Hotel Grand Elty Kota X
Ruangan lainnya
Di ruangan lain, tepatnya di sebuah kamar yang sengaja di sewa oleh keluarga Winandar, ada seorang wanita muda cantik, tapi itu tidak dibarengi dengan ekspresinya yang tidak secerah cuaca di luar sana.
Ia menunggu sambil melihat arah luar kamar, yang berada di lantai empat sehingga jalanan ibu kota bisa di lihatnya dengan bebas.
Ini adalah hari pernikahan kakaknya atau juga dirinya. Ya…, itu pun jika keluarga dari calon suami yang akan menikah dengan kakaknya menerimanya sebagai istri pengganti, untuk anak satu-satunya keluarga Gwentama.
Di dalam benaknya ia seperti tidak asing dengan nama Gwentama. Tapi, saat ia menampik dengan pikiran positifnya, ia berpikir jika bukan hanya satu atau dua, keluarga dengan nama tersebut.
Namun, saat sang papa bilang jika keluarga Gwentama berasal dari keluarga kaya raya, pikiranya pun kembali ketitik awal, saat ia merasa jika Gwentama yang dimaksud adalah Gwentama yang itu.
"Huft ... Aku lebih berharap jika aku ditolak. Jadi dengan begitu aku bisa bebas dari pernikahan ini," gumam Kinara dengan senyum miris.
Tidak lama kemudian, terdengar ketukan pintu dari arah luar kamarnya. Ia pun tersentak kaget saat pintu terbuka dengan sang mama yang masuk bersama seorang pria muda.
Tok! Tok! Tok!
Ceklek!
"Mama," lirih Kinara, tidak berani melihat sang mama dan lebih memilih menundukkan kepalanya, sehingga ia tidak sempat melihat rupa dari si pria.
Itu semua berbanding balik dengan si pria yang tersentak kaget, saat melihat wanita muda yang saat ini sedang menundukkan kepalanya.
Dia, batin si pria kaget.
Sebelumnya ....
Di ruang tempat keluarga Gwentama dan Winandar bertemu.
Jayden yang saat ini duduk dengan sang mama di sampingnya, hanya diam menatap sang papa yang juga sedang menatapnya. Kemudian ia beralih melihat wanita paruh baya, tidak muda juga tidak tua, yang ikut menatapnya dengan binar mata senang.
Aneh sekali, pikirnya dalam hati, saat melihat ekspresi mencurigakan wanita yang ia rasa adalah mama dari calon istrinya.
"Nak Jayden," panggil Tari dengan takjub, saat melihat rupa sempurna pewaris satu-satunya keluarga Dewangga.
Hidung mancung, alis tebal, rambut hitam legam, tubuh tegap tinggi semampai dan yang paling menonjol adalah tatapan mata tajam, yang seperti sedang mengintimidasinya saat ini.
Dalam hati Tari ia merasa aneh dan tidak terima saat ia merasa dipandang seperti itu.
Kurang ajar, batin Tari kesal luar biasa.
Bukankah seharusnya laki-laki muda di depannya menampilkan sikap sopan saat bertemu dengan calon mertua dari calon istrinya.
Tapi lihat saja, jangankan tersenyum, menyapa ramah pun tidak.
Ada sedikit rasa terima kasih, saat sang anak tidak menerima pernikahan ini dan menjadikan anak dari istri kedua suaminya sebagai pengganti.
Huh.... Rasakan, batinnya sinis, saat ingat akan kesialan apa yang akan diterima oleh anak tirinya.
"Hn?"
Jayden menoleh ke arah sebelahnya, saat merasakan tarikan pada jas yang di pakainya dan mendapati sang mama menatapnya dengan tatapan mengingatkan.
Ia lupa, jika yang di depannya saat ini adalah mama dari calon istrinya, tepatnya calon istri yang meninggalkannya di hari pernikahan mereka.
Amarahnya kembali menguasainya lagi, saat mengingat tentang pembicaraan perginya sang calon istri, tapi meskipun demikian ia sebisa mungkin menahannya, saat ada sang mama di sampingnya yang mengingatkan melalui usapan di lengannya.
"Nama saya Jayden Gwentama. Maaf, Nyonya Winandar," ujar Jayden, memperkenalkan ulang dirinya baik-baik, tapi tetap saja masih dengan nada datar dan dingin khasnya.
"Saya Betari Winandar, Mamanya Aliana dan Kinara. Lalu ini suami saya, Papa dari mereka. Salam kenal, Jayden."
Benar ini adalah pertemuan pertama antara Jayden dengan kedua orang tua calon istrinya, saat Jayden sendiri sibuk dengan pekerjaannya.
