Bergegas asisten rumah tangga itu menuruni anak-anak tangga. Rupanya bi Aida ingin melaporkan jikalau Dreena sedari tadi dipanggil olehnya, tetapi tak kunjung menyahut.
Dengan langkah tergesa-gesa, bi Aida melangkah ke arah ruang tamu. Di mana di sana berada kedua majikannya sedang menunggu putri semata wayangnya.
Ia pun sampai di ruang tamu, napasnya agak tersengal. Sebelum melaporkan semuanya, ia berusaha menenangkan pikiran dan mengatur napasnya. "Kamu kenapa, Bi? Mana Dreena?" tegur Sekar, ketika melihat kehadiran bi Aida.
"Iya Bi, mana? Kok turunnya tidak bareng Bibi ya?" sambung Andres tampak heran.
Sekar dan Andres menatap ke arah bi Aida, mereka menautkan kedua alis mereka masing-masing. Lalu saling memandang satu sama lain. Mereka berpikir seperti ada sesuatu yang mengganjal mengenai anak mereka.
"Bi?" Sekar kembali menegurnya.
"I-itu ... itu, Nya ... anu, Non Dreena sedari tadi Bi Aida panggil-panggil tidak ada jawaban. Padahal Bibi sudah terus terus memanggil dan juga mengetuk pintunya dengan keras. Tapi dari dalam kamar tidak ada sahutan sama sekali. Maaf, Nya takut terjadi apa-apa dengan non Dreena. Bukankah kemarin ia sempat dibawa ke rumah sakit kan?" jelas bi Aida menerangkan semuanya.
Kedua majikannya terperanjat, mereka pun membelalakkan kedua mata mereka. Tampak tak percaya dengan apa yang baru saja asisten rumah tangga mereka katakan.
"Apa?" pekik Sekar dan Andres berbarengan.
"Ayo, Pa kita tengok dia di kamarnya. Mama juga khawatir kalau ...." Sekar menghentikan ucapannya.
"Ayo, Ma. Papa juga sebenarnya gelisah. Perasaan tidak tenang sedari tadi," tukas Andres yang mengikuti langkah istrinya.
Mereka segera menuju lantai atas, menapaki anak-anak tangga. Sementara bi Aida juga turut bersama mereka. Ia juga takut jika terjadi apa-apa dengan nona majikannya itu.
Sesampainya di sana, Andres kembali mengetuk pintu kamar Dreena. Berapa kali mengetuk pintu dengan keras dan memanggil-manggil nama putrinya namun, Dreena pun tak menjawabnya.
"Aduh, gimana nih, Pa? Dreena kok tidak menyahut ya?" Sekar terus bertanya-tanya pada suaminya.
Sedang Andres juga cemas, ia takut terjadi sesuatu kepada putri tunggal kesayangannya. "Sabar, Ma. Kita berdoa saja semoga Dree baik-baik saja di dalam. Apa Mama menyimpan kunci duplikat kamarnya?"
"Oh iya, kayaknya di lantai bawah deh. Mama juga agak lupa!" tukas Sekar.
"Mungkin di tempat biasa menggantung kunci-kunci, Nya. Mau Bi Aida yang mencarikan?" tawar bi Aida seketika.
"Ehm, boleh deh, Bi. Tolong carikan ya, Bi! Terima kasih sebelumnya," tutur Sekar.
Usai mendapat persetujuan dari nyonya majikannya, bi Aida bergegas turun ke lantai bawah untuk mencari kunci duplikat pintu kamar Dreena. Sebelum bi Aida menuruni anak-anak tangga, Sekar juga sudah menjelaskan ciri-ciri kunci duplikat milik pintu kamar anaknya itu.
"Sudah, Ma tenang ya, pasti putri kita di dalam baik-baik saja kok," ucap Andres, sedikit menenangkan hati istrinya. Yang menurutnya, wajah Sekar seketika menjadi begitu murung.
Andres berinisiatif menggenggam jemari tangan istrinya. Memberikan Sekar sedikit kekuatan. Ia dapat menyadari jikalau sudut mata istrinya mulai basah. Namun, dirinya sendiri berusaha menahan isaknya. Terlihat jelas matanya memerah bak mata yang kemasukan debu/semut kecil.
***
Tidak ada yang mengetahui sedang apa Dreena sebenarnya? Apakah penyakitnya kambuh lagi sehingga dirinya yang tiba-tiba saja pingsan. Mungkin Sekar dan Andres takut apabila Dreena kembali mengeluarkan banyak darah di rongga hidung ataupun telinganya. Cukup mengerikan bukan?
