Chereads / Kinara: Love Me Please, Jayden. / Chapter 16 - Panggil Aku Mama

Chapter 16 - Panggil Aku Mama

Hotel Grand Elty Kota X

Di depan kamar pengantin, ada Monika yang berdiri berhadapan dengan seorang wanita muda, tepatnya adalah menantu atau juga istri anaknya, Jayden.

Monika menatap dengan mata memicing, kepada Kinara yang menatap sang mertua dengan perasaan takut.

Sepertinya aku baru membuat ibu mertuaku marah, pikir Kinara takut.

Sedangkan Monika yang melihat bagaimana ekspresi takut dari menantunya diam-diam terkikik dalam hati.

Ah! Lucu sekali menantuku, manis dan cantik. Sepertinya aku lebih suka, jika dia yang jadi menantuku, ketimbang kakaknya. Wanita tidak memiliki etika, pergi disaat pernikahan dan mengorbankan kebahagiaan adiknya, batin Monika dengan senyum disembunyikan

Ia tidak menyangka jika tatapannya yang seperti ini mampu membuat menantunya takut. Padahal ia pikir di antara para Gwentama hanya dirinya yang tidak memiliki ekspresi atau tatapan menakutkan layaknya suami dan putranya.

Namun ternyata ia salah, hanya dengan seperti ini saja menantunya sudah takut dan seketika ia jadi khawatir, kalau Kinara nanti tidak akan bisa menghadapi sifat keras dan kelakuan putra semata wayangnya.

Ya Tuhan, semoga rumah tangga putra dan menantuku kedepannya akan baik-baik saja, lanjutnya meminta dalam hati.

"Maaf…."

Suara cicitan dari menantunya terdengar takut, membuat Monika yang sedang melamun dan meminta dalam hati segera sadar kemudian kembali memasang wajah tanpa ekspresi.

"Kamu sudah tahu, apa kesalahan kamu. Sehingga kamu meminta maaf?" tanya Monika dengan nada dingin pura-puranya.

"Saya, saya belum tahu, Nyonya" balas Kinara semakin takut.

"Kesalahan kamu itu sebenarnya hanya satu, tapi sayangnya aku tidak suka. Kamu mau tahu apa?" lanjutnya seakan benar-benar marah.

Kinara sekali lagi hanya diam, menatap lantai yang diinjaknya dengan perasaan takut karena merasa sang mertua sungguhan marah. Tapi, ketika kalimat lanjutan terdengar seketika itu juga ia mengangkat wajahnya, dengan netra melebar.

Ia juga memandang wanita cantik di depannya dengan tatapan terkejut saat mendengar sendiri perkataan dan juga senyum geli, yang terpasang apik di wajah mertuanya saat ini.

"Salahmu itu karena memanggilku dengan sebutan Tante dan bukannya Mama, Kinara."

Deg!

"Mak-maksudnya?" tanya Kinara tidak mengerti, dengan perasaan bingung ia menatap mertuanya seakan menelisik. Sehingga sang mertua berhenti dari kekehannya, menatap Kinara dengan hangat dan senyum gelinya berubah menjadi senyum lembut.

"Maksudnya Mama, kesalahan kamu adalah memanggil Mama dengan sebutan Tante. Sedangkan Mama sekarang adalah mertua kamu, yang artinya Mama ini Mama kamu juga. Apa seorang mertua pantas dipanggil Tante? Tidak 'kan, Sayang?" tanya Monika setelah menjelaskan dengan nada gelinya yang kembali terdengar.

"Eh!" Kinara tidak mampu berkata-kata saat mendengar lebih jelas, apa maksud dari perkataan sang mertua.

Benar kah, jika mama dari suaminya yang ternyata atasannya itu menerima dirinya sebagai menantu? Sedangkan seperti yang diketahuinya sendiri, jika suaminya atau anak wanita di depannya saat ini menolaknya tegas, bahkan menyebut kata cerai berulang kali dengan mudah.

