Sekar telah tiba di depan pintu kamar anak gadisnya. Ia mengetuknya lembut dan memanggil putri semata wayangnya dengan panggilan sayang. Ia memang ibunya lembut, penyayang dan begitu sabar.
Sebenarnya, Dreena bukan anak yang dimanjakan atau diistimewakan oleh kedua orang tuanya. Meskipun ia anak tunggal, bukan berarti segala sesuatunya harus selalu dilayani dan dituruti. Mungkin saat ini mereka seolah seperti memanjakan putri tunggal mereka. Semata-mata karena Sekar & Andres menyadari jikalau Dreena saat ini, mengidap penyakit aneh atau langka.
Andres dan Sekar memang belum mencari tahu lebih dalam lagi tentang penyakit yang diderita anaknya itu. Mereka kemarin terlalu sibuk memikirkan cara yang tepat untuk memberitahu Dreena tentang penyakitnya.
"Ada apa lagi, Ma?" sergah Dreena membuka pintu kamarnya.
"Boleh Mama masuk ke kamarmu?" izin Sekar.
Dreena hanya mengangguk malas. Membuka lebar pintu kamarnya dan membiarkan ibunya masuk ke dalam kamarnya.
"Sekarang Mama mau apa?" Dreena masih saja berbicara dengan juteknya.
"Mama tahu, kamu pasti bosan dan agak kecewa karena kita batal liburan kemarin. Kamu harus tahu, Sayang. Mama dan Papa tidak menyalahkan kamu yang mendadak jatuh sakit," papar Sekar mulai berbicara.
Dreena hanya diam saja, ia duduk di meja belajarnya. Sedang Sekar duduk di tepi ranjang tidur Dreena. Sekar pun melanjutkan ucapannya. "Kamu juga harus tahu, Mama dan Papa tidak akan pernah membiarkanmu menderita dan menahan sakit seorang diri. Kami tahu, ini penyakit langka dan mungkin jarang terjadi di Jakarta ataupun se-Indonesia."
"So?" Dreena memutar kursi belajarnya, kini ia menghadap ke arah ibunya.
"Mama tahu, setelah kamu mengetahui tentang penyakit itu justru membuatmu semakin enggan untuk pergi dari kamarmu. Bahkan tadi tuh, Mama dan Papa cuma mau ajak kamu jalan keluar, shopping atau nonton di bioskop. Kenapa, Dree?" ungkap Sekar.
"Mama bilang kenapa?" hardiknya.
Sekar pun terperanjat mendengar perkataan kasar dari putri kesayangannya itu. "Ka-kamu ...."
Ia hanya dapat berucap dengan lirih, sebab baru kali ini putrinya berkata dengan nada yang cukup tinggi. Sekar tampak sedikit berkaca-kaca. Ia sungguh tidak menyangka jika Dreena mengetahui tentang penyakitnya, malah membuat sikap Dreena berubah.
"Mama dan Papa bisa-bisanya mengajakku keluar rumah. Apa kalian tidak tahu apa yang akan terjadi padaku nanti? Meski kalian tidak memberitahuku tentang penyakit itu, tetapi aku tidak bodoh, Ma. Dreena sudah tahu semunya, Ini lihat!" Dreena memutar kembali kursinya, membuka laptopnya yang sedari tadi memang sudah menyala.
Dreena mengklik lamban artikel yang tadi sudah ia lihat & baca. Kali ini ia menunjukkannya pada Sekar. Sebuah artikel mengenai penyakit langkahnya. Di artikel tersebut tertulis sangat lengkap. Apa penyebab dan efek dari penyakit itu.
Sekar bangkit dan berjalan mendekati meja belajar putrinya. Ia pun turut membaca apa yang ada di artikel itu. Ia pun terperanjat, justru dirinya sebagai orang tua dari Dreena malah tidak mengetahui lebih dalam lagi tentang penyakit yang di derita oleh anak tunggalnya.
"Astaghfirullah, kamu sampai mencari tahu sejauh ini? Ini alasanmu tidak mau keluar kamar? Jadi ... itu ... pipimu karena ...," pekik Sekar, seraya menutup mulut dengan salah satu telapak tangannya. Ia tidak sanggup meneruskan setiap perkataannya.
