Dreena meninggalkan area dapur tanpa rasa bersalah. Agaknya ia juga sedikit kesal dengan sikap ibunya kali ini. Ia bingung kenapa ibunya selalu menyembunyikan tentang penyakitnya? Bukankah lebih baik seisi rumah ini tahu semua tentang penyakitnya?
"Mama kenapa cerewet sekali, lagian aku juga tidak menyakiti ataupun merugikan orang lain. Memang kalau ku tiba-tiba pingsan pasti merepotkan seluruh orang di rumah ini. Aku juga tak mau seperti itu," pikirnya menatap langit kamarnya.
Di sisi lain, ia juga membenarkan perkataan ibunya. Jika ia harus bisa mengontrol atau mengendalikan dirinya. Dreena sudah memikirkan segala kemungkinan yang pasti akan terjadi menimpa hidupnya suatu hari nanti. Menurutnya, biarlah kali ini ia tidak perlu menyembunyikan identitas akan penyakitnya. Biarlah saat ini seluruh orang di rumah ini mengetahuinya.
Sekar dan Andres pun tak pernah mengatakan apa pun kepada keluarga besar mereka. Apalagi keluarga besar Andres tidak berada di Indonesia, mereka juga tampaknya sudah jarang menjalin silahturahmi. Entah ada masalah atau rahasia apa yang Andres sembunyikan tentang keluarga besarnya itu.
Dreena kini hanya terbaring menatap langit-langit kamarnya. Entah mengapa ia saat ini lebih sering termenung sambil menatap langit kamarnya yang berwarna putih susu tanpa ada hiasan ataupun bintang yang bersinar mengerling nakal ke arahnya. Ia sudah meletakkan wadah berisi daging mentah itu di meja belajarnya, saat ia baru memasuki kamar.
Mungkin perkataan ibunya sedikit mengusik pikiran dan batinnya. Oleh sebab itu, ia memilih terbaring di ranjang tidurnya dan membiarkan wadah daging itu tergeletak di atas meja belajarnya.
Di dapur, Sekar pun memohon maaf kepada bi Aida atas sikap tidak sopan putrinya tadi. Bi Aida tersenyum hangat seraya berujar, "Tidak apa-apa kok, Nya. Bi Aida juga maklum jika non Dreena jadi seperti itu. Mungkin sebenarnya dia juga sangat mengkhawatirkan keadaan dirinya sendiri. Coba saja, Nyonya dan tuan lebih memerhatikannya dan jangan terlalu mengekangnya. Bibi juga sebenarnya masih takut jika berhadapan sama si non Dreena, tapi karena sekarang sudah tahu semuanya, ya Bi Aida berusaha memahami semuanya."
Bijak sekali perkataan asisten rumah tangganya. Wajar saja karena bi Aida sudah lebih banyak makan asam garam kehidupan. Dari usia saja Sekar berbeda jauh dari bi Aida. Sekar yang baru memiliki 1 orang putri, sedang bi Aida sudah memiliki beberapa orang anak dan anak sulungnya pun sebentar lagi akan ke jenjang pelaminan. Sedang Sekar, memiliki 1 orang putri dan baru akan menduduki bangku putih abu-abu.
"Ya sudah, Bi aku kembali ke atas ya. Nanti aku akan coba berbicara dengan Dreena baik-baik dan berusaha lebih perhatian padanya. Aku si tidak terlalu mengekangnya, tapi terkadang Papanya yang selalu melarangnya hanya semata-mata demi kesehatannya," tukas Sekar, kemudian ia pun pergi meninggalkan bi Aida seorang diri di dapur.
Sepeninggal nyonya majikannya, bi Aida sedikit heran serta seperti orang kebingungan. "Apa penyakit seperti itu ada di ilmu kedokteran ya? Sungguh penyakit aneh dan langka, kasian si non. Semoga Allah mengangkat penyakitnya, semoga si non cepat sembuh, Ya Allah." Bi Aida mendoakan kesembuhan penyakit untuk nona majikannya.
Dapat terlihat, betapa bi Aida peduli dan menyayangi keluarga di rumah ini. Pengabdiannya selama bertahun-tahun juga sudah menjadi bukti nyata, bukan?
