Selamat membaca
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
Di ruangan tempat Jayden dan Kinara bertemu.
"Mama," lirih Kinara, tidak berani melihat sang mama dan lebih memilih menundukkan kepalanya, sehingga ia tidak sempat melihat rupa dari si pria.
"Kinara, ini adalah calon suamimu dan calon suamimu bilang, ada yang mau di sampaikan untukmu," jelas Tari sambil berjalan menghampiri Kinara yang hanya diam tidak bergerak sedikit pun.
Tap!
Tari pun berdiri di hadapan Kinara, berpura-pura memeluk si anak tiri yang hanya mampu mematung dengan kepala mangangguk saat mendengar bisikan lirih dari sang mama.
"Ingat, jaga sikapmu. Jangan sampai kamu bicara yang tidak-tidak, paham?"
"Baik," gumam Kinara lirih.
Tari pun merubah lagi ekspresinya saat melepas pelukan pura-puranya, menjadi senyum hangat saat tadi memandangnya sinis. "Putriku Nara, semoga kamu bahagia Sayang," tuturnya dengan nada manis dibuat-buat, menatap Kinara dengan tatapan mata mengancam.
"Terima kasih, Ma," cicit Kinara, menundukkan wajahnya tidak ingin menunjukkan wajah kalahnya.
"Baiklah, Mama tinggal dulu. Kalian silakan bicara," timpal Tari dengan nada ceria.
Ia membalikkan tubuhnya, melihat ke arah Jayden yang raut wajahnya sama sekali tidak berubah, masih sama seperti ia bertemu di ruangan keluarga tadi.
"Nak Jayden, Mama tinggal dulu," lanjut Tari dengan senyum bahagianya.
"Hn."
Blam!
Pintu pun tertutup, menyisakan Jayden yang menatap Kinara dengan tatapan sulit di artikan.
Sepeninggalnya Tari, ruangan dingin dengan air conditioner menyala itu sunyi, saat keduanya sama-sama terdiam dengan hati dan pikiran berbeda.
Kinara yang masih belum menyadari jika laki-laki di depannya adalah Jayden, direktur di perusahaannya sendiri masih diam membisu. Berbeda dengan Jayden, yang sudah memikirkan seribu cara untuk membuat wanita di depannya menderita.
Kesal karena keterdiaman Kinara di depannya saat ini, Jayden pun berdehem dan menganggetkan si calon istri pengganti yang akhirnya mengangkat wajahnya dan menampilkan raut wajah pias, dengan mulut terbuka tidak percaya.
Ehem!!
Ya Tuhan, batin Kinara.
Ia menutup mulutnya saat melihat penampakan seorang laki-laki, yang beberapa kali pernah bertemu dengannya di perusahaan tempat ia bekerja.
Jelas saja ia pernah bertemu dengan laki-laki di depannya, karena pria itu adalah pemimpin di perusahaan tempatnya bekerja. Ia juga pernah bertemu sebelum bekerja lewat kejadian tidak menyenangkan dan sekarang harus bertemu lagi dalam suasana tegang seperti ini.
Ya Tuhan.... Kenapa nasibku seperti ini, aku selalu bertemu dengannya lewat cara mengesalkan, lalu sekarang lewat cara seperti ini juga, pertemuan dengan kejadian lebih mengesalkan untuk kami berdua.
Kinara hanya mampu mengucapkannya dalam hati, masih melihat raut wajah tanpa ekspresi atasannya, yang saat ini berdiri tegap di hadapannya.
"Kita pernah bertemu," bukan tanya yang di ucapkan oleh Jayden, melainkan pernyataan saat memang keduanya pernah bahkan beberapa kali bertemu.
"Selamat siang, Tuan."
Kinara merasa bodoh, saat ia menyapa direktur di depannya dengan nada gugup seperti itu. Tapi bagaimana lagi, yang saat ini dirasakannya bukan hanya gugup, tapi juga takut saat dirinya akan dibenci karena kenyataan tentang dirinya, si istri pengganti.
Melihat Kinara yang hanya menatapnya kaget, Jayden yang kesal bertambah kesal. Sehingga ia berjalan dengan langkah lebar dan mendudukan dirinya, di kursi yang ada di kamar ini.
Kamar pengantinnya bersama istrinya, bersama istri yang ia cintai, yah ... Seharusnya sih seperti itu.
Sial, batin Jayden kesal, saat ingat kenyataan ia yang di tinggal begitu saja.
Seharusnya ia tahu, jika Aliana tidak akan begitu saja menerimanya sepeti ini.
Oh! Apakah ini karena Aliana tahu yang akan menjadi suami adalah dirinya, sehingga Aliana lebih memilih pergi ketimbang menikah dengannya. Tapi, ia sengaja tidak menampakkan dirinya selama lamaran dan sebagainya, itu semua karena ingin memberi kejutan.
Ck ... Tentu saja karena nama keluarga, batin Jayden kesal.
Kini keduanya berhadapan dengan Jayden yang duduk santai, tapi punggung itu tegak dan pandangan lurus menatap Kinara dengan tatapan menilai. Sedangkan Kinara masih berdiri, tapi ia sudah tidak menunduk seperti di awal.
Ya…, meskipun pandanganya tidak melihat Jayden langsung, melainkan melihat ke arah lain, ke arah mana saja asalkan tidak melihat Jayden di depannya.
"Kenapa?"
"Eh!"
