Bi Aida pun akhirnya mulai mengatakan apa yang ia saksikan tadi malam kepada kedua majikannya. Sesuai dugaannya, jika kedua majikannya pasti akan terperanjat dan tidak akan menduga hal tersebut.
"Apa, Bi? Tidak mungkin Dree melakukan itu, mungkin Bi Aida salah lihat atau apa gitu?" sanggah Sekar yang tampak shock mendengar penuturan asisten rumah tangganya.
"Iya, Nya. Bi Aida tidak bohong, Bibi melihat dengan mata kepala sendiri. Ka-kalau ... non Dreena tadi malam memakan daging mentah yang Bi Aida simpan di dalam freezer."
Sekar masih tampak tidak percaya, ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Pa, ini tidak mungkinkan? Kenapa Dree jadi sepertI ini?" Sekar beralih ke suaminya.
"Tenang, Ma. Coba nanti kita tanyakan langsung pada Dree. Lagipula tidak mungkin juga 'kan Bi Aida mengada-ngada atau mengarang cerita seperti ini. Ya 'kan, Bi?" Andres berusaha menenangkan istrinya dan menoleh ke arah bi Aida.
Bi Aida pun segera mengangguk menyetujui perkataan tuan majikannya.
***
Dreena selalu merasa capek dan kelelahan. Selepas sarapan pagi ia malah kembali tertidur hingga menjelang waktu makan siang. Ketika ia tertidur, ia pun kembali bermimpi hal yang sama. Mimpi kemarin siang yang membuatnya tertidur sampai malam harinya. Mimpi yang sama pun berulang tanpa Dreena tahu siapa keempat sosok berjubah hitam dengan wajah pucat mengerikan itu.
Kembali Dreena harus terbangun dengar dahi penuh dengan cucuran peluhnya dan napas tersengal. "Astaghfirullah! Kenapa mimpi itu lagi yang hadir? Siapa sebenarnya mereka itu?" batin Dreena, seraya menyeka peluh pada dahinya.
"Apa mungkin aku ... tidak-tidak, mana mungkin aku jadi ...."
Dreena tidak sanggup meneruskan spekulasinya. Ia berpikir itu hanya dugaan salah atau pikiran-pikiran negatifnya mengenai penyakit yang ia derita.
Ia berharap semoga apa yang ia pikirkan dan bayangkan tidak akan menjadi kenyataan. Ia hanya ingin menjadi manusia normal pada umumnya. Bukan hanya tentang mimpi saja, ia juga terpikirkan tentang perilakunya tadi malam yang tampak tak terduga. Ia merasa seolah, jika tadi malam itu bukanlah dirinya.
"Aku harap bi Aida tidak melihatnya, tapi bagaimana kalau ia benaran lihat terus mengatakan semua yang dia lihat pada mama dan papa? Ahh, gimana ini? Kenapa aku jadi seperti ini?" pikir Dreena mendengkus kesal.
Dreena bangkit dari ranjang tidurnya, ia memilih duduk di meja belajarnya, kemudian membuka laptopnya guna mencari informasi kembali tentang penyakit yang ia idap. Berharap tidak ada hal aneh menyangkut penyakitnya ini.
***
Selepas makan siang, Sekar pun sudah kembali ke rumah. Ia memang tidak pernah lama berada di butiknya. Ia sangat tahu bagaimana perasaan para pegawainya. Karena ia tidak ingin membuat para pegawainya merasa berada di bawah tekanan dan pengawasannya jika ia terus menerus berada di sana. Sungguh bos yang baik hati dan memahami perasaan pegawainya.
Terkadang sebelum makan siang, Sekar sudah berada di rumah lagi. Tapi kali ini ia baru tiba di rumah sehabis jam makan siang usai. Tadi ia sempat makan siang di luar dulu sebelum kembali ke rumah. Selama di butik tadi, Sekar juga jadi kepikiran tentang putrinya. Ia masih tidak percaya jika Dreena melakukan hal itu. Namun, asisten rumah tangganya tidak mungkin berbohong dalam urusan seperti itu.
Bahkan sampai di rumah pun, Sekar masih selalu terpikirkan akan hal itu. Bi Aida juga dapat melihat betapa murungnya nyonya majikannya hari ini. Bi Aida juga merasa menyesal telah membuat majikannya murung dan terpikirkan seperti itu.
Bi Aida merasakan perasaan bersalah. Ia sadar, seharusnya tidak mengatakan apa yang ia saksikan tadi malam kepada kedua majikannya. Saat ini membuat Sekar sedikit murung. Ia sungguh tidak percaya dengan apa yang telah putrinya lakukan.
