Hotel Grand Elty Kota X
Keesokan harinya
Pagi hari datang dengan cepat, di kamar dengan dua orang asing di dalamnya sama-sama sudah bangun, duduk berhadapan dengan seorang pria yang melihat si wanita dengan tatapan memperingati.
"Apa kau mengerti dengan semua yang kujelaskan?" tanya si lelaki—Jayden, kepada si wanita, Kinara.
"Aku mengerti." Kinara hanya menyahuti singkat, tanpa melihat ke arah sang suami yang menatapnya dengan datar.
Beberapa waktu yang lalu, pasangan suami-istri yang sama-sama tidak mengenal ini segera membahas perjalanan bulan madu mereka fiktif mereka, tepatnya Jayden yang merencanakan sebagai pengalihan agar kepura-puraan rumah tangga mereka tidak diketahui oleh sang mama.
"Sepulang dari bulan madu nanti, akan aku bahas lagi masalah yang harus dan tidak kau lakukan. Sampai saat itu tiba, jangan membuat masalah apalagi bicara macam-macam dengan Mama, paham!?"
Setelah perkataan terakhirnya, Jayden pun berdiri dan berjalan ke arah kamar mandi untuk berganti pakaian, meninggalkan Kinara yang hanya bisa diam dengan helaan napas lelah.
Ancaman suaminya tidak tanggung-tanggung, selain perceraian yang menjadi momok menakutkan bagi seorang wanita, perusahaan sang papa pun akan menjadi taruhannya jika ia berani macam-macam.
Andai saja ia adalah sang kakak, sudah pasti Jayden tidak akan begini, suaminya itu pasti akan membuat perusahaan milik keluarga papanya semakin maju, alih-alih bangkrut seperti apa yang sudah dijelaskan.
"Huft.... Aku pasti bisa," gumam Kinara dengan senyum kecil menghiasi.
Skip
Kinara dan Jayden selesai dengan persiapan masing-masing, memakai pakaian santai untuk menemui keluarganya dan sarapan bersama di restoran hotel.
Keduanya jalan terpisah, dengan Jayden yang tampak sendiri di depan, berjalan tegak dengan langkah lebar dan aura tegas di sekelilingnya. Sedangkan Kianara jalan dengan langkah tergopoh, menyusul suaminya agar mereka tiba di restoran bersamaan.
Kinara yang sedang jalan dengan terburu tidak melihat sekitar, saat netranya hanya terpaku dengan punggung lebar sang suami. Sehingga, ketika kini ia sampai di persimpangan tabrakan pun tak dapat dihindari antara ia dan seorang laki-laki yang juga berjalan ke arah restoran.
Brukh!
Kinara yang kecil terdorong dan hampir tersungkur, jika saja si penabrak tidak sigap membawa tubuh wanita itu ke dalam rengkuhannya.
Grep!
Batal menghantam lantai, Kinara tetap saja harus merasakan sakit beda area tubuh saat hidungnya menghantam dada bidang si penabrak.
"Ukh!"
Ia meringis merasakan sakit di pucuk hidungnya dengan mata terpejam. Hanya sebentar, karena dirinya segera membuka mata saat sadar kalau ia ada dipeluk seorang laki-laki yang bertabrakan dengannya.
"Sorry, apa kamu baik-baik saja?"
Mendengar pertanyaan dengan nada khawatir di depan wajahnya, Kinara pun membuka matanya perlahan, melihat bagaimana netra berwarna hazel itu menatapnya dengan seksama.
Untuk sesaat keduanya lupa, jika saat ini mereka sedang dalam keadaan berpelukan. Hingga Kinara pun segera mengurai pelukan si laki-laki dengan terburu dan berdiri dengan wajah canggung. sedangkan si laki-laki bergerak salah tingkah, saat melihat dengan jelas wajah wanita yang di tabraknya.
Cantik, batin si laki-laki terpesona.
"Ma-maaf, aku tidak melihat jalan dengan benar," cicit Kinara, menatap si laki-laki dengan senyum tidak enak.
"Tidak, eh! Maaf, maksud aku, kamu tidak salah. Aku yang salah kok, aku juga tidak melihat depan, malah fokus dengan handphone," tampik si penabrak cepat. Ia tersenyum kecil saat melihat ekspresi khawatir dari wanita yang bertabrakan dengannya, sehingga senyum kecil juga terbit dibibir Kinara.
"Aku tetap minta maaf dan terima kasih karena pertolongannya."
"Iya deh, kalau gitu kita sama-sama minta maaf ya dan untuk terima kasih tidak masalah. Jadi tidak ada dendam diantara kita," kelakar si pria saat wanita di depannya justru berterima kasih segala macam.
"Dendam? Ha-ha, kamu ada-ada saja. Tidak mungkin hanya karena ketidaksengajaan aku dendam denganmu," timpal Kinara dengan tawa kecilnya, terlihat manis sehingga si pria diam-diam menahan diri untuk tidak tersipu malu.
Kupikir tidak ada lagi wanita cantik selain dia, batin si pria dengan jantung berdebar.
"Ya mungkin saja, siapa yang tahu."
"Tidak, tidak mungkin," sahut Kinara dengan cepat.
Keduanya pun terkekeh bersama, tapi sayang sekali moment anugerah bagi si pria harus terganggu saat suara datar dan dingin dari seorang pria lainnya menginterupsi.
"Tentu saj-
"Ada apa ini?"
