Di kediaman Jarrel, ketiga pekerja yang bekerja di rumahnya dibuat terkejut karena sudah menjelang siang hari sang tuan muda tak kunjung keluar dari kamar. Berapa kali asisten rumah tangga ataupun sopir dan security rumah itu memanggilnya. Namun, Jarrel tidak pernah menjawabnya. Sebab sebenarnya memang tidak ada Jarrel di dalam kamarnya.
Siang ini, security rumahnya harus dikejutkan dengan pintu gerbang yang tidak terkunci. Ia hanya melihat gembok yang menggantung tanpa terkunci. Ia hanya mampu berteriak dan membelalakkan kedua bola matanya.
"Apa? Kok gemboknya tidak terkunci gini si?" pekiknya.
Sopir yang berada di dalam mobil sejak tadi memerhatikan security itu. Ia semakin bingung ketika mendapati security itu tampak terperanjat kaget dan berteriak.
Ia pun mengeluarkan kepalanya ke luar jendela. "Ada apa, Pak? Gemboknya kenapa?" teriaknya dari dalam mobil.
Dengan panik, satpam rumah itu berlari ke arah mobil. Lalu ia pun menjelaskan apa yang sedang terjadi. Sopir yang sejak tadi berada di dalam mobil pun, memutuskan untuk keluar dari mobil.
"Apa, Pak? Gemboknya tidak terkunci? Kok bisa? Bapak pasti lupa nih, makanya jangan ketiduran mulu, Pak," celetuk sopir itu.
"Aku ingat sekali, setelah tuan dan nyonya pergi pintu gerbang langsung aku kunci gembok. Bahkan berapa kali aku memastikan jika gembok tersebut benar-benar terkunci. Lagian, dari kemarin tidak ada yang keluar rumah 'kan?" terang security itu.
"Lalu kenapa sekarang bisa tidak terkunci gemboknya?"
"Aku juga tidak tahu, jangan-jangan ...."
"Jangan-jangan apa?"
Security itu pun berlari ke arah samping rumah, yang terdapat balkon jendela kamar milik Jarrel. Sopir yang berada di hadapannya pun terheran dengan sikapnya. Kenapa ia langsung saja berlari ke arah samping rumah?
"Hei! Dia malah lari. Ada apa, Pak?" teriaknya seraya menyusul.
Security itu menatap nanar ke arah balkon jendela kamar milik Jarrel. Di mana di balkonnya terurai sebuah kain sprei terikat menyerupai tali tambang.
***
"Kenapa, Pak? Ada apa?" Sopir itu mengikuti arah pandangan security itu.
Ia pun sama halnya dengan security itu, hanya mampu menatap nanar ke arah balkon yang berada tepat di jendela kamar Jarrel.
"Pak? Ini maksudnya ... den Jarrel?" tanya pak sopir itu membulatkan kedua bola matanya.
"I-iyaa, Pak. Sepertinya dia kabur dan membuka pintu gerbang ketika aku ketiduran. Astaghfirullah, ini salahku. Kenapa aku begitu ceroboh sekali?" tukas security itu.
"Tuh 'kan Pak, aku bilang juga apa kalau kerja jangan suka ketiduran gitu lho. Kalau tuan dan nyonya tahu kinerjamu begitu bagaimana? Ayo kita kasih tahu si Bibi dulu!" ajak sopir itu berlari ke dalam rumah.
Di dalam rumah, bi Mira lagi sibuk bebenah rumah membersihkan segala perabot rumah tangga. Dengan pikiran yang tidak tenang, karena masih merasa bingung dengan tuan muda majikannya yang tak kunjung ke luar dari kamarnya.
Tetiba saja ia dikejutkan oleh kehadiran sopir dan security rumah itu. Mereka berlarian masuk ke dalam rumah, seraya berteriak memanggil-manggil nama bi Mira. Asisten rumah tangga itu pun menoleh ke arah suara yang memanggilnya.
"Ada apa, Pak? Kok kalian seperti orang panik teriak-teriak manggilku dan berlarian kayak gitu. Ada apa si?" tanya bi Mira, menautkan kedua alisnya.
Kedua pria yang hampir seumuran itu tampak gugup untuk berbicara. Napas mereka masih tersengal karena harus berlari dari luar rumah. Bagaimana bisa berbicara dengan tenang bukan?
"Tenang, Pak. Narik napas dulu hembuskan perlahan, barulah coba ceritakan ada apa sebenarnya?" tutur bi Mira, memberi instruksi agar mereka dapat tenang.
Mereka pun mengikuti saran bi Mira menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Setelah tenang dan dapat mengendalikan napasnya, salah satu dari mereka mulai memberitahukan bi Mira.