Seusai tiba di rumah, ia memang sempat duduk-duduk sebentar di ruang keluarga dengan perasaan gundah gulana. Kemudian, ia pun memilih untuk pergi ke kamarnya sekedar untuk berganti pakaian. Ia berniat akan menanyakan langsung kepada Dreena.
Ia sudah berada di depan pintu kamar putrinya, berulang kali ia mengetuk dan memanggil namanya. Tidak ada jawaban. Sekar pun memutuskan akan kembali ke kamarnya. Namun, baru saya ia berbalik badan tetiba pintu kamar Dreena pun terbuka.
"Ada apa, Ma?" tanya Dreena ketika pintu terbuka.
Sekar pun menoleh dan berbalik badan kembali. "Eh, Mama kira kamu sedang tidur. Ehmm, boleh Mama bicara sebentar denganmu?" tukas Sekar tersenyum tipis.
Dreena dapat merasakan jika ibunya seolah menyimpan sesuatu. Terlihat jelas dari lengkungan tipis di sudut bibir Sekar yang seakan memaksakan diri untuk melakukannya. Hanya saja, Dreena tidak ingin berkata apa-apa mengenai mimik wajah ibunya yang tampak tidak biasa.
"Boleh kok, masuk saja, Ma." Dreena mempersilahkan ibunya memasuki kamarnya.
Sekar memilih duduk di sofa mungil yang berada di kamar putrinya. Sementara Dreena kembali menutup pintu dan tak lupa untuk menguncinya kembali. Dreena pun melangkah ke kursi belajarnya dan memutar kursi tersebut menghadap ke arah ibunya.
"Mau bicara apa, Ma? Kok kayaknya kelihatan penting banget," ujar Dreena menatap Sekar tajam.
Sekar tampak gugup. Ia bingung harus mulai berbicara dari mana. Sebab ia juga tidak ingin membuat putrinya tersinggung. Ia duduk dengan gelisah dan tidak tenang. Ia menggigit bibir bawahnya karena perasaan gelisah dan mengetuk-ngetukkan jemarinya pada pegangan sofa yang ia duduki.
Di hadapannya, Dreena masih menunggu dengan sabar. Meski ia semakin yakin, sepertinya memang ada sesuatu yang disembunyikan ibunya. Tiba-tiba ia teringat kejadian tadi malam, ia menelan salivanya ketika mengingat hal itu.
"Jangan-jangan, tadi malam bi Aida melihatnya. Lalu sekarang ... sekarang Mama mau tanya langsung padaku," pikir Dreena dengan wajah semakin tegang.
Selama itu pula, Sekar masih bergeming tanpa suara. Ia harus menimbang-nimbang akan memulainya dari mana? Ia mencoba menenangkan pikirannya. Memejamkan kedua kelopak matanya sesaat, menarik napasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Ia berusaha mengatur napas dan mengendalikan dirinya yang begitu resah.
"Bo–boleh Mama tanya sesuatu padamu?" Pertanyaan Sekar mampu membuat jantung Dreena hampir lepas dari tempatnya. Kini jantungnya berdegup sangat keras.
Deg! ....
Dreena hanya mengangguk pelan. Sepertinya dugaannya memang benar. Oleh sebab itu, ia juga tidak ingin banyak bicara. Ia hanya menunggu ibunya mengutarakan pertanyaan untuknya. Berharap tidak sesuai dengan apa yang ia pikirkan saat ini.
"Tadi pagi, bi Aida bilang kalau dia melihatmu tadi malam sedang ... sedang menyantap beberapa daging mentah yang berada di dalam freezer. Apa itu benar? Apa bi Aida yang salah lihat? Sejujurnya Mama memang tidak percaya itu semua," cecar Sekar.
"Aku rasa dia tidak salah lihat, aku juga tidak yakin apa yang telah aku lakukan. Aku pikir ini semua adalah efek dari penyakit terkutuk ini. Lihat saja kulitku, semakin hari semakin memucat." Dreena menjelaskan seraya menatap kulit tangannya dengan murung.
"Be–berarti semua yang dikatakan bi Aida benar? Bagaimana mungkin bisa seperti ini, Dree?" pekik Sekar, yang masih saja tetap tidak percaya.
***
Hai, Readers!
Masih lanjut baca kah?
Makin seru ya?
Semoga kalian suka dengan kisah Dreena & Jarrel ya. Aku tunggu star vote, krisan/review terbaik kalian ya. Boleh beri gift bila berkenan.
Terima kasih & selamat membaca.
Follow IG: @yenifri29 & @yukishiota29