Ya Tuhan, aku tidak menyangka jika masih ada yang mau menerimaku, batin Kinara bahagia.

Tiba-tiba setitik air mata menetes tanpa diduga, dari kedua bola mata Kinara yang membuat Monika kalang kabut. Ia bahkan sudah memegangi bahu menantunya, takut ia ternyata menyakiti hati wanita muda di depannya.

"Astaga! Kinara! Kamu kenapa, apa Mama buat kamu takut. Maaf Mam-

"Tidak, maafin Nara, Mam-Mama. Nara terlalu terharu, karena Tan-Mama menerima Nara sebagai menantu," sela Kinara dengan cepat, sehingga Monika yang akhirnya mengerti pun tersenyum kecil merasa menantunya manis dengan tingkah polosnya.

Bagaimana bisa ia tidak menerima menantunya, jika menantunya adalah pilihannya dengan cara yang tidak terduga.

Untuk sekarang ia bersyukur masih karena Kinara yang menjadi penyelamat kehormatan nama keluarganya.. Tapi ia yakin, jika seiring berjalannya waktu nanti, ia akan tahu sebab ia menyukai menantunya saat ini.

Instingnya mengatakan, jika bukan kakaknya Kinara yang akan membawa perubahan untuk anaknya, melainkan Kinara itu sendiri.

"Aduh, kirain Mama, Mama bikin kamu takut atau apa. Ternyata karena itu," desah Monika lega.

"Maaf."

"Buat apa minta maaf, kamu tidak salah Sayang. Mama yang seharusnya langsung berbicara intinya, bukannya malah menggoda kamu," tandasnya dengan senyum kecil.

"Terima kasih, Tant-

"Mama, panggil Mama, Kinara Gwentama," sela Monika, saat lagi-lagi menantunya hendak memanggilnya dengan sebutan tante.

"Ah! Maaf, Mam-Mama," sahut Kinara gugup dengan hati berbunga, senang.

"Nah! Begitu, panggil Mama mulai sekarang Mama. Jangan tante lagi yah, ingat itu," ucap Monika tegas, sehingga Kinara pun mengangguk dengan senyum manis merekah.

Senyum yang membuat Monika tersentuh, merasa senyum menantunya adalah senyum dengan aura yang menenangkan.

"Baik, Mah," jawab Kinara segera.

"Ah! Mama hampir saja lupa. Keasikan godai kamu sih," tukas Monika dengan tangan bertepuk pelan, saat ingat apa yang ingin diucapkan kepada menantunya.

"Ada apa, Mah?" tanya Kinara penasaran.

"Sebelumnya, Mama harus panggil kamu apa? Apakah Kinara atau ada panggilan lainnya?" tanya Monika sebelum menyampaikan maksudnya.

"Nara Mah, semua memanggilku dengan Nara dan Papa juga memanggil Kinara dengan panggilan Nara," jawab Kinara semangat serta mata berbinar cerah, saat ingat siapa orang pertama yang memanggilnya, dengan sebutan Nara. "Ibu," lanjutnya dalam hati sambil tersenyum kecil.

"Nara yah, heum ... Panggilan yang cantik, sama seperti orangnya."

Kinara tersenyum malu dipuji oleh mama mertuanya yang saat ini menatapnya dengan hangat. Tatapan yang sudah lama tidak ia dapatkan dari seorang ibu, saat sang mama tiri—Tari, lebih suka menantapnya dengan tatapan sinis.

"Terima kasih, Mama," cicit Kinara malu. "Terima kasih Tuhan, mertuaku ternyata orang yang baik," lanjutnya dalam hati dengan rasa senang, serta mengucap syukur kepada Tuhan.

"Jadi, ada apa, Mah?" Kinara memberanikan bertanya, saat sang mertua seperti akan lupa lagi, dengan tujuan beliau datang mengunjungi kamarnya.

