Dreena membuka matanya perlahan, ia pun mengerjap-ngerjapkan matanya. Memandang sekelilingnya yang tampak asing.
"Ini di mana? Lah kok ... kamarku jadi gini?" pikir Dreena memicingkan matanya.
Suasana di sekitarnya begitu gelap dan sunyi.
Di mana Dreena sebenarnya berada?
Dreena beranjak dari ranjang tidur yang tampak asing baginya. Interior kamar itu berbeda jauh dengan interior kamar pribadinya. Saat ini ia berada di sebuah kamar yang mungkin lebih luas daripada kamar pribadinya. Sebuah kamar mewah dengan nuansa klasik kuno. Warna merah darah dan hitam pekat menjadi warna dominan di kamar itu.
Berdinding hitam pekat, gorden dan permadani bulu yang berwarna merah darah. Begitu juga dengan dekorasi-dekorasi yang ada pada ruangan kamar itu, tak luput dari warna hitam dan merah. Memandang berkeliling membuat Dreena bergidik ngeri.
Belum lagi, suasana kamar yang tampak gelap hanya beberapa lilin terpajang di atas sebuah meja atau nakas. Menambah kengerian di sekitarnya.
"Ya Tuhan ... a–aku di mana? Kenapa kamarku jadi begini? Apakah ini mimpi? Ini bukan kamarku," lirihnya, yang menunjukkan mimik ketakutan terlukis jelas di wajah pucatnya.
Dreena sudah tak tahan berlama-lama di dalam ruang kamar yang menyeramkan itu. Ia pun cepat-cepat melangkah ke arah pintu. Namun, ia membukanya dengan perlahan. Pintu kamarnya tidak terkunci.
Ia semakin terkejut melihat luar kamarnya juga berbeda. Rumah ini mirip seperti rumah para Bangsawan Eropa tempo dulu. Meski tampak mewah, elegan dan cantik, akan tetapi begitu klasik dan menyimpan kisah misterius di dalamnya.
"Apa? Ini benar-benar bukan rumahku. Di mana Mama dan Papaku? Entah kenapa, tiba-tiba aku jadi membutuhkan mereka. Aku menyesal, tadi sudah menyuruh mereka keluar dari kamarku. Sekarang aku malah terjebak entah di mana ini. Ya Allah, aku takut ...," gumamnya mulai terisak.
Dreena pun berjalan menelusuri lorong. Ada beberapa ruang kamar di dekat kamar tadi. Senyap, keadaannya bahkan lebih menyeramkan daripada di kamar tadi. Dinding-dinding rumah itu kombinasi warna hitam dan merah.
Sampai akhirnya, Dreena menyadari jika ia berada di sebuah lantai atas. Mungkin ia berasa di lantai 2. Ia melihat sebuah balkon dan juga tangga yang menjulang ke bawah. Mirip seperti tangga di rumahnya. Hanya saja tangga di rumah ini lebih klasik dan kesan Bangsawan Eropa-nya begitu kental.
Dreena perlahan menuruni anak-anak tangga yang berhias karpet bulu halus dan lagi-lagi berwarna merah. Di rumah ini tidak ada warna lain kecuali Merah dan Hitam. Tetiba langkahnya terhenti ....
Sayup-sayup ia mendengar suara orang lain berbicara di lantai bawah. Jelas bukan suara ayah ataupun ibunya. Lantas suara siapa?
"Ada suara, siapa itu?" batinnya menghentikan langkah.
Suara yang ia dengar sangat samar, tidak terlalu terdengar dengan jelas. Karena rasa penasaran atau kepo yang tinggi, membuat Dreena memasang telinganya baik-baik. "Ah, sial kenapa masih tak terdengar?" keluhnya.
Dreena pun melangkah menuruni anak tangga itu lagi agar ia bisa mendengar suara orang berbicara di lantai bawah. Posisinya saat ini, cukup membuatnya untuk bisa mendengar semua pembicaraan dengan jelas.
"Siapa yang mereka bicarakan? Putri? Bentar deh ... apa? Putri Arabelle? Kenapa namanya mirip dengan nama tengahku? Siapa sebenarnya yang mereka bicarakan?" batin Dreena bertanya-tanya.
Dreena dapat mendengar beberapa orang yang sedang berbincang. Seakan pembicaraan mereka sangat serius. Membuat Dreena semakin berpikir keras. Rasa penasarannya membuatnya ingin mengetahui lebih banyak lagi. Namun, ia takut jika mereka adalah orang asing atau mungkin orang yang akan berniat jahat.
