Secara berbarengan Sekar dan bi Aida menoleh ke arah pintu dapur. Di sana sudah ada Dreena yang telah berdiri menghentikan langkahnya, ketika ia mengetahui apabila ibunya sedang berbincang serius oleh bi Aida.
"Dree?" pekik Sekar, membelalakkan bola matanya.
"Eh, Non Dreena. Apa ada yang perlu bi Aida bantu, Non?" tambah bi Aida , bertanya basa-basi guna meredakan rasa gugup pada dirinya.
Dreena hanya mengernyitkan dahinya, ia merasa begitu heran dengan kedua sikap orang dewasa di hadapannya itu. Dreena hanya tersenyum tipis dengan tatapan mata tak pedulinya.
Ia justru berjalan ke arah lemari es dan mengambil sesuatu yang tersimpan di dalamnya. Baik Sekar dan bi Aida hanya memerhatikan gerak-gerik Dreena. Mereka melongo menatap Dreena dari belakang.
Merasa seolah sedang diperhatikan, Dreena pun terdiam sejenak sebelum mengambil sesuatu di dalam lemari es itu. Ia menoleh perlahan ke arah belakang. Lalu ia menautkan kedua alisnya serta memicingkan kedua matanya ketika tanpa sengaja ibu dan asisten rumah tangganya ketahuan sedang menatapnya tanpa berkedip. Ditambah kegugupan yang diciptakan Sekar dan bi Aida begitu kentara di mata Dreena saat ini.
"Kalian kenapa menatapku seperti itu? Aku, 'kan bagian dari keluarga ini, kenapa obrolan kalian jadi berhenti dan malah memandangku aneh begitu?" tegur Dreena, yang seketika itu langsung membuat Sekar dan bi Aida nyaris tersendak kerongkongannya.
Keduanya tidak dapat menjawab dengan jelas, saking gugupnya hanya cengiran kuda dan garukan kepala tidak jelas yang ibu dan asisten rumah tangganya dapat lakukan.
Dreena pun memutar kedua bola matanya dan bergumam, "Hadeuhh, tak jelas."
Ia pun kembali berbalik badan dan mengambil sesuatu yang tersimpan di lemari es. Setelah menutup kembali pintu lemari es, ia membuka penutup wadah yang baru saja ia ambil itu. Kemudian mengeluarkan isinya dan dengan santainya ia menyantapnya dengan lahap sembari melangkah menjauhi dapur. Sudah pasti Dreena melewati ibu dan Asisten rumah tangganya.
Tanpa merasa berdosa dan bersalah atas tindakannya, Dreena seolah lepas kendali. Atau ia lupa jika di dapur ada ibunya dan bi Aida. Lalu apa yang disantap oleh Dreena sehingga saat Dreena melewati mereka, baik ibunya dan juga bi Aida membulatkan kedua bola matanya sempurna seraya menahan napas? Untung saja mereka tidak pingsan atau mati di depan Dreena, ya.
"Dreena ... ka-kamuu, kenapa kamu memakannya lagi?" tegur Sekar, menatap nanar ke arah putrinya yang baru saja melewatinya.
Dreena membalikkan badannya. "Kenapa, Ma? Memang salah kalau aku masih lapar dan menginginkan ini?" sahutnya santai.
Sudah dapat dipastikan, di samping Sekar ada seorang yang sedari tadi menahan rasa takutnya. Ia adalah bi Aida, yang sedari tadi meremas resah kedua telapak tangannya yang tanpa sengaja mengeluarkan peluh panas dingin. Dengan tubuh bergemetar ia hanya mampu menundukkan kepalanya, saat tanpa sengaja harus menyaksikan hal aneh yang dilakukan oleh nona majikannya lagi.
Perhatian Dreena entah mengapa langsung mengarah ke arah bi Aida yang begitu sangat kentara, bahwasanya ia sedang menahan rasa takut dan kengerian saat itu.
"Bi? Kamu kenapa? Kok kayak orang ketakutan gitu si? Aku tahu kok, malam itu Bi Aida juga sudah pernah melihatku memakan ini, 'kan? Dreena mengambil potongan daging mentah dan menaruhnya ke mulut. Kini dirinya sudah tidak dapat menutup-nutupi, apa yang sudah menjadi efek dari penyakit langkanya itu.
"Dree! Jaga sikapmu, jangan lepas kendali seperti itu. Kalau ada orang lain lagi yang melihatmu melakukan ini lagi gimana?" tegur Sekar dengan tegas.
"Kenapa sih Ma? Mama malu punya anak jadi aneh tak normal seperti ini? Apa salahnya si Ma? Memangnya aku merugikan orang lain atau aku memang mengisap darah kalian apa? Tidak, 'kan?" cecar Dreena sedikit emosi.
"Bukan begitu maksud Mama, Dree. Kamu harus bisa menyembunyikan efek dari penyakitmu itu. Bagaimana nanti kalau kamu sudah pergi ke sekolah? Kamu harus benar-benar jaga sikapmu. Tidak bisa seenaknnya kamu berbuat demikian, mungkin di dalam rumah kamu bebas melakukan apa pun yang kamu inginkan. Akan tetapi, tidak untuk di luaran sana. Maka dari itu, Mama kasih tahu dari sekarang agar kamu bisa mengendalikan dirimu sendiri. Bagaimana jika nantinya efek dari penyakitmu itu semakin parah dan menjadi-jadi? Kamu harus bisa mengontrol itu semua bila suatu hari itu tiba." Sekar panjang lebar memberikan nasihat kepada putrinya.
Dreena hanya mendengkus kesal dan berbalik badan melangkah meninggalkan dapur. Sekar hanya mampu menggelengkan kepalanya.
"Dasar anak itu selalu saja begitu, maaf ya Bi," ucap Sekar penuh penyesalan.
***
Hai, Readers!
Mohon maaf, aku baru kembali update lagi.
Siapa yang sudah kangen dengan kisah Dreena?
Semoga kalian suka. Aku tunggu vote, krisan/review terbaik kalian ya. Boleh beri gift bila berkenan.
Terima kasih & selamat membaca.
Ikuti jejakku di IG: @yenifri29 & @yukishiota29