptopnya sudah menyala, usai memasuki password untuk masuk ke layar menu Dreena pun segera mengklik kolom pencarian di internet. Ia kembali menuliskan nama penyakit yang ia idap saat ini.
"Porfiria," gumamnya seraya mengetik di keyboard laptopnya.
***
Hai, Readers!
Gimana, kalian suka dengan ceritaku?
Aku harap kalian suka dengan ceritaku ya! Aku tunggu vote star & krisan/review terbaik kalian ya.
Terima kasih & selamat membaca.
Temui jejakku di IG: @yenifri29 & @yukishiota29