Kinara segera menatap ke arah Jayden, saat tiba-tiba saja pria itu bertanya singkat dengan pertanyaan kenapa kepadanya, yang sama sekali tidak mengerti maksudnya apa.
"Ck."
Jayden berdecak, saat pertanyaannya malah dibalas dengan raut wajah kaget, terlihat lucu di matanya, tapi sayangnya segera ditampik olehnya.
Lucu? Yang benar saja, batin Jayden mendengkus geli.
"Kenapa, aku tanya kenapa kamu menerima peran kamu sebagai istri pengganti. Heum? Segitunya kah ingin menikah denganku, begitu?"
Deg!
Dengan mata melotot, Kinara menatap tidak percaya dengan kalimat yang diucapkan oleh direkturnya, oleh calon suaminya yang menatapnya dengan tatapan merendahkan.
Sebegitu hina kah diriku? Sehingga atasanku sendiri memandangku dengan rendah, batinnya sakit.
"Kenapa tidak menjawab? Bisu? Aku kira tidak, bukankah kamu bisa berbincang dengan akrab dengan semua pegawai kantor?" lanjut Jayden mencecar dengan kata-kata tajamnya, sehingga Kinara semakin merasakan sakit, tapi segera ditahannya saat ingat ancaman sang mama.
"Aku tidak mengerti," gumam Kinara singkat, membalas pertanyaan panjang lebar dari Jayden yang giginya menggeletuk saat mendapat jawaban sok tak tahu itu dari si calon pengganti.
"Cih! Tidak mengerti? Yang benar saja," dengkus Jayden sinis.
Ia berdiri dari duduknya, untuk menghampiri Kinar yang mundur dengan gerakan kaku.
Tap! Tap! Tap!
Setiap langkah yang dibuat oleh si direktur, entah mengapa membuat Kinara merasakan perasaan takut.
Tap!
Akhirnya Jayden pun sampai di depan Kinara yang marasa ciut, saat tinggi tubuhnya hanya sampai dada laki-laki di depannya, yang berdiri menjulang bak tiang listrik. Sungguh, pria itu terlihat kokoh meskipun di lapisi oleh jas mahal, nyatanya bentuk tubuh asli tetap tidak mampu tertutupi.
Gluek!
Kinara yang baru ini berdiri dekat dengan direktur, serta nyaris menempel dengan seorang laki-laki menelan salivanya gugup. Apalagi saat menghirup aroma maskulin dari si pria, yang berdiri hanya menyisakan satu jengkal sebagai jarak diantara keduanya.
Deg! Deg! Deg!
Ini adalah bunyi detak jantung keduanya, meskipun berbeda perasaan saat satunya takut dan satunya lagi menyimpan marah dan dendam.
Jayden pun memajukan wajah, dengan Kinara yang sontak memundurkan wajahnya ke belakang.
Namun sayang, Jayden lebih dulu menarik wajah si calon pengganti, sehingga jika orang melihat apa yang mereka lakukan, salah pahamlah yang akan terjadi, karena mereka terlihat seperti sedang berpelukan, tapi nyatanya tidak.
"Lepas," cicit Kinara, tapi sayangnya Jayden tidak mengindahkan. Ya, justru Jayden semakin erat mencengkram belakang kepala Kinara, tepatnya leher hingga wanita itu merasa sakit di area belakang lehernya.
"Diam," desis Jayden dengan nada dingin, membuat Kinara terdiam dengan rasa takut luar biasa.
Setelah merasa jika Kinara diam di hadapannya, Jayden pun menarik wajahnya dari telinga si wanita, melihat dengan tatapan tajamnya, dengan Kinara yang memandangnya dengan ringisan kecil dari belah bibir mungilnya.
"Dengar ini, Kinara. Ingat baik-baik apa yang akan aku ucapkan sekali, tanpa ada pengulangan sedikit pun."
Meski sesekali Kinara meringis sakit, ia berusaha fokus dengan apa yang akan diucapkan oleh calon suaminya.
"Kamu istriku, tapi hanya hitam di atas putih. Karena selamanya Liana adalah wanita yang aku cintai. Paham?" ucap Jayden dengan nada rendah, masih menatap Kinaea tajam. Bahkan ia tersenyum sinis, saat wanita itu menatapnya dengan bola mata bergetar.
Kinara hanya bisa menatap nanar ke arah calon suaminya, di hari pernikahannya ia harus menerima kenyataan, jika selamanya ia tidak akan menjadi istri sesungguhnya dari suaminya sendiri.
Setitik air mata menggenang di sudut matanya, ia memundurkan dirinya saat merasa jika Jayden melepaskan cengkraman pada lehernya.
"Simpan air matamu. Jangan kira dengan air mata itu, aku akan luluh dan mencintaimu. Ingat, selamanya, aku, hanya mencintai Aliana. Camkan itu."
Setelah itu Jayden pun meninggalkan Kinara yang jatuh duduk bersimpuh di lantai dan menangis saat mendengar bunyi demaman kuat, ketika Jayden membuka serta menutup pintu dengan bantingan keras.
Brak!
Hiks! Hiks! Hiks!
"Ya Tuhan, kenapa seperti ini," isak Kinara, menutup wajahnya saat ia tidak kuat menahan segalanya.
Ini baru ucapan di hari pertama. Lalu, bagaimana ia bisa menjalani hari berikutnya, saat nanti ia dan atasannya menikah serta tinggal satu atap?
"Ibu, tegarkan hati Nara," gumam Kinara dengan tergugu.
Bersambung.