Pagi ini lapangan kembali ramai dengan barisan seluruh peserta outbound, namun kali ini ada yang berbeda karena mereka berbaris lengkap dengan seluruh ransel dan juga bawaan yang pertama kali mereka bawa ke pantai ini.
Hari ini mereka akan pulang.
Tiga hari berlalu dengan cepat dan seluruh kegiatan outbound sudah lancar mereka lakukan walaupun ada sedikit hambatan di tengah-tengah, tapi untungnya semua bisa selesai dengan baik, bahkan seluruh peserta outbound berhasil melakukan yang terbaik untuk kegiatan kali ini.
Kegiatan terakhir mereka sebenarnya kemarin ditutup oleh renungan malam sebelum tidur, seperti kebanyakan kegiatan yang ada para peserta akan didengarkan sebuah lagu yang sedih, kemudian mereka akan disuruh merenung dan ditambahkan dengan suara Angkatan Laut yang berbicara tentang orang tua mereka. Tidak sedikit orang yang menangis pada malam itu, kegiatan terakhir mereka pun berjalan lancar.
Saat ini, Bian selaku ketua OSIS sementara mengakui bahwa siswa dan siswi untuk angkatan tahun ini jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun angkatannya dulu. Karena tahun ini hanya sedikit sekali siswa-siswi yang tumbang selama kegiatan sedang berjalan— bahkan mereka yang tumbang bisa dihitung dengan jari, berbeda sekali dengan tahunnya yang mana ada banyak sekali teman-teman seangkatan Bian yang langsung pingsan bahkan sebelum kegiatan dimulai.
Jadi, Bian sangat bangga dengan adik-adik kelasnya di tahun ini.
Pak Harso selaku ketua kegiatan yang mewakili para Angkatan Laut memberikan sepatah dua patah kata sebagai penutupan, beliau juga mengucapkan banyak terimakasih karena selama outbound berlangsung tidak ada yang melanggar peraturan dan berbuat aneh-aneh di tempat ini.
Sebelum pulang, seluruh peserta outbound melakukan upacara penutupan dan juga doa bersama. Saat ini pukul sebelas siang, mereka semua sedang berbaris dan menunggu giliran untuk masuk ke dalam bis amsing-masing, terlihat sekali raut wajah bahagia yang terpancar dari wajah-wajah mereka yang akan pulang ke rumah, tak terkecuali Arsha dan juga Tirani yang sedari tadi tidak bisa menghilangkan senyum bahagia mereka.
Pulang! Pulang! Pulang!
Arsha tidak berhenti menyerukan kata itu di dalam hatinya.
Dirinya sudah tidak sabar untuk bertemu dengan kedua orangtuanya dan menceritakan semua pengalaman yang sudah di dapatkan dari tempat ini. Tak lupa juga dengan mimpinya sebelum jurit malam, ketika pulang nanti Arsha sudah berniat untuk benar-benar meminta dibelikan pizza oleh papanya, karena jujur saja sampai sekarang mimpi itu tidak bisa dia lupakan.
"Ayo kelompok tulip masuk ke dalam bis." Bian membuka pintu masuk bis dan anggota kelompok bimbingannya itu segera masuk satu-persatu, sampai akhir kegiatan pun Bian masih tetap menjadi kakak pembimbing mereka.
Bian memperhatikam seluruh adik kelasnya yang tengah masuk ke dalam bis, dia juga tidak lupa menghitung jumlahnya karena takut akan ada yang tertinggal. Ketika semua adik didiknya sudah duduk nyaman di dalam bis, kini giliran Bian untuk memantau sebentar keadaan yang di dalam bis lain sebelum mereka benar-benar pergi dari pantai ini.
Bian memang mengemban banyak sekali tugas dan tanggung jawab, maka dari itu dia harus memastikan semuanya aman terkendali.
"Haki, kelompok lo lengkap 'kan?"
"Mark, adik didik lo udah semua masuk ke bis?"
"Banu! Itu tadi gue liat adik didik lo masih ada yang ke toilet, jangan lupa ditungguin!"
Bian benar-benar menghampiri semua bis dan berbicara dengan teman-teman panitianya yang lain. Semua memang sudah beres, namun Bian tidak berhasil menemukan keberadaan Cakra di mana pun. Kemana sahabatnya itu?