Bahkan di rumah sakit pun, dokter pernah berkata jika masih ada banyak lagi gejala-gejala lainnya mengenai penyakit yang diderita oleh Dreena. Mereka begitu khawatir, bagaimana jika penyakit Dreena semakin parah serta gejala-gejalanya semakin membahayakan dirinya?
Itulah yang saat ini ada di pikiran kedua pasangan suami istri yang baru memiliki satu orang anak. Agaknya Sekar enggan untuk mengandung lagi. Meski dirinya belum terlalu tua untuk memiliki seorang bayi mungil.
Sekar mungkin terlalu sibuk menekuni bisnis butik rajutnya. Begitu juga dengan sang suami yang setiap hari sibuk pergi ke kantor. Meski jabatan suaminya juga terbilang tinggi, tapi Sekar tidak mau hanya mengandalkan suaminya.
"Bi Aida lama sekali, apa dia menemukan kunci duplikatnya?" keluh Sekar, yang sudah tidak sabar lagi menunggu bi Aida memberikan kunci duplikat kamar Dreena kepadanya.
"Iya, Ma kok lama ya? Mungkin dia masih mencari sembari mengingat-ingat ciri kunci tersebut, Ma. Kita sabar dulu saja. Biar Papa kembali mengetuk kapannya ini, atau bisa saja Dree tertidur jam segini," ujar Andres menenangkan istri di sisinya.
***
Dreena membuka matanya perlahan, mengerjap-ngerjapkan matanya. Dengan segenap kekuatannya ia mengumpulkan kembali nyawa di dalam dirinya. Agar ia bisa segera bangkit dan keluar dari dalam kamarnya. Duduk di beranda bawah mungkin menyenangkan daripada harus berada di dalam terus.
Matanya masih sembap, pipinya pun masih merona merah dengan jejak-jejak air mata yang masih tersisa. Noda bekas air mata di bantalnya sudah mulai mengering. Tapi pikirannya selalu terngiang tentang penyakit langkahnya.
"Apa aku ketiduran ya?" pikirnya seraya bangkit perlahan.
Ia memegangi kepalanya yang sedikit berat dan terasa sakit. Pasca menangis, Dreena merasa sangat pusing 7 keliling. Ia berjalan ke arah toilet dan mencuci wajahnya di wastafel.
"Ahh, segarrr," gumamnya seraya bercermin.
Dreena memerhatikan mantulan bayangannya di cermin yang terpampang di atas wastafel yang berada di dalam toiletnya. Kamarnya memang cukup luas dengan 1 kamar kecil berada di dalamnya. Bahkan fasilitas di dalam kamarnya cukup lengkap, layaknya hotel berbintang 5.
Karena di dalam toilet, Dreena tidak terlalu mendengar suara ketukan pintu ketika ia menyalakan kran wastafelnya. Ia kembali mencuci wajahnya, kali ini menggunakan facial wash miliknya.
Ia menggosok dan memijit lembut pipinya. Masih terasa agak nyeri. Ia bercermin pun masih tampak berbekas memerah bak orang terkena air panas atau pun luka bakar yang telah membekas.
"Auww, perih," keluhnya dalam hati.
Dreena segera membilas wajahnya hingga bersih. Lalu ia melanjutkan menyikat giginya. Kali ini ia begitu malas untuk mandi pagi. Padahal mentari sudah beranjak ke singgasananya sedari tadi.
Samar-samar, Dreena mendengar ada suara yang memanggil namanya diiringi ketukan suara pintu yang keras. "Siapa? Papa? Ada apa lagi si?" dengkusnya kesal.
Rupanya Dreena malas berbicara kepada kedua orang tuanya. Ia merasa kesal dan kecewa kepada kedua orang tuanya. Dirinya merasa dibohongi sejak awal. Kedua orang tuanya sengaja tidak memberitahukan tentang penyakitnya dari awal. Bahkan sekarang pun tanpa penjelasan apa pun.
"Aku kecewa sama Mama dan Papa," lirihnya.
***
Hai, Readers!
Jika kalian suka dengan ceritaku, silahkan beri star vote & krisan/review terbaik kalian ya. Bila berkenan, boleh kok kalau mau kasih gift.
Terima kasih & selamat membaca.
Ikuti aku di Instagram ya @yenifri29 & @yukishiota29