Apartemen Sky Land Kota X
Dikarenakan batal dengan acara bulan madu, akhirnya Kinara pun diantar oleh taksi menuju apartemen milik Jayden, atau bisa dibilang apartemen milik keluarga Gwentama.
Awalnya Kinara menaiki mobil yang dikendarai oleh Jayden, tapi di pertengahan jalan sang suami dengan tega menurunkannya, memberi ongkos taksi, kartu akses dan kata sandi untuk masuk ke dalam hunian.
Ini semua karena sang mertua. Jika saja mertua baik hati itu tidak menunggu kepergian mereka, mungkin saja Kinara sudah dari awal naik taksi menuju apartemen berada.
Namun biar saja, lupakan dan jangan terlalu dipikirkan dengan apa yang dilakukan suaminya.
Karena apa, ia tidak boleh terlalu kepikiran bahkan di hari pertama ia menjadi istri seorang Jayden. Perjalanannya masih panjang, asal tahu saja.
Di sepanjang perjalan menuju apartemen pun ia hanya diam sambil melihat keramaian jalan ibu kota, yang selalu dipadati oleh kendaraan baik roda dua ataupun roda empat.
Bibirnya sedikit tersenyum, saat ingat jika akhirnya ia bisa keluar juga dari rumah keluarga Winandar. Namun tidak lama segera hilang saat ingat jika tidak sepenuhnya pula ia bebas.
Sungguh sedih sekali rasanya, apalagi saat dirinya merasa seperti seekor kelinci yang berhasil keluar dari mulut buaya, tapi malah masuk ke mulut singa.
Ah, terserah saja. Yang pasti aku harus semangat, karena nanti, bukan hanya aku yang akan menjadi korban, tapi perusahaan Papa juga kalau sampai aku melawan, batin Kinara berusaha berlapang dada.
Ia pun melanjutkan lamunannya, kali ini tentang kehidupan apa yang akan dijalani olehnya, hingga tidak terasa taksi yang mengantarnya sampai juga di halaman luas apartemen tempat suaminya tinggal.
"Sudah sampai, Nona!"
"Terima kasih, Pak!"
"Sama-sama, Nona!"
Dan taksi pun meninggalkannya, setelah membantunya mengeluarkan koper miliknya dari dalam bagasi.
Di depan pintu lobby, Kinara yang baru saja turun dari taksi terdiam sesaat untuk melihat sekitar tempatnya berdiri saat ini. Ia juga melihat bangunan di depannya dengan kepala mendongak, saat matanya menelusuri betapa tingginya bangunan tempat suaminya ini tinggal.
Bukan hanya tinggi, tapi juga mewah, sehingga Kinara sempat-sempatnya memikirkan berapa banyak uang yang dikeluarkan oleh keluarga Gwentama untuk membuatnya. Hingga akhirnya ia tersadar dan segera menggelengkan kepada melupakan apa yang dipikirkannya.
"Dasar bodoh. Untuk apa aku pikirkan, lebih baik segera masuk dan istirahat," gumanya berusaha tidak peduli, lalu dengan langkah pelan ia berjalan ke arah pintu lobby dimana beberapa pria berdiri tegap tampak menjaga.
Ditangannya ada kartu akses pemberian Jayden, ia melihatnya dengan seksama dan bingung harus menscan di mana kartu di tangannya ini.
"Ini bagaimana tadi yah, cara memakainya," gumam Kinara bingung sendiri. Ia menahan diri untuk tidak mengkuri surainya yang tidak gatal, berusaha mengingat apa yang dikatakan Jayden.
Padahal suaminya sudah memberi tahu cara memakainya, tapi dasarnya ia yang banyak melamun, sehingga hal mudah seperti ini saja membuatnya kelimpungan.
Keningnya mengernyit, sambil membolak-balikan kartu akses ditangan. Hingga kelakuannya yang seperti orang kampung pun membuat salah satu petugas menghampirinya, bertanya kepadanya sedikit curiga, meski tanpa menghilangkan etikanya sebagai petugas.
"Selamat pagi, ada yang bisa dibantu?" tanya si petugas ramah, membuat Kinara yang sedang fokus dengan kartu tersentak kecil, menoleh dengan cepat ke arah samping dan menemukan pria muda tersenyum ramah kepadanya.
Kinara tidak langsung menjawab, ia memperhatikan seragam yang dipakai orang di depannya dan membaca dalam hati sebuah pengenal di dada, yang berarti jika pria dihadapannya ini adalah seorang petugas di sini.
Dengan senyum canggung, Kinara menunjukan kartu ditangannya kepada petugas di depannya, yang tidak segera menjelaskan. Ya, justru petugas itu bertanya, karena memang peraturan dan demi keamanan apartemen tempatnya bekerja.
"Nyonya penghuni baru di sini?" tanya si petugas, sehingga Kinara pun langsung teringat akan ucapan suaminya, yang menjelaskan kepadanya tentang keamanan apartemen tempat mereka akan tinggal.
"Ingat! Jika kau lupa tentang akses, lalu ada petugas menghampiri, kau hanya perlu bilang iya dan jika masih bertanya nomor kamar berapa, kau hanya perlu menyebutkan nomor kamar. Tidak perlu menjelaskan, jika pun kau ingin menjelaskan, bilang saja kalau kau adalah asisten rumah tangga baru di apartemen milikku. Paham tidak!?"
Perkataan suaminya yang tegas dan penuh dengan penekanan di kalimat terakhir, membuat Kinara ingin sekali menggerutu apalagi ketika mengingat ekspresi datar pria itu.