"Tadi 'kan aku sudah bilang, aku tidak bodoh, Ma. Meski Mama atau Papa hanya menyebutkan nama penyakitnya, aku pasti akan mencari tahunya sendiri. Aku pun kaget dan sangat terkejut awal-awal membaca artikel itu." Dreena kini berbicara sedikit lebih lunak.
Sekar tidak menyangka jika putrinya betul-betul mencari tahu semua tentang penyakit. Bahkan hampir saja dirinya dan sang suami melakukan kesalahan fatal. Ia baru menyadari jika mulai detik ini, putrinya tidak bisa lagi hidup dengan normal layaknya manusia pada umumnya.
Merah di pipi Dreena adalah bukti, apabila anak gadisnya sudah tidak bisa merasakan hangatnya sinar mentari pagi. Kini anak kesayangannya, sudah sama persis dengan makhluk monster itu. Rasa terbakar saat bersentuhan langsung dengan sinar matahari adalah efek dari penyakit yang diidap Dreena saat ini.
Sekar pun segera mendekap putrinya dengan erat, membelai surai panjang blonde brown indah milik Dreena. "Maafkan Mama dan Papa tidak mengetahui ini sebelumnya. Saat itu, dokter tidak memberitahukan lebih detail lagi. Kami melupakan banyak hal. Namun, Mama bangga karena kamu adalah anak yang cerdas."
Dreena hanya mengangguk pelan dan masih berada dalam pelukan hangat sang ibunda. Ia tidak lagi bernada kasar ataupun menghardik ibunya lagi. Tidak ada orang lain yang dapat disalahkan tentang penyakit ini. Tentang penyakit aneh yang tiba-tiba menyerang sistem imun tubuhnya.
***
Kini mereka sudah berada di meja makan untuk makan siang. Sekar sudah berbicara dari hati ke hati, sehingga membuat Dreena sedikit terbuka pikirannya. Agar Dreena tidak terlalu memikirkan tentang penyakitnya.
Baik Sekar dan Andres memang sengaja tidak memberitahukan asisten rumah tangga ataupun pekerja lainnya. Sebab mereka juga tidak mau sampai para tetangga ataupun orang luar mengetahui tentang penyakit langkah yang di derita oleh anaknya.
Karena takut berdampak ke usaha ataupun pekerjaan mereka masing-masing. Mereka sudah memikirkan hal itu seusai mereka pulang dari rumah sakit. Mereka sudah memutuskan untuk merahasiakan penyakit yang diderita Dreena yang sebenarnya.
Bagi Andres dan Sekar sekarang adalah agar bisa selalu membuat putrinya tersenyum dan mau untuk keluar kamar. Mereka bertiga menyantap hidangan yang sudah disajikan oleh bi Aida, asisten rumah tangga mereka yang usianya sudah lebih dari setengah abad.
Mereka menyantap makan siang dengan tenang, hanya suara dentingan sendok dan garpu yang lebih sering terdengar. Dreena juga tidak banyak berbicara, kecuali Papa atau Mamanya yang bertanya. Baru ia akan menjawabnya dengan anggukan pelan atau berkata dengan nada lunaknya. Usai berbicara dengan Sekar, ia sudah dapat sedikit demi sedikit membuka pikiran dan hatinya.
Berharap ke depannya Dreena tidak lagi terlalu mengkhawatirkan mengenai penyakitnya. Usai makan siang, mereka duduk-duduk santai di beranda belakang rumah yang teduh. Ada banyak pohon-pohon nan rindang dan taman-taman cantik di halaman belakang. Rumah berlantai 2 yang cukup mewah di kawasan real estate Jakarta.
"Nah 'kan di sini jauh lebih tenang dan damai daripada sekedar mengurung diri di dalam kamar bukan?" tutur Sekar kepada Dreena.
"Ehmm ... iya, Ma. Di sini sangat sejuk, anginnya bertiup sepoi-sepoi alami. Meski di kamarku ada AC, tapi angin alami nyatanya lebih menenangkanku." Dreena berkata jujur, apa yang ia rasakan saat ini.
***
Hai, Readers!
Semoga kalian suka dengan ceritaku ini.
Aku menantikan respon positif kalian. Silahkan berikan krisan/review terbaik kalian ya. Oh iya, jangan lupa star vote & gift-nya bila berkenan.
Terima kasih & selamat membaca.
Ikuti aku di Instagram: @yenifri29 & @yukishiota29