Siapa mereka sebenarnya?
***
Memasang telinga dan menjaga jarak agar tidak diketahui orang-orang yang berada di rumah itu. Begitulah yang saat ini Dreena bisa lakukan. Ia harus ekstra hati-hati, jikalau ada seseorang yang memergokinya.
Layaknya seorang pencuri atau pengintai, Dreena melirik kiri kanan dan depan belakang. Ia menoleh dengan hati-hati dan berdiri di tempat yang dirasa sudah cukup aman. Ia yakin di lantai atas tidak ada seorang pun kecuali, dirinya sendiri.
"Lebih baik aku berdiri dan mengawasi dari sini. Di sini aku cukup jelas mendengar pembicaraan mereka. Lagipula sepertinya, di lantai atas tidak ada seorang pun. Jadi aman, tidak akan ada orang lain lagi selain diriku yang akan menuruni tangga ini," pikirnya penuh keyakinan.
Dreena begitu serius mendengarkan mereka yang sepertinya, sedang melakukan meeting atau pertemuan keluarga yang sangat penting. Rasa penasaran Dreena membuatnya ingin melihat siapa mereka semua.
"Kalau aku turun ke bawah apa aku akan ketahuan ya? Aku penasaran, siapa mereka sebenarnya?" gumam Dreena dalam hati.
Dreena memutuskan melangkah kembali menuruni sisa-sisa anak tangga di hadapannya. Rasa penasaran mengalahkan ketakutannya. Intinya hanya satu yakni, tetap waspada.
***
"Bagaimana ini, Yang Mulia? Sampai kapan kita harus menunggu sang putri tersadar kembali. Sudah hampir 100 tahun putri Arabelle tertidur di atas ranjangnya," ucap salah satu dari mereka.
"Iya benar, Yang Mulia. Tahun ini adalah tahun di mana akan terjadi Gerhana bulan total, blood moon akan terjadi. Tapi ini berbeda tidak seperti biasanya. Karena pada tahun ini, bulan purnama akan membulat sempurna dan berwarna merah darah. Seharusnya, putri Arabelle sudah terjaga dari tidur panjangnya. Jika tidak ...," sambung lainnya, yang menghentikan ucapannya.
Sebenarnya ada apa? Apa yang mereka bicarakan? Sepertinya tampak serius sekali. Semakin menuruni anak-anak tangga, membuat Dreena semakin mendengar dengan jelas suara-suara asing itu. Iya, suara mereka memang begitu asing di telinga Dreena. Itu bukan suara kedua orang tuanya ataupun para pekerja yang berada di rumahnya.
"Astaga, sebenarnya mereka siapa? Aku ini sedang bermimpikah? Kenapa mimpi ini panjang sekali dan terlihat nyata?" dengkus Dreena, yang mengeluh di dalam hati.
Dreena sudah berada di lantai bawah, ia terus melangkah untuk mencari tahu siapa mereka sebenarnya. Dreena semakin bingung, dengan ucapan-ucapan aneh yang terdengar di telinganya.
"Apa yang mereka bicarakan si? Kok ada putri tertidur hampir 100 tahun. Ngaco iih, aku kayak ada di negeri dongeng atau dunia fantasi deh. Trus apa itu? Gerhana bulan? Perasaan setiap berapa tahun sekali memang ada gerhana bulan. Kenapa mereka kayak serius dan merasa gerhana itu penting atau mungkin membahayakan mereka?" Dreena terus bertanya-tanya di dalam hati.
Ia terus berjalan perlahan nyaris seperti melayang bak arwah. Ia berjalan mengendap-endap, layaknya pencuri. Tibalah ia di sebuah ruang keluarga yang terdapat sofa besar berwarna merah. Ia dapat melihat ada beberapa kepala yang tampak di balik sandaran sofa itu.
"Sial, aku tidak bisa melangkah lebih dekat lagi atau aku akan ...." Seseorang tetiba menyentuh bahu kanannya perlahan.
Deg! ....
***
Hai, Readers!
Maaf, aku baru sempat update bab kembali.
Jika kalian suka dengan cerita ini, ayo tunggu apa lagi! Berikan star vote, krisan/review terbaik kalian serta gift bila berkenan.
Terima kasih & selamat membaca.
Kunjungi IG aku: @yenifri29 & @yukishiota29