Sejak kejadian di pos empat kemarin, Bian sebenarnya belum bicara dengan Cakra. Padahal bisa dibilang, Cakra adalah seseorang yang paling dekat dengannya baik di dalam organisasi OSIS ataupun di luar organisasi, mereka memang sudah saling mengenal sejak kelas sepuluh. Jadi, hal yang wajar jika Bian merasa khawatir dengan keadaan laki-laki itu.
Karena tak berhasil menemukan Cakra di manapun, akhirnya Bian menyerah dan memilih untuk kembali ke bisnya sendiri, pikirnya mungkin Cakra sudah masuk ke bis lain ketika dia sedang berkeliling. Namun, begitu Bian sampai, dia justru terkejut karena menemukan Cakra sedang bersandar di samping bis kelompok tulip. Laki-laki itu menenteng tasnya di tangan kanan dan menjejalkan tangan kirinya ke saku celana.
Bian menggeleng kecil, sok keren sekali tingkah sahabatnya itu.
"Gue cariin lo kemana-mana," ujar Bian begitu sampai di hadapan Cakra.
Bukannya menjelaskan, Cakra malah mengatakan hal lain kepada Bian. "Gue nebeng bis lo ya." Lalu tanpa persetujuan laki-laki itu langsung menaiki bis begitu saja.
Bian juga tidak akan menolak dan tidak akan bertanya apapun, mood Cakra memang tidak menunjukkan bahwa dia kesal namun Bian tau bahwa laki-laki itu menyimpan sesuatu, apalagi dengan dia yang berpindah bis padahal seharusnya Cakra berada dalam bis kelompoknya bersama dengan Sayi.
Iya, Cakra dan Sayi memang memegang satu kelompok yang sama.
"Halo, Kak Cakra!"
Belum ada sedetik setelah Cakra menampakkan wujudnya di depan semua kelompok Tulip, seluruh anggota kelompok itu langsung menyerukan namanya dengan semangat dan tak lupa menyunggingkan sebuah senyum lebar kepada laki-laki itu. Sejujurnya ini ide Arsha, karena kemarin Tulip turut menyaksikan perdebatan kecil yang sempat terjadi, jadi gadis itu juga berinisiatif untuk membuat Cakra tersenyum hari ini.
Dan benar saja, idenya itu berhasil, sebab laki-laki itu langsung tersenyum lebar ke arah mereka semua sampai menampakkan gingsulnya yang sudah cukup lama bersembunyi. "Iyaaaa! Halo semuanya!" jawab Cakra tak kalah ramah.
Bian yang baru saja masuk dan menyaksikan itu hanya bisa tersenyum geli, kemudian dia duduk tepat di belakang supir sedangakan Cakra duduk dilantai bis, setidaknya dia cukup tau diri karena menumpang di bis ini, jujur saja kursi memang penuh dan tak ada pilihan lain untuk Cakra selain duduk di bawah.
Semua hal yang terjadi di depan sana tak luput dari pandangan Arsha, dia tidak duduk di dekat jendela karena sekarang adalah giliran Tirani, apalagi mereka duduk di barisan tiga. Jadi, sedikit saja Arsha memiringkan kepalanya ke kanan maka punggung Cakra sudah akan terlihat oleh kedua netranya.
Cakra terlihat kelelahan, Arsha tau itu. Memangnya siapa yang tidak lelah setelah menjalani kegiatan selama tiga hari ini? Arsha bisa melihat selama beberapa kali kakak kelasnya itu tersentak kaget ketika bis sedang berbelok dan terkadang Cakra juga akan terhuyung ke depan, sepertinya secara tak sadar dia tertidur. Arsha jadi kasihan apalagi Cakra tidak membawa apapun selain tasnya sendiri.
Tanpa kata, Arsha bergerak pelan untuk mendekati Cakra yang dirasa sudah benar-benar kelelahan hingga tidak akan sadar dengan sekitarnya, dan benar saja ketika Arsha sampai di depan sana bahkan laki-laki itu sudah tertidur. Arsha langsung menyenggol lengan Bian berniat untuk meminta bantuan dari laki-laki itu.
"Kenapa, Sha? Magh kamu kambuh?" tanya Bian yang bingung dengan kehadiran gadis itu.