"Itu, Bi ... anu, den Jarrel ... ka-kaburrr," pungkas sopir itu, yang mampu membuat bi Mira membulatkan kedua bola matanya.
"Apa, Pak? Den Jarrel ka-kaburr?" tanya bi Mira terkejut.
Mereka berdua pun mulai bergantian menjelaskan kepada bi Mira. Security rumah itu tak lupa mengungkapkan rasa penyesalannya berkali-kali. Berulang kali ia memohon maaf atas kecerobohannya pada bi Mira. Tidak ada yang bisa bi Mira katakan lagi. Ia hanya mampu menggelengkan kepala tanda tak percaya.
"Aduh, terus ini gimana dong? Kalau tuan atau nyonya tanya aku harus jawab apa? Coba deh salah satu dari kalian cari dulu di sekitaran komplek rumah ini. Siapa tahu belum jauh dia kaburnya. Lagian nekat banget tuh anak, uhhh," cetus bi Mira mendengkus kesal.
"Biar aku saja yang cari den Jarrel," tutur security itu.
"Tidak usah, Pak biar aku saja," sanggah pak Sopir.
"Tidak apa-apa, Pak ini semua 'kan karena kecerobohanku. Jadi aku harus bertanggungjawab."
"Ehmm, baiklah kalau begitu. Biar aku jaga di pos saja."
Mereka semua tampak khawatir dan cemas dengan keberadaan Jarrel saat ini. Apalagi bi Mira adalah orang yang bertanggungjawab untuk menjaga dan merawat Jarrel sejak ia kecil disebabkan karena kesibukkan kedua orang tuanya. Jadi bila ada kejadian seperti ini, sudah pasti bi Mira orang paling khawatir.
"Kalau begitu, biar aku ikut mencari juga," ujar bi Mira.
Namun, security itu menolak keinginan bi Mira. Ia tidak mau bi Mira semakin panik karena harus mencari Jarrel. Lagipula, ia dapat melihat jika bi Mira sudah bekerja keras di rumah ini dan sudah pasti mencurahkan seluruh tenaganya.
Dengan berat hati, bi Mira pun hanya mengiyakan apa yang dikatakan oleh security rumah itu. Wajahnya pun tampak murung dan bersedih. Tidak lupa ia pun bedoa agar tuan muda majikannya dapat segera kembali ke rumah.
***
Di dalam kamar Dreena, antara ibu dan anak sedang berbincang serius. Tampak jelas terlihat dari Sekar yang membulatkan kedua bola matanya sempurna dan Dreena yang tampak pasrah dengan keadaan yang ia alami.
Dreena tidak mungkin mengelak atau berusaha tidak jujur kepada ibunya. Karena bagaimanapun, seorang ibu dapat membaca pikiran anaknya sendiri. Ia hanya pasrah dan berkata jujur apa adanya di hadapan ibundanya. Masalah ke depannya biar nanti saja dipikirkannya.
"Aku sudah mengatakan yang sejujurnya. Sekarang terserah Mama mau berpendapat seperti apa saat ini?" ujar Dreena kembali.
"Kenapa kamu bisa menjadi seperti itu, Dree? Mama sejujurnya masih tidak percaya saat bi Aida yang mengatakan, tapi ... sekarang kamu yang mengatakan semuanya, bagaimana mungkin Mama tidak percaya denganmu? Hanya saja, Mama berharap itu semua tidak benar. Mama hanya tidak mau kamu menjadi seperti ini?" tukas Sekar seraya menggelengkan kepala.
"Aku juga tidak mau jadi manusia tak normal seperti ini karena penyakit terkutukku, Ma. Kenapa aku harus menderita penyakit seperti ini? Kalau aku harus hidup selamanya seperti ini, kenapa aku tidak mati saja? Buat apa aku terus hidup, tapi bukan menjadi manusia normal seutuhnya? Suatu saat banyak orang yang akan tahu tentang penyakitku, lalu besok-besok keanehan apalagi yang akan menimpa diriku?" cecar Dreena berapi-api.
Setelah ini, keanehan apalagi yang akan menimpa hidup Dreena. Mampukah ia tetap bertahan dengan penyakit langka dan misteriusnya itu?
***
Hai, Readers!
Masih lanjut baca kah?
Makin seru ya?
Semoga kalian suka dengan kisah Dreena & Jarrel ya. Aku tunggu star vote, krisan/review terbaik kalian ya. Boleh beri gift bila berkenan.
Terima kasih & selamat membaca.
Follow IG: @yenifri29 & @yukishiota29