Dengan langkah gontai, Dreena keluar dari dalam toilet yang berada di dalam kamarnya. Suara ketukan pintu semakin keras, belum lagi suara kedua orang tuanya yang memanggil namanya.
"Mereka mau apa lagi si? Berisik sekali uhh," gerutu Dreena dalam hati.
Dreena berusaha tidak menghiraukan suara-suara itu. Ia melangkah ke arah lemari pakaiannya dan mengganti pakaian tidurnya dengan pakaian rumah. Ia masih tidak ingat atau memang pura-pura melupakan ajakan kedua orang tuanya.
Sampai ia selesai mengganti pakaian, suara-suara itu masih saja berisik mengganggu telinganya. Karena kesal, Dreena pun memutuskan untuk membuka pintu kamarnya. Ia berjalan malas ke arah pintu kamarnya. Memegang gagang pintu lalu menariknya ke arah dalam.
Tepat saat itu, bi Aida memberikan kunci duplikat kepada Sekar. "Ada apa?" sapa Dreena datar.
Melihat pintu kamar putrinya terbuka, Andres dan Sekar pun senang. Sorotan mata mereka berbinar-binar saat menatap putrinya di hadapan mereka.
"Sayang!" pekik Andres dan Sekar, nyaris berbarengan. Mereka segera saja menghambur mendekap putri mereka dengan sangat erat.
Dreena yang tidak mengerti apa maksud dari semua ini, ia berusaha melepaskan pelukan dari kedua orang tuanya. "Ihh, apaan si? Mama dan Papa kenapa si?" tanyanya ketus.
Andres dan Sekar melepas dekapan mereka dari tubuh Dreena. "Ihh, Mama dan Papa tuh tadi khawatir. Habis sedari tadi kami mengetuk pintu dan memanggil namamu berkali-kali tidak ada jawaban darimu. Mama dan Papa khawatir jika terjadi hal yang tidak diinginkan menimpamu, Sayang," papar Sekar.
"Iya, Non. Tadi Bi Aida juga sudah panggil-panggil Non Dreena, ehh tidak ada jawaban juga. Bibi juga khawatir, apalagi kemarin Non Dreena habis dari rumah sakit kan?" sambung bi Aida.
"Aku tadi cuma ketiduran kok, memang ada apa ya? Kenapa kalian khawatir sekali denganku?" tutur Dreena, masih dengan nada suara yang terdengar ketus dan jutek.
"Kita 'kan hari ini mau pergi keluar, Dree. Lah kamu malah ketiduran. Pantas saja dari tadi dipanggil tidak dengar-dengar. Ayo sekarang siap-siap!" sahut Sekar.
"Iya, sana ganti pakaianmu, Dree. Papa dan Mama tunggu di bawah ya. Awas kalau ketiduran lagi!" tambah Andres memerintah.
Dreena malah mengernyitkan dahinya heran. "Pergi keluar? Ke mana? Mau apa? Aku tidak mau keluar rumah. Di luar pasti panas sekali. Aku malas, Pa, Ma," tolak Dreena sedikit memaksa.
"Gimana kalau kita ke mall saja? Shopping, makan dan lain-lain yang kamu suka, Dree. Gini deh, gimana kalau tahun depan saja kita liburan ke luar negeri? Sekarang kita jalan-jalan di sekitar Jakarta saja," usul Andres.
"Sudahlah Pa, Dreena malas keluar rumah. Kalian pergi saja berdua, ajak bi Aida atau siapa kek." Lagi-lagi Dreena menolaknya. Kali ini nada suaranya lebih keras.
Sekar menoleh ke arah suaminya, ia hanya menggeleng pelan sebagai isyarat agar tidak terlalu memaksa Dreena untuk keluar rumah. Andres yang menyadari isyarat tersebut hanya tersenyum tipis dan membalasnya dengan anggukan kepala pelan.
"Ya sudah, Sayang. Papa dan Mama tidak akan memaksa kok. Kalau begitu, gimana kalau kita menonton film bersama di ruang keluarga? Kamu mau nonton film apa?" Andres masih membujuk putrinya yang sudah acuh tak acuh terhadapnya.
Dreena menghela napas kasar sebelum akhirnya menjawab, "Tolong jangan ganggu aku, biarkan aku tetap di kamar." Dreena menutup pintu kamarnya sedikit kasar.
