Grand Elty Kota X
Hallroom tempat pernikahan
Akad nikah
Setelah pertemuan antara Jayden dan Kinara akhirnya acara akad pun dilaksanakan. Suasana tampak terasa khidmat dan juga sunyi, saat tamu hanya dihadiri keluarga inti terdiam mendengar satu kali tarikan napas ijab dari si mempelai pria.
Jayden dengan lantang menyebut dan menjadikan Kinara sebagai istri di hadapan Tuhan dan saksi, yang diamini oleh semua tamu undangan yang hadir.
Ya, kini Kinara Mariska Winandar telah resmi menjadi istri Jayden Armand Gwentama.
Namanya sekarang adalah Kinara Gwentama, dengan sebutan Nyonya Gwentama yang akan menjadi identitasnya kala berkenalan dengan semua orang. Ya, seharusnya sih seperti itu.
Namun, Jayden yang tidak sungguhan menerima Kinara hanya menatap datar, kepada wanita yang resmi menjadi pengganggu dalam hubungannya dan Aliana.
Keduanya berdiri bersisihan, dengan Jayden yang menampilkan raut wajah datar tanpa ada senyum meski secuil. Padahal kan seharusnya ia tersenyum, menyambut tamu yang memberinya doa dan selamat.
Peduli setan, batinnya kesal.
Jika ini adalah pernikahannya dengan wanita yang ia cintai, ia akan dengan senang hati menampilkan senyum lebar, menyambut dengan suka cita saat para tamu memberinya doa.
But, look at beside him (Tapi, lihat di sampingnya)
Berdiri seorang wanita, istri pengganti saat istri yang diinginkannya pergi meninggalkannya tanpa rasa kasihan, di tiga puluh menit sebelum ikrar dan janji suci mereka.
Tamu yang datang belum lah terlalu ramai dan segera ia menoleh ke arah wanita di sampingnya, wanita yang menampilkan senyum bahagia dibuat-buat. Ia tahu itu, karena sorot mata itu tidak secerah saat ia melihatnya bersama sang asisten beberapa hari lalu.
Ia memutuskan untuk menegur, kemudian berdehem hingga akhirnya si istri tak diingikan pun melihat ke arahnya.
"Sebaiknya kamu pergi ke kamar," gumam Jayden dengan nada dingin memerintahkan Kinara yang menatapnya bingung. "Aku tidak ingin semua orang tahu, terlebih pegawai kantorku tahu, jika kamu adalah istriku. Apa belum paham juga?" lanjutnya kejam kemudian menatap depan lagi, memasang tatapan hangat saat ada tamu yang menghampirinya.
"Selamat Damar, mudah-mudahan aku juga cepat nyusul," ujar seorang tamu pria, berwajah tampan, bahkan sangat tampan dengan kulit putih dan tinggi badan semampai.
"Yah ... Kamu harus segera menyusul, tentunya dengan seorang wanita yang kamu cintai," sahut Jayden dengan maksud menyindir, sehingga Kinara yang mendengarnya merasa sakit.
Nyut!
Ibu, batin Kinara sedih. Ia lebih memilih menundukkan wajahnya, tidak ingin tamu di depannya tahu jika ia merasa terganggu akan ucapan suaminya sendiri.
"Wanita yang dicintai? Tentu sajalah Bro, menikah itu hanya sekali," timpal si tamu dengan nada datar, namun geli disaat bersamaan.
"Jadi Ezra, kapan kamu akan menikahi Wanita jepang itu?" tanya Jayden dengan akrab, yah ... Mereka adalah teman semasa sekolah, juga relasi bisnis saat ada kerjasama baru.
"Reseh kamu, tunggu saja. Orangnya masih marah denganku," tandas Ezra sedikit sewot, saat diingatkan tentang wanita sipit yang marah karena ulahnya.
"Rayulah," seloroh Jayden jenaka, beda sekali saat berbicara dengan Kinara di sampingnya.