Arsha dengan cepat menggeleng, lalu menunjuk-nunjuk Cakra. "Bantuin aku senderin Kak Cakra dong, Kak."
Walaupun masih belum mengerti Bian tetap bangkit dari kursinya dan segera membantu Arsha untuk menggeser tubuh Cakra agar bersender pada kursi yang dia duduki. Sepertinya Cakra benar-benar kelelahan karena dia sama sekali tidak terusik bahkan ketika Bian menggesernya. Dengan cepat Arsha melepaskan bantal kepala yang sedari tadi melingkari lehernya, kemudian dipakaikan ke leher Cakra, Arsha juga membenarkan posisi kepala laki-laki itu agar dirasa nyaman.
"Makasih Kak udah dibantuin." Arsha menatap Bian dan tersenyum sebelum akhirnya kembali melihat Cakra yang sedang tertidur pulas.
Dipandangnya sebentar wajah laki-laki itu, Cakra terlihat sangat polos ketika sedang tertidur dan Arsha malah tersenyum tanpa sadar. Arsha pun kembali ke kursinya karena takut membangunkan Cakra yang sedang beristirahat.
"Arsha, lo suka sama Kak Cakra, ya?"
Arsha langsung menoleh cepat kepada si pemberi tanya, Tirani. "Enggak, Tir. Gue cuma nggak tega aja ngeliat dia tidur dalam posisi kayak gitu, kalo tiba-tiba ngejengkang gimana pas supirnya ngerem mendadak?" jawab Arsha lancar tanpa gugup sedikitpun. Tirani hanya mengangguk dan menggumamkan 'benar juga kata lo' sebagai jawabannya, lalu gadis itu kembali fokus dengan kegiatannya, sedangkan Arsha kembali melihat Cakra yang untung saja sudah terlihat lebih nyaman daripada posisinya yang sebelumnya.
Lalu tanpa permisi pertanyaan Tirani barusan kembali melintas di kepalanya dan membuat Arsha jadi bingung sendiri.
Gue nggak suka kan sama Kak Cakra?
**
"Dek bangun, kita udah sampai."
Kedua netra Arsha terbuka secara perlahan dan dia langsung menemukan figur Kak Reya di hadapannya. "Udah sampai sekolah, Kak?" tanya Arsha memastikan dengan suara seraknya yang langsung dibalas dalam bentuk anggukan oleh Reya.
"Kamu bangunin temen disebelah kamu ya, Kakak mau bangunin yang lain." Reya segera beranjak ke kursi lain untuk membangunkan adik kelasnya yang lain.
"Tir, bangun Tir, kita udah sampe sekolah." Arsha menggerakkan lengan Tirani dengan hati-hati karena tidak mau terlalu mengagetkan. Tidak butuh waktu lama untuk Tirani membuka kedua matanya dengan spontan hingga membuat Arsha meringis dan meminta maaf, Tirani memang peka sekali dengan sekitar dan mudah kaget dengan sesuatu.
Arsha baru saja ingin melakukan peregangan karena badannya terasa pegal, namun gerakannya terhenti ketika dia sadar bahwa ada sesuatu yang mengganjal lehernya. Dengan cepat Arsha meraih bantal yang entah sejak kapan sudah kembali melingkar di lehernya, padahal seingatnya dia memberikan bantal ini kepada Cakra, lantas mengapa tiba-tiba bantal ini sudah kembali kepadanya?
Kepala Arsha melongok ke depan untuk memastikan sosok Cakra, namun dia tidak menemukan Cakra dan juga Bian di depan sana, dan malah tergantikan dengan sosok Reya yang masih sibuk membangunkan teman-teman Arsha yang lainnya.
Arsha berusaha mengingat apa yang terjadi karena seingatnya dia memang jatuh tertidur tanpa bantal di lehernya, namun sia-sia saja karena Arsha juga terlalu lelah hingga tidurnya terasa nyenyak dan dia tidak ingat apapun yang terjadi selama dia tertidur.
"Yang udah bangun langsung turun ya, terus ambil barangnya di bagasi, abis itu langsung baris lagi di lapangan. Ayo sekarang gerak, kelompok lain juga udah pada turun soalnya," ujar Reya memberitahu.
"Baik, Kak."
