Chereads / Vampire Disease / Chapter 14 - Hujan

Chapter 14 - Hujan

Sebuah keluarga harmonis dan bahagia, itulah yang tergambar bagi mereka yang melihat kebersamaan antara Sekar, Andres dan juga putri cantik mereka yang bernama lengkap Dreena Arabelle Leandro.

Mereka bertiga saling bersendau gurau. Sang ayah terkadang suka mengeluarkan lelucon-lelucon garingnya. Justru istri dan anaknya tertawa renyah sebab tingkah Andres yang lucu. Mungkin dalam hati Sekar dan Dreena, Andres adalah ayah yang aneh. Tetap berusaha memberikan joke terbaik meski itu sama sekali tidak lucu.

"Ihh sudah, Pa perutku sakit ini." Dreena tertawa keras sambil memegangi perutnya yang terasa sakit.

"Ya benar, Pa. Mama juga sakit perut lho, padahal tidak lucu. Tapi ... ehmm, kenapa Papa maksa sekali buat ngelawak ya, Dree? Papamu menyebalkan sekali," sambung Sekar seraya mengerucutkan bibirnya.

Andres pun hanya tertawa keras seperti orang gila saja. Ia justrus senang membuat istri dan anaknya dapat tertawa lepas tanpa beban. Siang ini mereka melupakan sejenak tentang penyakit Dreena.

Tanpa terasa sudah 1 jam lebih mereka bercengkrama di beranda belakang rumah yang tampak asri nan teduh. Berlama-lama duduk di sana memang membuat siapa pun pasti mengantuk. Bahkan sopir mereka saja terkadang tertidur di beranda belakang.

Mungkin hanya malam hari yang tidak baik. Karena akan terlihat mengerikan apabila kita berlama-lama duduk di hadapan hamparan taman dan pepohonan nan rindang. Bisa jadi, kita justru ditemani mereka yang tak terlihat, tapi terkadang terasa hawa kehadiran mereka.

"Sudah jam segini, mending kita salat dzuhur dulu yuk!" ajak Sekar.

"Baiklah," sahut Andres.

Andres menjadi seorang mualaf, sejak berapa bulan mengenal Sekar. Setelah 1 tahun saling mengenal satu sama lain. Andres yang keturunan Spanyol itu resmi meminang Sekar yang hanya orang sederhana keturunan Jawa.

***

Mereka bertiga salat berjamaah di sebuah ruang khusus yang memang diperuntukkan untuk menunaikan salat. Terkadang Dreena yang masih remaja tidak selalu rajin dalam beribadah. Ia lebih sering absen ketika salat, kecuali seperti sekarang ketika ibunya mengajak salat berjamaah.

Dreena pada dasarnya memang anak yang baik dan penurut. Hanya saja ia lebih banyak terdiam dan agak jutek. Sepertinya hanya Andres dan Sekar yang mampu membuatnya tersenyum hingga tertawa lepas. Tidak dengan yang lainnya.

Maka dari itu, bi Aida tidak terlalu sering menegur Dreena karena memang sudah watak alami Dreena yang tidak pernah peduli dengan sekitar. Bi Aida juga ke kamar Dreena apabila diperintah oleh Sekar sang nyonya majikan.

Seusai salat, mereka tidak lupa berdoa untuk kesembuhan dan kesehatan Dreena. Mereka memohon kepada Allah SWT agar putri semata wayang mereka diberikan kesembuhan dan diangkat serta dijauhkan dari penyakit berbahaya dan langka ini.

***

Hari-hari berlalu begitu cepat, Dreena sudah harus mempersiapkan segalanya untuk memilih sekolah SMA terbaik di Jakarta. Selama hampir seminggu di rumah saja tanpa berlibur ke mana pun membuat pikiran Dreena sedikit kacau.

"Bosan juga di rumah terus, semoga saja hari ini hujan turun atau setidaknya cuaca mendung. Aku ingin keluar rumah," batinnya.

"Lusa aku harus mendatangi sekolah-sekolahan pilihan Mama dan Papa. Semoga lusa juga cuacanya mendung," pikirnya lagi.

Dikarenakan sejak kejadian pipi Dreena terbakar sinar mentari, memang benar ia selalu merasa perih saat tanpa sengaja kulitnya bersentuhan langsung dengan sinar matahari.

Setiap hari ia selalu menutup jendela kamarnya, bahkan ia enggan tidur siang jika tanpa permisi sang surya membiaskan sinarnya menerobos masuk di antara lubang-lubang ventilasi. Meskipun sebenarnya tidak mengenai tubuhnya, tapi Dreena menjadi begitu sensitif ketika melihat cahaya matahari.