Hangat, tapi kenapa dia sangat dingin denganku, batin Kinara sedih, saat merasakan aura berbeda dari suaminya.
"Yang penting aku juga tahu, jika dia mencintaiku," tandas Ezra dengan gaya santainya.
"Cih ... Terserah kamu aja," balas Jayden setelah berdecih kesal.
"Marah saja bisanya. Oh ya…. Selamat ya, Nyonya Jayden. Ingat, kamu harus sabar dengan sikap kurang ajar suamimu ini, ingat juga jangan terlalu dimasukkan hati akan sikap dan perbuatannya nanti. oke?" nasihat Ezra masih dengan nada jenaka, yang dibalas dengan senyum kecil oleh Kinara.
Ya, bahkan wajahnya tersipu saat merasa perlakuan teman suaminya berubah lembut kepadanya, beda saat tadi berinteraksi dengan suaminya.
"Terima kasih, akan aku ingat," balas Kinara.
"Kembali kasih," timpal Ezra dengan senyum tipis
Sepeninggalnya Ezra, kini wajah dan ekspresi Jayden yang datar manjadi lebih datar, tapi kali disertai dengan hawa dingin yang membuat Kini takut.
"Senang, bisa melihat dan berbicara dengan pria tampan dari dunia bisnis, heum?" sindir Jayden, marah saat Kinara memberikan senyum kepada temannya.
"Ck ... Kenapa harus marah," dengkusnya dalam hati.
"Tidak, biasa saja," tandas Kinara menolak, meskipun dengan cicitan pelan sehingga Jayden kembali mendengkus.
Ia sampai menghitung dalam hati, sudah berapa kali ia mendengkus kesal seperti ini. Kemudian diam, saat tamu semakin berdatangan dan membuat Jayden sedikit panik.
Ia melirik lagi ke arah Kinara, kemudian sedikit merapatkan tubuhnya untuk berbisik lirih. "Masih belum pergi, cepat kembali ke kamar sekarang juga. Sebelum semakin banyak tamu yang datang."
Kinara pun mengedarkan kedua matanya dan melihat sekeliling dengan perasaan sedih, saat dirinya tidak bisa menikmati hari pernikahannya sendiri.
Apa yang aku pikirkan, siapa aku? Aku hanyalah istri pengganti, aku tidak pantas mendampingi Tuan Jayden, batin Kinara merendah.
Dengan kepala mengangguk, Kinara pun melirik ke arah kedua orang tuanya yang saat ini sedang menerima tamu dengan senyum suka cita. Ia melirik lagi ke arah suaminya, yang sama sekali tidak meliriknya dan hanya menatap depan dengan ekspresi datar.
Huft ... Sebaiknya aku mengikuti apa maunya. Aku tidak ingin membuat masalah di hari pertamaku menjadi istrinya. Lagian, ini bukan pesta pernikahanku, ini seharusnya pesta pernikahan Kak Liana, batin Kinara sedih.
Ia menghampiri papa dan mamanya, kemudian berbisik kepada sang mama yang melihatnya dengan ekspresi menahan marah.
"Mah, Nara lelah, ingin istirahat," bisik Kinara. Ia menatap takut saat melihat tatapan kesal itu. "Izinkan Nara kembali ke kamar," lanjutnya menjelaskan.
Tari tentu saja tidak terima mendengar permintaan konyol itu. Meskipun ia tidak menyukai Kinara, tapi ia tidak ingin malu juga saat tamu undangan menanyakan keberadaan mempelai wanita, yang adalah anak tirinya sendiri.
"Kamu bodoh yah, lihat sekelilingmu. Banyak sekali tamu dan kamu ingin pergi meninggalkan pesta begitu saja," desis Tari dengan gigi menggeletuk menahan marah.
Randra sang papa tentu saja tidak ingin ini sampai menimbulkan keributan, ia membawa istri dan anaknya sedikit ke sudut ruangan yang sepi.
"Ada apa sih, Mah," bisik Randra menatap istrinya kesal.