Ingin menyembunyikan statusku, baguslah sepertinya aku bisa tetap bekerja, batin Kinara diantara senang dan sedih.
Benar, ia senang saat merasa suaminya bisa diajak bekerja. Lalu sedih, saat dirinya diperintahkan untuk mengakui diri sebagai pembantu.
Kenapa harus seorang pembantu? Kenapa tidak saudara, hingga ia tidak perlu merasa semakin rendah seperti ini.
"Benar, saya penghuni baru Pak."
Kinara kira ia akan mendapatkan pertanyaan lagi, tapi nyatanya tidak saat petugas ini lebih dulu ditegur petugas lainnya, yang dengan sigap membantunya mengakses dan mengajarkan menscan kartu akses.
"Maaf atas ketidaknyamanannya, Nyonya. Silakan masuk," kata si petugas lainnya, dengan sikap ramah berlebihan sehingga membuat Kinara mengernyit, kali ini bingung saat mendapat sikap beda.
Lebih hormat dan ramah, siapa yang tidak curiga. Sedangkan dirinya tidak tahu apa-apa sama sekali. Tapi karena ia tidak ingin memperpanjang masalah, ia pun hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih singkat.
"Terima kasih, Pak."
"Sama-sama, Nyonya muda Gwentama," balas si petugas ramah.
Deg!
Apa! Dari mana petugas ini tahu, batin Kinara kaget luar biasa.
Ia tidak menyangka akan ada yang mengenali dirinya seperti ini, tapi sekali lagi ia berusaha untuk tetap menampilkan ekspresi biasa dan memutuskan untuk masuk ke dalam sana. Namun sayang, kakinya yang baru saja maju selangkah dibuat berhenti karena mendengar bisikan dua petugas itu, tentang dirinya yang adalah istri dari pemilik gedung apartemen dan juga nama mertuanya dibawa serta.
"Nyonya Monika memberi tahu, jika ada wanita muda dan cantik datang berarti itu adalah istri Tuan muda Jayden."
Astaga! Sepertinya, harapan dirinya untuk menutupi pernikahan ini hanya akan jadi angan-angan saja.
Tentu saja, siapa orang yang tidak tahu dengan berita pernikahan keluarga Gwentama kemarin, jika beritanya saja menjadi tranding topik di seluruh stasiun televisi.
"Bodoh," bisik Kinara lirih entah mengumpat untuk siapa, kemudian ia pun melanjutkan langkahnya memasuki lobby dan lagi-lagi mendapatkan sambutan yang luar biasa ramah dari para petugas di dalam.
"Selamat datang, Nyonya muda Gwentama!"
"A-ah…, iya terima kasih!"
Setelahnya Kinara pun kembali melanjutkan langkah, berjalan ke arah lift dan memasukinya segera saat pintu lift terbuka.
Ting!
"Jayden bodoh, apa dia tidak berpikir jika pernikahannya itu sudah pasti jadi konsumsi publik. Untung aku belum bilang jika aku pembantunya. Kalau aku bilang dan mengaku pembantu, sudah pasti Mama akan curiga," gerutu Kinara tidak habis pikir akan pemikiran pendek suaminya.
Ia jadi bingung sendiri, kenapa setiap suaminya berbuat yang tidak-tidak, pasti akan ada mama mertuanya yang mengacaukan niat sang suami.
Boleh kah dirinya berharap, jika suatu saat nanti bukan hanya mama mertua saja yang akan baik seperti ini kepadanya, tapi papa juga yang pasti suaminya sendiri.
"Hilih ... Mimpi, si tembok itu mana mungkin akan baik kepadaku," gerutu Kinara saat pemikirannya dirasa terlalu tinggi.
Ting!
Pintu lift pun terbuka, Kinara pun melangkah keluar dan melihat sekitar, hingga akhirnya matanya melihat nomor kamar sesuai dengan apa yang disebutkan oleh suaminya.
"Huft ... Selamat berjuang," desah Kinara lelah, kemudian kembali melangkah dengan langkah terseret.
***
Sementara Kinara yang sudah sampai di apartemen, di perjalanan sendiri tampak mobil yang dikendarai Jayden membelah jalanan ramai ibu kota X.
Di dalam sana terdengar gerutuan dari pria yang biasanya diam dan tidak banyak berkomentar kecuali pekerjaan. Namun saat ini berbeda, saat mengingat kejadian sebelumnya saat keluar dari hotel.
"Yang benar saja, ini mobil kesayanganku. Apa aku harus mengganti mobil besok. Aku tidak ingin ada jejak wanita lain disini, selain jejak dari Aliana yang kucintai," gerutu Jayden.
Ia melihat lagi ke arah sampingnya, tepatnya kursi yang tadi diduduki oleh wanita yang sukses membuatnya selalu mengumpat kesal sekalipun itu mengenai hal sepele.
"Sepertinya aku harus mengganti joknya, aku terlalu sayang dengan mobil ini," lanjutnya kesal sendiri.
Di sepanjang perjalanannya, tidak henti-hentinya Jayeden menggerutu tentang sang mama yang terlalu antusias dengan istrinya, Kinara. Jika sudah seperti ini ia yakin saat nanti menemukan Aliana, sudah dipastikan jika sang mama akan sulit memberinya restu untuk menikah dengan wanita pujaannya.
"Ck ... Wanita sialan. Lihat saja, aku akan membuat hidupmu bagai di neraka."
Lagi-lagi ia hanya bisa mengumpat, hingga tak terasa perjalanan jauh itu kini berakhir saat ia melihat gedung perkantorannya di depan sana.
Bersambung.