Ruang kamarnya menjadi sangat gelap tanpa cahaya, bahkan ia mengganti cahaya lampu kamarnya yang terang menderang menjadi cahaya lampu yang temaram. Entah mengapa, sekarang sampai ke matanya pun silau melihat cahaya yang begitu kuat dan terang.

Bila dipikir-pikir, lama-lama kamar Dreena seperti kamar sang Vampire, bukan?

Tanpa cahaya matahari, tanpa cahaya lampu yang cukup. Tertutup rapat dari dunia luar. Saat ini, ia pun merasa cukup bosan dengan keadaan ruangan kamarnya.

"Kok kayaknya semakin gelap ya? Apa mendung ya?" Dreena melangkah ke arah jendela, mengintip ke arah luar.

"Ahh, gerimis?" pekiknya antusias berbinar-binar.

Ia segera saja menyibak gorden jendelanya dan membuka daun jendela itu lebar-lebar. Kemudian, ia keluar dan berdiri di balkon jendela kamarnya sembari memandangi gerimis kecil yang mulai menyapa bumi.

"Ahh segarnya," gumamnya seraya memejamkan mata.

Ia menghirup aroma petrikor yang menenangkan, membuat pikirannya relaks sejenak. Tidak lama suara hujan pun turun dengan terasnya. Dreena terus memandangi air hujan yang rela terjatuh dari langit hanya untuk membasahi pepohonan dan rerumputan di muka bumi ini.

"Aku jadi mau mandi hujan deh," gumamnya.

Ia segera masuk ke dalam kamar, menutup kembali jendelanya dengan rapat. Ia pun melangkah ke arah pintu, lalu keluar kamar dengan perasaan happy. Harapannya hari ini menjadi kenyataan.

Ia segera berlari menuruni anak-anak tangga. Sesampainya di lantai bawah. "Mau ke mana, Dree?" sapa Sekar, yang melihat putrinya berjalan setengah berlari ke arah pintu keluar.

Dreena menoleh ke belakang, "Eh, Mama. Aku mau mandi hujan boleh ya?" izin Dreena.

"Boleh, kamu 'kan masih TK ya?" ledek Sekar.

"Ahh, tahu ah. Bodoh!" Dreena merajuk dan pergi meninggalkan ibunya yang hanya menahan ketawa melihat tingkah putrinya yang mendadak seperti bocah TK atau Paud.

***

Dengan mata berbinar bahagia, Dreena melangkah riang gembira. Ia pun keluar pintu utama dan melangkah hingga sampai ke halaman rumahnya yang sudah diguyur derasnya air hujan.

"Ahh, segarr sekali," ucapnya, menengadah ke atas langit sembari merentangkan kedua tangannya ke atas dengan mata terpejam damai.

Ia begitu menikmati tamparan-tamparan lembut dari buliran-buliran air langit yang rela terjatuh ke bumi dan kini mulai menyentuh pipinya. Dreena merasakan sejuknya berada di bawah derasnya hujan. Pipinya pun merasakan kesejukan bukan lagi rasa panas. Hanya masih sedikit rasa nyeri karena terkena air hujan. Namun, ia begitu menikmati dan melupakan rasa perih itu.

Perasaan tenang dan damai menyeruak memasuki setiap aliran darah, membuat pasokan oksigen bekerja dengan baik. Dreena menarik napasnya dalam-dalam, menikmati setiap embusan napas yang ia keluarkan. Sejenak pikirannya menjadi relaks tanpa beban.

Dari depan pintu utama, Sekar hanya memandangi putri kesayangannya yang saat ini sedang berdiri di tengah derasnya hujan, seraya menengadah ke atas langit dengan tangan terangkat dan juga kelopak mata yang terus terpejam.

"Dasar anak itu, tapi tidak apa-apa selama dia merasa damai dan bahagia dengan cara seperti itu. Maafkan Mama dan Papa ya, Dree," gumam Sekar lirih, setitik air mata menyapa pipinya yang lembut.

"Semoga kamu lekas sembuh dari penyakit langkah itu, Mama tidak mau kamu dijauhi orang lain karena tingkah anehmu nanti," batin Sekar kemudian, ia pun kembali masuk ke dalam rumah dan menutup kembali pintu utama.

***

Hai, Readers!

Aku update lagi nih, semoga kalian suka. Aku tunggu star vote, krisan/review terbaik kalian ya.

Jangan lupa dukung aku terus ya & tambahkan bukuku ke dalam rak koleksi bukumu!

Terima kasih & selamat membaca.

Follow IG: @yenifri29 & @yukishiota29