"Lihat Pah, anakmu. Dia ingin pergi meninggalkan pesta, padahal ini adalah pesta pernikahannya," dengkus Tari kesal, menunjuk Kinara dengan dagunya serta mata memicing tajam.
Sontak Randra pun menoleh ke arah sang anak, bertanya dengan lembut meski dalam hati sedikit kecewa. "Ada apa, Nara? Kenapa kamu ingin meninggalkan pesta?"
"Pah, tiba-tiba kepala Nara sakit. Tadi pun rasanya ingin jatuh," balas Kinara dengan ekspresi sakit.
Ia memang benar merasa pusing, bukan hanya karena memikirkan pernikahannya, tapi juga memikirkan cara menghadapi kehidupan rumah tangganya nanti.
"Alasan," sinis Tari sebal.
"Mah, diam dulu," sentak Randra membuat Tari mengehentak kaki kesal, kemudian memilih meninggalkan sudut ruangan dan kembali mendatangi tamu, yang sebagian dari kalangan pengusaha terkenal.
Randra hanya bisa menghela napas, pusing sendiri karena merasa sang istri terlalu kekanankan. Ia kembali melihat anaknya yang nampak sedikit pucat.
Sepertinya memang Nara kelelahan, batin Randra kasihan.
"Nara tidak biasa berada di keramaian seperti ini, Pah. Papa kan pernah melihat Nara seperti ini, saat menghadiri pesta di rumah dengan banyak tamu," jelas Kinara sedikit berbohong.
Sedikit berbohong, karena nyatanya ia memang tidak biasa dengan pesta, tapi bukan berarti ia pobia dengan keramaian.
"Nara juga lelah," lanjutnya, sehingga sang papa pun akhirnya mengangguk, mengizinkan sang anak untuk kembali ke kamarnya.
"Baiklah, Nara. Kamu sebaiknya istirahat, nanti biar Papa yang menjelaskan dengan Papa dan Mama mertuamu."
"Terima kasih, Papa," gumam Nara senang.
"Tidak, tidak masalah. Yang penting sekarang kamu istirahat, jangan sampai sakit di hari pertama pernikahanmu," balas Randra dengan senyum hangatnya.
"Baik Pah," sahut Kinara balas dengan senyum kecil.
Puk! Puk! Puk!
"Semoga bahagia, Nara kesayangan Papa. Semua kebaikan Papa doakan untukmu," ucap Randra dengan tangan menepuk kepala Kinara sayang, kemudian meninggal sang putri yang memegang kepalanya, dengan hati hangat dan senang luar biasa.
Percayalah, tepukan sayang ini adalah pertama kali semenjak beberapa tahun sang papa mengabaikannya.
"Papa…," gumam Kinara dengan mata berkaca-kaca sedih dan senang disaat bersamaan.
Dengan begitu ia pun meninggalkan ballroom dan berjalan menuju kamarnya, dengan perasaan sedih serta bahagia di saat bersamaan kala sang papa perhatian dengannya.
Di perjalanan menuju kamarnya, Kinara berhenti sejenak untuk menoleh ke arah ruangan sebuah pintu yang dilaluinya. Pintu yang di dalamnya adalah ruangan tempatnya menikah yang semakin ramai, dengan tamu dari berbagai kalangan menghadiri.
"Tidak, itu bukan pesta pernikahanku," gumamnya. Ia menguatkan hati dan kembali berbalik arah, kemudian meninggal pintu belakang ballroom, dengan bunyi samar keramaian terdengar, saat ia semakin jauh melangkah meninggalkan ballroom
Aku berharap ini hanya mimpi, batin Kinara dengan setitik air mata hampir menetes, tapi dengan cepat ia hapus dengan kasar. Ia tidak boleh terlalu banyak menangis, apalagi ia tahu jika ini berulah permulaan.
"Buat besok lagi, air matanya," gumamnya kemudian terkekeh miris.
Bersambung.