"Ah! Iya. Begini, jadi, besok kan kalian berdua akan pergi bulan madu. Apa Jay sudah kasih tahu kamu, kalian besok bulan madu kemana?" tanya Monika, dengan mata memandang berbinar tanpa tahu sang menantu yang mendengarnya justru jantungnya hampir saja copot.

Bulan madu? Bagaimana ini, aku tidak tahu apa-apa, batin Kinara panik.

Ia melupakan satu fakta, jika sepasang pengantin yang baru saja menikah, pastilah memiliki rencana untuk menghabiskan waktu bersamaa, dengan menikmati berbagai kegiatan di tempat bagus berduaan.

Tapi yang jadi masalahnya adalah ia tidak tahu harus menjawab apa, karena suaminya pun tidak membahas masalah ini, yang ada suaminya malah membahas tentang perceraian dan rasa cintanya kepada sang kakak.

Lagian ia juga yakin, jika suaminya tidak akan mengajaknya bulan madu. Jangan 'kan bulan madu, hari pertama saja dirinya sudah diperingati dengan pembahasan pernikahan di atas kertas, alias dirinya yang hanya istri dengan status sah dan tanpa cinta di dalamnya.

Istri yang hanya menunggu waktu dicerai saat istri sesungguhnya yang adalah kakaknya, telah kembali dan berada di tengah-tengah kehidupan rumah tangga mereka.

Menggantikan posisi dirinya di pernikahan ini yang hanyalah istri pengganti.

"Bulan madu," ulang Kinara, menatap sang mertua yang mengangguk mengiyakan.

"Iya, Nara sayang. Bulan madu, kalian pasangan pengantin baru, tentu saja kalian harus melakukan hal lumrah seperti ini. Menghabiskan waktu bersama, membangun komunikasi, menciptakan suasana ...."

Kinara hanya mendengar dan terdiam dengan hati dan pikiran sedih, saat mertuanya menjelaskan dengan nada semangat, tentang kegiatan saat sepasang pengantin baru melakukan kegiatan bulan madu.

Ia tidak sanggup untuk menghancurkan angan-angan bahagia mertuanya, dengan jawaban yang sama sekali belum diketahui olehnya harus seperti apa.

"Apalagi kalau sampai kamu hamil setelahnya, duh.... Mama pasti akan sangat senang sekali." Monika melihat dengan ekspresi bingung, saat sang menantu diam alih-alih menanggapi antusias ucapannya.

Ada yang salahkah dari perkataannya, tanyanya dalam hati.

"Nara, kamu kenapa kok kamu diam saja? Bukankah seharusnya kamu senang, jika kalian bulan madu?" tanya Monika beruntun, saat ekspresi Kinara tidak terlihat senang sama sekali.

"Ah! Buk-bukan Mah, Nara hanya terlalu memikirkannya, hingga rasanya aku tidak sabar untuk bulan madu," elak Kinara menutupi kebenaran.

"Seperti itu, aduh kirain Mama kamu tidak senang, dengan yang namanya bulan madu," tandas Monika dengan perasan lega.

"Iya, seperti itu Mah," sanggah Kinara dalam hati. "Ya Tuhan, maaf atas kebohonganku," lanjutnya dalam hati.

"Bagus, jadi, kemana kalian akan pergi?" timpal Monika kembali pada topik yang sungguh membuat Shaleta ingin kabur saat itu juga.

"Emh! Anu Mah, Nara dan Jayden akan ke-

"Eropa, Jay dan Kinara akan bulan madu ke Eropa Mah."

Dua wanita beda usia ini sama-sama menoleh ke asal suara, saat seseorang menyela dan mendengar jawaban yang seharusnya di ucapkan oleh Kinara.

"Eropa?"

"Benar, Eropa Mah. Jadi, Mama nanti jangan ganggu yah. Biar di sana kami bisa lebih cepat mengenal satu sama lain."

Apa maksudnya ini, batin Kinara tidak percaya.

Bersambung