Ada kemiripan dari Betari dengan Aliana, sehingga Jayden pun meyakini jika kecantikan wanita yang di cintainya berasal dari sang wanita di depannya. Tapi, ketika ia merasa pernah mendengar nama wanita satunya, ia mengernyit.
Ia berpikir pernah mendengar seseorang menyebut nama itu dengan akrab, tapi ia lupa di mana dan kapan.
Lupakan, batinnya dan menggelengkan kepala pelan.
"Salam kenal, Om dan Tante Winandar."
"Salam kenal, nak Jayden," sahut Randra sambil menatap Jayden dengan tatapan menilai seksama dari penampilan rapih calon menantunya.
"Salam kenal, Om Winandar. Kita pernah bertemu," timpal Jayden saat ingat pernah menjalin kerja sama dengan papa dari wanita yang ia cintai.
"Yah.... Om tidak manyangka akan berjumpa saat seperti ini," tandas Randra dengan ekspresi tidak terbaca.
Jika dari berita dan seringnya ia bekerja sama dengan seorang Jayden, ia akui jika sikap dan sifatnya memang seperti itu, yaitu dingin tidak tersentuh. Tapi ia juga tidak menyangka, jika di luar dan saat seperti ini pun Jayden akan bersikap dingin.
Dalam hati ia khawatir akan nasib putrinya, jika sampai Jayden menerima kesepakatan antara istrinya dan Tuan Gwentama.
Obrolan dan perkenalan pun berakhir, kini mereka terdiam saat akan membahas pertanyaan yang di tanyakan oleh Jayden, saat mereka akan menyetujui kesepakatan istri pengganti untuk calon istri sang anak yang pergi di hari pernikahan.
Karena tidak ada satu pun yang ingin buka suara lebih dulu, Jayden pun berdehem untuk mendapat perhatian dan berhasil. Papa juga mama dari Aliana akhirnya menoleh ke arahnya, lengkap dengan ekspresi gelisah.
Ehem!
"Jadi, bisa dijelaskan, apa maksud dari kabur dan istri pengganti. Atau ini hanya pendengaranku saja yang sedang bermasalah, sehingga aku salah saat mendengar pembahasan aneh dari Papa dan Tante Betari?"
Pertanyaan panjang dan lebar dengan nada darat dan dingin dari Jayden, tentu saja membuat Tari yang baru pertama mendengar sendiri dan secara langsung merasa sedikit takut. Benar, ia takut jika Jayden akan menolak mentah-mentah rencananya. Apalagi saat melihat sendiri, raut wajah keras Jayden saat mendengar kenyataan Sesungguhnya.
"Maafkan kami, Nak Jayden. Aliana pergi dan tidak tahu di mana sekarang kami tahu saat kami sedang memeriksa kamar pengantin, bermaksud untuk melihat dan membawa Aliana ke tempat akad."
"Apa!?"
"Maafkan kami."
"Maka itu, Papa berencana untuk menggantikan Aliana dengan putri kedua keluarga Winandar."
"Pah!"
Penjelasan yang akhirnya menjawab rasa penasarannya, membuat Jayden kesal bukan kepalang. Bagaimana bisa papanya dengan enteng menerima tawaran istri pengganti dari calon mertuanya, tanpa bertanya dulu dengannya yang jelas-jelas hanya mencintai Aliana.
Bukan kah itu alasan dirinya meminta sang mama untuk mempersunting Aliana, agar ia bisa memiliki pujaannya dan agar wanita itu menemani dirinya hingga masa tua di waktu mendatang.
"Tidak, tidak bisa!"
Maka itu di sini lah Jayden, yang melihat Kinara dengan ekspresi menyimpan marah dan benci, saat ia harus menerima kenyataan jika ia tidak bisa memiliki Aliana dan malah menikah dengan pegawai kantornya sendiri.
Jika saja saat itu sang mama tidak meminta kepadanya untuk menjaga nama baik keluarganya, ia sudah pastikan jika pernikahan ini selamanya tidak akan pernah terjadi.
Wanita murahan, batin Jayden saat melihat wajah cantik dari calon istrinya yang hanya bisa menunduk.
Apakah dia berpura-pura dengan ekspresi sedihnya, untuk menutupi rasa senangnya, karena bisa menikah denganku. Benar-benar wanita murahan. Lihat saja, aku pastikan jika kamu akan menderita dan menyesal telah menerima perintah keluargamu, kamu hanya akan jadi istri pengganti untukku.
Jayden berjanji dalam hati, jika ia akan membuat hidup calon istrinya bagai di neraka. Ia akan pastikan jika saat ia sudah menemukan keberadaan Aliana, ia akan segera menceraikan Kinara dan menikahi wanita itu bagaimana pun caranya.
Yah ... Kita lihat, sampai kapan kamu mampu bertahan, batinnya dengan wajah merah padam menahan marah.
Bersambung