Hotel Grand Elty Kota X
Restoran hotel
Masih di restoran, tepatnya di hotel tempat diadakannya pesta pernikahan anak dari keluarga Gwentama. Terdapat meja bundar beranggotakan enam orang, yakni dua pasang orang tua atau juga Arlando dan Monika Gwentama. Lalu Randra dan Betari Winandar, kemudian tentu saja pasangan pengantin baru, Jayden dan Kinara Winandar yang sudah berganti nama belakang menjadi Gwentama.
Keenam orang ini baru saja menyelesaikan acara makan mereka. Kebetulan pula sedang menunggu waktu keberangkatan Jayden dan Kinara yang akan berbulan madu sambil membicarakan perihal harapan mereka kepada pasangan baru ini.
Sebenarnya tidak semua, diantara keempat orang tua ini hanya Monika dan Randr—papa Kinara lah yang membicarakan ini dengan antusias. Berbeda dengan Tari yang mencibir dalam hati serta Arlando yang tidak terlalu antusias.
Bagi Arlando, yang penting garis keturunan Gwentama tidak terputus. Ya…. Meskipun ia belum menyukai menantunya, tapi ia merasa jika menantunya juga tidak pantas juga untuk dibenci.
Anggap ia masih mempelajari, saat ia sendiri dikelilingi orang dengan isi kepala berbeda, tapi terkadang satu tujuan.
Apa tujuan itu? Apalagi, kalau bukan kedudukan, karena yang seperti kita tahu, jika kedudukan bisa didapat dengan menjadi seorang penjilat dan berpura-pura baik, saat kemampuan sendiri tidak mencukupi.
Ia tidak mau salah menilai seseorang, terlebih seseorang yang telah masuk ke dalam lingkungan keluarga Gwentama.
Obrolan yang membahas tentang harapan dan kebahagiaan, untuk pasangan baru ini terpaksa harus tertunda saat Jayden mendapat sebuah panggilan penting dan kemudian pamit untuk menerima sambungan tersebut.
Kinara yang ditinggal sendiri oleh suaminya bingung harus apa, jika sang mertua bertanya macam-macam kepadanya. Karena sebenarnya ia dan Jayden sama sekali belum mendapat pertanyaan, sibuk mendengar dengan bibir hampir kaku mengumbar senyum, saat mertuanya tidak henti membahas tentang kehidupan rumah tangga mereka kedepannya akan seperti apa.
Dan benar saja apa yang dipikirkan Kinara, karena selang beberapa menit dari kepergian Jayden, ia seketika merasa terkena penyakit tuli mendadak saat mertuanya bertanya, kapan ia dan suaminya akan memiliki buah hati.
"Hah!"
"Loh ... Kok hah? Kan Mama bertanya, kapan kalian berencana punya anak. Terus itu berapa. Emangnya, apa yang salah dengan pertanyaan Mama?"
Kinara tentu saja memekik dengan ekspresi lucu, saat ia mendengar pertanyaan lumrah untuk pasangan yang sudah menikah.
Memang sih pertanyaan dari sang mertua tidaklah salah, kalau mertuanya bertanya dengan pasangan suami-istri yang lainnya, tapi tidak jika itu untuk ia dan Jayden.
Ya, jangankan impian memiliki anak, Kinara bisa hidup tenang saat tinggal bersama sudah bersyukur.
Aku jamin dengan keyakinanku jika itu kak Liana, Mama akan dengan segera mendapatkan cucu, batin Kinara menatap mertuanya dengan tatapan sedih yang disembunyikan.
Kedekatan Monika dan Kinara membuat Tari diam-diam menatap putri suaminya itu benci. Karena apa, tentu saja karena ia masih belum menerima kenyataan, tentang si anak perebut yang menikah dengan anak keturunan Gwentama.
Dalam hati Tari tentu saja menggerutu kesal, karena seharusnya anaknya lah yang saat ini ada diposisi Kinara dan menjadi nyonya besar. Ia juga berpikir, bagaimana nanti kehidupan sempurna putrinya jika menikah dengan Jayden. Laki-laki tampan, pengusaha sukses dan tentunya dari keluarga terpandang.
Namun saat memikirkan lagi tabiat suami dari anak wanita perebut itu, ia juga bersyukur disaat bersamaan. Karena setidaknya, Aliana kesayangannya tidak perlu hidup dengan laki-laki dingin dan arogan seperti Jayden.
Ia memandang kebahagiaan besan dan Kinara dengan hati gerah, saat melihat betapa sayangnya nyonya besar itu terhadap anak tirinya, Kinara.
Sepertinya Tuhan masih memberikan nasib baik, memberikan mertua penyayang sebagai pengganti, ketika suaminya adalah seorang pria dingin, batin Tari dengan bibir mengulas senyum pura-pura, ketika sang besan bertanya tentang Kinara dan Jayden kepadanya.
"Jay dan Nara benar-benar akan menjadi pasangan yang serasi, iya kan, Jeng?" tanya Monika dengan senyum merekah.
"Tentu, tentu saja mereka akan menjadi pasangan yang serasi, jeng Monik. Jayden pasti jadi suami paling sempurna dan Kinara tentunya akan jadi istri yang paling bahagia di dunia ini. Aku juga yakin, jika kelak anak mereka akan memiliki rupa tampan dan cantik," sahut Tari dengan nada bahagia pura-pura, akting belaka saat dirinya harus tampil menyayangi sang anak, dihadapan besannya yang saat ini memekik gembira.