Sebelumnya…
Jayden yang berjalan lebih dulu menoleh ke setiap sudut restoran mencari keberadaan keluarganya dan akhirnya ketemu. Ia berniat melanjutkan langkahnya, tapi seketika ia sadar kalau sedang jalan bersama wanita yang kemarin resmi menjadi istrinya, istri sementara.
"Jalannya lelet banget sih," gumam Jayden kesal, ia pun membalikkan tubuhnya hendak memarahi wanita pengganti yang seharusnya ada di belakangnya, tapi ternyata tidak ada. "Kemana dia?"
Netranya melihat sekitar mencari istri sementara, kemudian pandangannya pun jatuh pada dua orang dengan salah satu yang ia kenali sedang berpelukan di ujung sana.
Berpelukan.
Seketika ada rasa marah dibenaknya, saat melihat istrinya di peluk oleh laki-laki lain. Bagaimana bisa wanita itu menerima begitu saja pelukan seorang laki-laki tepat di hadapannya, apa sikap malu serta tutur kata lembut dan terima apa adanya hanya kedok semata, agar dirinya terpedaya.
"Benar-benar murahan," desisnya sinis.
Ia pun melangkah mendekati keduanya dengan amarah yang ditahan, tidak ingin memperlihatkan karena baginya untuk apa, toh ia tidak menyukai istrinya. Ia hanya tidak ingin ada gosip tidak sedap, apalagi membawanya serta.
Yang benar saja aku marah, aku hanya tidak suka milikku disentuh orang lain, batin Jayden menampik dengan alasan yang ambigu, tapi sayang itu tidak disadari olehnya sendiri.
Tap! Tap! Tap!
Melangkah dengan lebar, ia pun akhirnya sampai di samping keduanya yang sepertinya sedang terlibat obrolan seru, terbukti dengan kekehan santai dari belah bibir keduanya.
Saat ini
Maka itu di sinilah Jayden berada, di samping Kinara serta si pria yang segera menoleh ke asal suara dan menemukan seorang pria tampan berdiri tegak, lengkap dengan wajah minim ekspresi melihat Kinara dengan dingin dan tajam.
Jayden, batin Kinara takut.
Sungguh, seketika ia merasa bolong karena ditatap tajam seperti itu oleh suaminya, tatapan yang entah kenapa dua kali lebih tajam dari kemarin malam.
"Tuan, maaf. Tadi aku-
"Sorry, tadi aku tidak sengaja menabrak wanita ini. Tapi kami sudah saling memaafkan, tidak ada apa-apa setelahnya."
Si pria menyela dengan cepat, menjelaskan duduk masalah saat merasa jika si pria ini ada apa-apa dengan si wanita, yang tadi ditabraknya dengan tidak sengaja.
Dari hawa yang dikeluarkan oleh si pria di depannya, entah kenapa ia merasa ada rasa tidak suka kepadanya.
Kenapa ekspresinya seperti itu, memangnya siapa dia? batin si pria ini bingung. Namun meskipun begitu ia mencoba tetap tenang, ikut memasang wajah biasa tidak terpengaruh dengan tatapan datar pria di depannya.
"Tuan Jayden maaf." Kinara kembali mencicit takut, hingga akhirnya Jayden yang awalnya melihat ke arah si pria penabrak kembali melihatnya, meski tidak lama karena suaminya itu dengan segera melengoskan wajahnya.
"Hn, cepat."
Setelah mengatakan kalimat singkat dan datar seperti itu, Jayden pun berbalik arah dan kembali melanjutkan langkahnya untuk menghampiri keluarganya yang sudah menunggunya. Sedangkan Kinara yang ditinggalkan begitu saja oleh sang suami hanya bisa mendesah, antara lega dan sedih.
Lega, karena suaminya tidak memperpanjang masalah sepele ini dan juga sedih, karena ia hanya bisa berjalan di belakang tanpa ada kesempatan berdampingan.
Menggelengkan kepalanya menampik kesedihannya, Kinara pun menghadap ke arah si pria yang masih berdiri di sampingnya.
"Ah! Maaf atas yang tadi. Kalau begitu aku permisi, sekali lagi maaf dan terima kasih sudah menolongku, kalau tidak aku pasti saat itu jatuh ke lantai," ucap Kinara dengan senyum kecil, membuat si pria yang mendapat senyum dari wanita di depannya pun tidak kuasa untuk ikut menampilkan senyum meski tipis.
"Sama-sama, maaf juga untuk semua," balas si pria.
"Sama-sama juga," timpal Kinara dengan nada ceria. "Baiklah, aku harus pergi. Selamat tinggal," lanjutnya kemudian meninggalkan si pria yang mengikuti setiap langkahnya, bahkan sampai hilang dari pandangannya.
"Selamat tinggal? Bukan kah seharusnya sampai jumpa, ya?" gumam si pria dengan senyum kecil tercetak apik dibibirnya kemudian menggelengkan kepala. "Yah.... Aku harap ada kesempatan kedua kita bertemu."
Setelahnya ia pun ikut meninggalkan tempat kejadian tidak enak, tapi anugerah juga disaat bersamaan untuknya.
Satu langkah, ia merasa ada yang kurang.
Dua langkah, keningnya mengernyit saat memikirkan sesuatu.
Tiga langkah, ia berhenti dan kembali melihat ke arah si wanita pergi dan mendesah dengan tangan menggaruk leher merasa bodoh.
"Sial, lupa berkenalan. Siapa coba namanya, ck, bodoh."
Bersambung.