***
Sekar yang kembali ke lantai atas hanya melewati kamar putrinya. Ia tahu jika putrinya saat ini memang butuh sendiri dan menenangkan sedikit pikirannya. Jikalau ia menghampiri kamar Dreena sudah pasti Dreena akan marah padanya atau mungkin enggan membukakan pintu untuknya. Lebih baik ia memilih melewatkan kamar dari putrinya itu. Sekar hanya menoleh menatap pintu kamar Dreena sekilas, sedang ia terus saja melangkah menuju kamar pribadinya.
Di dalam kamarnya, tampak Andres sedang duduk membaca sebuah koran yang selalu ia pesan setiap hari dan akhir pekan. Andres hanya melirik sekilas ke arah Sekar yang baru saja masuk ke dalam kamar. Ia kembali fokus pada koran yang sedang ia baca.
Sekar yang baru masuk pun tidak menyapa sedikit pun kepada suaminya. Ia memilih terduduk bersandar di atas ranjangnya, lalu menghidupkan televisi di hadapannya itu. Mencari acara televisi yang menarik malam itu. Setelah menemukan saluran televisi yang menarik, ia pun mulai fokus menonton tanpa berkata apa pun pada suaminya. Mereka berada di dalam kamar yang sama, tetapi memiliki kesibukkan masing-masing.
Sekar pada pikirannya sendiri, begitu pula dengan sang suami yang selalu saja sibuk membaca koran atau majalah bisnis sebelum pergi tidur di malam hari. Salah satu dari mereka belum ada yang membuka pembicaraan. Tampak sepi dan hening dengan aktivitas masing-masing.
Tidak lama, Andres pun meninggalkan korannya. Ia meletakkan di bawah kolong meja yang memang di bawah sana sudah banyak tumpukan koran dan juga beberapa majalah bisnisnya. Ia melangkah ke arah ranjang tidurnya dan menemani sang istri yang sedang bersantai menonton televisi di sisinya.
Tanpa sepengetahuan Sekar, diam-diam suaminya memerhatikan raut wajah sang istri. Andres tampak heran, lalu ia pun mengernyitkan dahinya. Ia merasa jika istrinya sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Ia merapatkan posisi duduknya sampai dekat menempel di sisi istrinya.
"Iihh, apaan si Pa dekat-dekat begini. Kasih jarak dong, tidak usah aneh-aneh ya!" cetus Sekar mengancam suaminya.
"Lagi dari tadi Papa perhatikan, kok Mama diam saja terus muka kayak orang sedih atau resah gitu. Mama sakit atau ada masalah apa?" tegur Andres pada akhirnya.
Hening, Sekar tidak merespon teguran sang suami. Ia tetap fokus menatap layar televisi di hadapannya. Entah dirinya benar-benar menonton acara tersebut atau sebenarnya hanya raganya yang di kamar, tapi jiwanya tidak benar-benar ada di kamarnya.
"Iihh, kebiasaan ditanya malah diam melamun saja. Apa ini tentang Dreena? Besok Mama bisa antar dia lihat sekolah barunya 'kan?" tutur Andres kemudian.
Sekar hanya mengangguk pelan tanpa berkata sepatah kata pun.
"Ya sudahlah, Papa tidur duluan saja. Dari tadi ngomong sama Mama malah diabaikan terus." Andres menjauhi diri dari sang istri, ia pun segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang serta berbalik badan membelakangi Sekar yang masih terduduk bersandar di sandaran ranjang tidur mereka.
Seraya membalikkan badannya, Andres berujar, "Good night." Lalu ia pun tidak bersuara lagi, mungkin dirinya sudah begitu lelah dan capek bekerja seharian di kantornya. Beda dengan Sekar, dari jam makan siang pun ia bisa kembali ke rumah. Karena itu usahanya, ia bos tertingginya. Jadi sudah dipastikan jika ia bebas melakukan apa pun terhadap usaha pribadinya itu.
"Dasar tidak peka, malah benar-benar tertidur," dengkus Sekar, melirik ke arah suaminya yang tertidur membelakanginya.
***
Hai, Readers!
Mohon maaf aku baru sempat update lagi.
Apa kalian masih membaca cerita ini?
Ikuti terus kisahnya, ya. Semoga kalian suka. Aku tunggu vote & krisan/review terbaik kalian ya. Boleh beri gift bila berkenan.
Terima kasih & selamat membaca.
Follow IG: @yenifri29 & @yukishiota29