Tari ingin sekali mencuci lidahnya karena berkata demikian, hatinya juga tentu saja menggerutu, apalagi melihat ekspresi cerah di wajah anak tirinya.
Lihat saja, Nara. Sampai kapan kamu akan bertahanmenampilkan wajah bahagia seperti itu, batin Tari dengki.
"Betul sekali, apalagi Nara juga cantik, pasti akan menjadi pasangan yang sempurna untuk Jay. Terlebih Nara adalah penyelamat bagi keluarga Gwentama, iya kan Pah," timpal Monika, sedikit menyindir Tari yang tertohok dengan ucapan santai dari besannya.
"Hn, tentu saja," sahut Arlando singkat tanpa senyum, tapi setidaknya nada yang digunakan terdengar hangat.
Sialan, kalau bukan karena mahar besar. Aku juga tidak ingin menerima lamaran Liana untuk anakmu yang arogan itu, tapi untunglah masih ada Kinara yang menggantikan, gerutu Tari masih dalam hati, memandang ke arah lainnya masih dengan bibir tersenyum pura-pura.
Tidak bisa menjawab ucapan dari besannya, Tari pun memilih untuk meminum teh yang isinya hampir dingin saat ia menghormati sang besan yang sedang asik bercerita. Sepertinya tidak sopan, jika ia asik menikmati minuman di saat yang lainnya berbincang hangat.
Tidak lama kemudian, Jayden pun kembali dari pamit menerima panggilannya. Ia duduk kembali di sebelah istrinya, setelah melempar senyum tipis pada sang mama.
"Sudah selesai, sayang?" tanya Monika setelah sang anak duduk di kursi di hadapannya.
"Hn. Sudah Mah."
"Siapa?" kali ini sang papa yang bertanya.
Arlando melihat dengan alis terangkat, penasaran dengan panggilan yang di terima sang anak, karena ia yakin jika sampai anaknya menerima panggilan tanpa menunggu, pastilah panggilan itu penting.
"Dari Emerald Corp, mereka meminta pertemuan mendadak," jelas Jayden singkat dengan Arlando yang mengangguk mengerti.
"Lalu?" lagi-lagi Arlando bertanya singkat.
Dan sekarang kita tahu dari mana tabiat suka bicara singkat Jayden selama ini berasal, ternyata memang benar sebuah pepatah mengatakan, jika buah jatuh tidak juah dari pohon. Alhasil Jayden pun mengikuti jejak sang papa, irit bicara, dingin dan menatap orang tajam saat sedang bertanya atau pun menjawab pertanyaan orang lain, serta jika sedang memandang lawan bicaranya.
"Aku harus pergi ke kantor."
Pernyataan dari sang anak tentu saja membuat Monika bingung. Bagaimana bisa anaknya berkata 'pergi ke kantor', jika seharusnya saat ini putra dan menantunya harus pergi bandara, untuk terbang ke negera tujuan bulan madu mereka.
"Loh! Kok ke kantor, Sayang. Bukankah seharusnya kalian pergi ke Bandara?" tanya Monika bingung sekaligus kecewa.
Jayden segera melihat ke arah mamanya yang melihat ia dengan ekspresi kecewa dan itu membuatnya menghela napas diam-diam. Padahal ia sudah sangat merasa beruntung, setidaknya ia tidak perlu melaksanakan yang namanya bulan madu saat ini juga.
Em, sebenarnya bukan tidak perlu, tapi lebih ke arah menunda, saat meeting bisa menjadi alasan baginya, untuk membatalkan perjalanan bulan madu palsunya hari ini.
"Maaf Mah, Jay harus menghadiri meeting ini. Ini sangat penting untuk perusahaan," jelasNYA dengan nada lembut, berharap sang mama mengerti dan tidak curiga jika ini hanyalah alibinya saja.
Sebenarnya meeting ini bisa saja ia limpahkan kepada Sage, asistennya, orang kepercayaannya atau juga sahabatnya yang sudah dikenalnya dari zaman ia masih memakai seragam sekolah. Namun karena ia belum siap dengan acara bulan madunya, ia pun terpaksa harus mengulang lagi acara bulan madu, yang sebenarnya memang sudah ia siapkan jauh-jauh hari sebelum pernikahan.
Ya, ia bahkan sudah menyiapkan hal istimewa untuk Aliana di Eropa, tapi sayang semua itu harus ditundanya sampai ia menemukan si wanita pembangkang itu.
Ia tidak akan menyerah, karena menyerah tidak ada di kamusnya.
"Lalu, bagaimana dengan bulan madu kalian?" tanya Monika masih kecewa, belum puas akan jawaban singkat dari anak kesayangannya.
"Aku akan menjadwal ulang perjalanan bulan madu kami, Mah," jelas Jayden dengan batin lelah, berharap kali ini sang mama akan menyerah.
Jawaban tidak segera di terima oleh Jayden saat sang mama sendiri masih menatapnya dengan kecewa.
"Yah.... Apa boleh buat karena ini juga untuk kepentingan perusahaan. Kalau begitu, biar Mama yang atur jadwal baru untuk kalian, oke!" putus Monika setelah keterdiamnya. Tentunya dengan keputusan seenaknya pula, tanpa tahu jika baik Jayden atau pun Kinara keduanya sama-sama menghela napas dengan helaan napas lelah selelah-lelahnya.
Ya Tuhan, batin keduanya kompak.
Bersambung.