Arsha segera keluar dari bis bersama dengan Tirani, benar kata Kak Reya memang sudah cukup banyak siswa dan siswi yang berkumpul di lapangan dan sisanya sedang dibangunkan. Tapi empat jam perjalanan memang waktu yang cukup lama untuk ditempuh. Segera mengambil barangnya di dalam bagasi, Arsha dan Tirani segera ikut berkumpul di lapangan.
Mereka berkumpul sekitar dua puluh menit untuk membahas tentang pelaksanaan Masa Orientasi Siswa yang akan langsung dilaksanakan esok hari, karena mereka selesai melaksanakan outbound di hari ini pada hari minggu. Arsha melihat wajah-wajah asing di depan sana, namun beberapa dari mereka sudah pernah dia lihat ketika masa pengenalan sekolah pertama kali. Sepertinya kakak kelas yang di depan sana adalah panitia MOS, orang-orangnya berbeda lagi dengan panitia outbound. Bahkan Arsha hanya menemukan Bian dalam barisan kakak kelas di depan sana, dan dia tidak menemukan keberadaan panitia outbound yang lainnya.
Setelah perkumpulan itu selesai Arsha segera menghampiri Bian untuk mengambil ponselnya yang sempat mereka titipkan sebelum berangkat outbound, seluruh ponsel memang disita oleh para pembimbing masing-masing.
"Kak Bian!"
Bian yang merasa terpanggil segera menoleh ke arah Arsha, saat ini dia sedang duduk di depan sanggar—sebutan untuk ruangan khusus anak-anak OSIS—seraya memegang satu kotak yang berisikan ponsel-ponsel milik adik bimbingannya. "Kamu mau ambil hp?" tanya Bian pada Arsha dan gadis itu langsung mengangguk.
Bian segera mencari ponsel dengan nama Arsha pada bagian belakang, setelah ditemukan Bian segera menyerahkannya pada Arsha. "Hati-hati ya pulangnya," ujar Bian sembari tersenyum manis pada gadis itu.
"Kak, sebelum pulang aku mau tanya sesuatu dulu boleh enggak?" tanya Arsha tiba-tiba.
"Boleh, tanya apa?"
Arsha sempat berpikir sebentar, bimbang ingin menyuarakan pertanyaannya atau tidak, sebab dia terlalu malu untuk bertanya namun juga terlalu penasaran jika harus memendam. Namun, pada akhirnya Arsha hanya menggeleng. "Enggak jadi deh, Kak." Begitu kata Arsha sambil tersenyum lebar.
"Bian." Bian dan Arsha sama-sama menoleh mendengar panggilan itu. "Lo dipanggil Pak Amir tuh, dia ada di sanggar." Beritahu laki-laki itu.
"Arsha saya duluan ya, kamu hati-hati pulangnya."
Arsha mengangguk. "Iya, baik Kak."
Selepas perginya Bian, Arsha menoleh ke arah kakak kelas di sampingnya. Dari rompi merah yang dikenakan sudah jelas Arsha bisa menebak bahwa laki-laki ini juga termasuk anggota OSIS. Begitu Arsha menatap wajahnya, dia sedikit terkejut ketika ternyata laki-laki itu juga tengah melihat ke arahnya, begitu netra mereka bertemu laki-laki itu langsung tersenyum manis pada Arsha.
Boleh jujur tidak? Karena kalau boleh, Arsha cuma mau bilang kalau kakak kelas di depannya ini benar-benar punya raut wajah yang tampan.
"Eh, saya pulang duluan, ya, Kak." Arsha menunduk sekilas untuk memberikan salam kemudian dengan cepat berbalik pergi meninggalkan laki-laki itu, dia sudah terlampau malu karena ketahuan tengah memperhatikannya. Tapi sejujurnya sebelum benar-benar pergi, secara tak sengaja Arsha sempat melihat nametag yang tergantung di sebelah kanan rompi laki-laki itu.
Adyatma Akas Ar-Rasyid.
Jika Arsha tidak salah baca, itu namanya.
Baiklah, tapi sekarang bukan saatnya bagi Arsha untuk memikirkan laki-laki itu, karena sudah ingin cepat-cepat pulang dan jujur saja Arsha sudah merindukan rumah dan tentunya kedua orangtuanya.