"Ehh?" Andres hanya melongo memandangi pintu yang tertutup. Ia menoleh ke arah istrinya seraya mengangkat kedua bahunya. Sekar hanya tersenyum simpul. "Biar saja, dia butuh waktu sendiri kok. Biar nanti Mama yang bicara dengannya. Yuk, katanya mau nonton film!" Sekar bergelayut manja di lengan suaminya itu.
Melihat kemesraan majikannya, bi Aida pun turun ke lantai bawah lebih dulu. Ia tidak ingin mengganggu pasangan suami istri tersebut. Lagipula masih banyak pekerjaan rumah yang harus ia selesaikan. Ia masih harus menyiapkan makan siang dan lain sebagainya.
***
Akhirnya, Sekar dan Andres tidak jadi pergi keluar rumah, meski mereka sudah rapi. Mereka berakhir di ruang keluarga sembari menyaksikan film kesukaan Sekar. Belum lama ini, ia membelinya di situs belanja online.
Padahal ia sudah 2 kali menontonnya, tapi tetap saja ingin mengulanginya. Sebuah drama romantis dengan tema yang tidak biasa dari Negeri Gingseng. Meskipun Andres menolaknya, pada akhirnya ia tak tega apabila melihat istrinya merajuk. Andres tidak ingin 2 wanita di dalam hidupnya harus membenci dirinya.
Sebab sedari tadi ia memikirkan tentang putrinya, Dreena. Tidak biasanya Dreena berbicara dengannya sekasar itu dan menutup pintu secara tiba-tiba. Andres berharap, keadaan putrinya akan membaik.
"Dasar, gini saja nangis. Ini 'kan cuma drama, kenapa cengeng banget si Ma?" ledek Andres, melirik ke arah istrinya.
"Tahu ahh, Mama mau ke kamar Dree saja. Lagian sebentar lagi mau jam makan siang. Sekalian ajak dia turun juga. Semoga saja kali ini dia lebih melunak." Sekar beranjak dari Sofanya.
***
"Mereka harusnya tahu, kalau aku sudah tidak bisa terkena sinar matahari lagi. Apa mereka tidak tahu hal ini?" pikir Dreena yang terbaring menatap langit-langit kamarnya.
Ia mengangkat kedua tangannya, memandang betapa pucat dan kurusnya tangan yang ia miliki. "Kenapa kulit tanganku jadi pucat seperti ini?" gumamnya.
Dreena termenung memikirkan penyakit langka yang ia idap. Ia bertanya-tanya dalam hati, mengapa penyakit langkah ini bisa ia alami. Dreena masih bingung dengan penyebabnya. Karena dari apa yang ia temukan di artikel, tidak ada satu pun penyebab yang membuatnya mengidap penyakit ini.
Ia sempat memikirkan tentang genetika, tapi siapa dari keluarganya yang mengalami hal yang sama sepertinya? Semakin dipikirkan memang membuatnya semakin pusing. Ia hanya berharap bisa hidup dengan normal lagi. Meski Dreena jarang keluar rumah, tapi ia harus keluar rumah untuk pergi ke sekolah. Belum lagi ia juga harus mencari sekolah SMA dan segala keperluannya untuk masuk ke bangku SMA.
Dreena memikirkan, bagaimana jika penyakitnya semakin parah dan ia sulit untuk pergi ke sekolah? Di sekolah juga, banyak kegiatan yang memang mengharuskan menggunakan lapangan sekolah. Berkumpul di bawah teriknya mentari pagi ketika para murid harus melaksanakan upacara bendera setiap hari senin.
Haruskah Dreena berdiri di bawah pohon nan rindang? Sepertinya itu tidak mungkin, sinar mentari mampu membias ke mana pun. Menghangat seluruh permukaan bumi dengan adil. Tidak pula ia harus berdiam diri di kelas atau mungkin di ruang UKS, jika dirinya terlihat baik-baik saja bukan?
***
Hai, Readers!
Apa kabar?
Apa kamu masih membaca ceritaku?
Ikuti terus kisah Dreena ya, guys!
Semoga kalian suka. Aku tunggu star vote, gift bila berkenan & krisan/review terbaik kalian ya.
Terima kasih & selamat membaca.
Follow IG: @yenifri29 & @yukishiota29